Advertisement
AFJ Desak Regulasi Larangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang
AFJ serta sejumlah seniman seperti Angki Purbandono dan Wanggi Hoed menggelar aksi peringatan Hari Monyet Sedunia, di Titik Nol Km Jogja, Minggu (15/12/2025). - ist AFJ
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Animal Friend Jogja (AFJ) mendesak Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) segera menerbitkan regulasi pelarangan perdagangan monyet ekor panjang, menyusul masih maraknya praktik jual beli satwa tersebut dan lemahnya perlindungan hukum.
AFJ menilai ketiadaan regulasi daerah membuat upaya perlindungan monyet ekor panjang menjadi tidak optimal dan sulit ditegakkan di lapangan.
Advertisement
Co-Founder AFJ, Angelina Pane, menjelaskan saat ini perdagangan monyet ekor panjang dan satwa liar lainnya masih terjadi secara masif, bahkan berlangsung terbuka di pasar-pasar hewan di Jogja. Menurutnya, perlindungan hukum terhadap spesies tersebut masih sangat minim.
“Absennya regulasi yang tegas melarang perdagangan monyet ekor panjang merupakan salah satu akar dari berbagai persoalan dalam upaya perlindungan spesies ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (15/12/2025).
BACA JUGA
Hingga kini, monyet ekor panjang belum masuk dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018. Padahal, Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menetapkan monyet ekor panjang dalam kategori Endangered atau Genting akibat perburuan dan hilangnya habitat.
Ketiadaan payung hukum tersebut, lanjutnya, membuat praktik perdagangan monyet ekor panjang tidak dapat ditindak tegas, sehingga melanggengkan berbagai bentuk eksploitasi, mulai dari pemeliharaan monyet, pembuatan konten eksploitatif, hingga praktik topeng monyet.
“Sudah saatnya Pemerintah Daerah DIY menerbitkan Peraturan Daerah yang secara tegas melarang perdagangan monyet ekor panjang di Jogja. Perdagangan monyet bukan hanya persoalan pelanggaran etika terhadap satwa liar, melainkan juga ancaman serius bagi kesehatan publik melalui risiko penyakit zoonosis,” paparnya.
Ia menilai masih banyak masyarakat yang menganggap monyet ekor panjang sebagai satwa yang lucu, layak dipelihara, dan dipertontonkan, misalnya melalui topeng monyet. Padahal, risikonya nyata, mulai dari penularan tuberkulosis (TBC), herpes B, rabies, hingga infeksi parasit yang dapat berdampak langsung pada manusia.
“Di samping itu, monyet ekor panjang memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Sebagai penyebar biji, mereka berkontribusi langsung dalam proses regenerasi hutan,” ungkapnya.
Bencana ekologis yang terjadi belakangan di Indonesia, yang juga dipicu keserakahan manusia, menurutnya harus menjadi pengingat penting bahwa penghormatan terhadap seluruh bentuk kehidupan, termasuk satwa liar, merupakan sebuah keharusan.
Monyet ekor panjang merupakan satwa liar yang harus dilindungi dan tidak untuk diperdagangkan. Segala bentuk eksploitasi, termasuk topeng monyet dan konten hiburan di media sosial, bukan hanya tidak etis, tetapi harus dihentikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement





