Advertisement

Meraba Poros Digital di Kota Pelajar

Dhiany Nadya Utami
Jum'at, 13 April 2018 - 12:05 WIB
Nugroho Nurcahyo
Meraba Poros Digital di Kota Pelajar Presiden Direktur PT Sydeco, Patrick Houyoux (dua dari kanan). - Ist/Sydeco

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Ibu kota negara memang ada di Jakarta, tapi ia bukan pusat dari segalanya. Beberapa perusahaan teknologi di Jogja mampu merintis bisnis dan berinovasi hingga berkembang melampaui perusahaan di Ibukota.

Baru-baru ini, Sydeco, sebuah perusahaan keamanan siber yang berbasis di Jogja memperkenalkan produk terbaru mereka yaitu sistem pengamanan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan machine learning atau pembelajaran mesin.

Advertisement

Produk yang diberi nama Archangel adalah sebuah kotak pintar yang bekerja sebagai “satpam”. Archangel bekerja mengawasi lalu lintas data yang masuk ke jaringan program lain besutan Sydeco yaitu Secure System of Transmission (SST).

Pada dasarnya, fitur pembelajaran mesin yang ada di dalam Archangel memiliki kemampuan untuk menganalisa pola serangan yang belum pernah ada sebelumnya dan mencegah serangan tersebut sebelum masuk ke jaringan.

Jadi, pengguna tidak usah berkali-kali memperbarui Archangel dengan malware terbaru. Archangel bisa belajar dan memisahkan trafik data yang berpotensi mengancam sistem. Archangel melengkapi kemampuan enkripsi SST. SST memiliki dua “agen cerdas” di titik pengirim dan penerima.

Agen pengirim akan mengubah data ke dalam gelombang dan warna yang berbeda bergantung pada isi data tersebut, sedangkan agen penerima akan mengubah kembali data ke bentuk awal.

Selain kecanggihan teknologinya, hal lain yang menarik adalah dapur yang menghasilkan kedua teknologi ini. Meski diinisiasi oleh pria berkebangsaan Belgia, tenaga penggerak perusahaan ini seluruhnya merupakan talenta lokal.

“Saya satu-satunya bule di sini,” kelakar Presiden Direktur PT Sydeco, Patrick Houyoux, kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia, beberapa waktu lalu.

Houyoux, sebelumnya berprofesi sebagai pengacara. Ia sama sekali tidak menyangka akan terjun ke dunia teknologi. Hubungannya dengan Indonesia sebetulnya telah terjalin sejak lama, pria ini lahir di Tebing Tinggi, Sumatra Utara. Indonesia terasa seperti rumah keduanya.

Pada 2013, dia pulang ke Indonesia. Pada bulan-bulan pertamanya, Houyoux masih bekerja sebagai konsultan hukum internasional sembari meneliti berbagai kasus pencurian dan pembobolan data yang pernah terjadi serta mempelajari cara kerja sistem keamanan data. “Kemudian pada satu titik, saya berpikir oke stop, saatnya eksekusi,’” ujarnya.

Houyoux mendirikan Sydeco di Jogja karena semua sumber daya yang dibutuhkan untuk membangun perusahaan teknologi ada di Kota Gudeg.

Saat ini, Sydeco memiliki 33 karyawan, termasuk pemrogram dan tim riset/pengembangan. Ada pula beberapa tenaga tambahan yang direkrut dari Universitas Gadjah Mada, salah satunya ahli matematika.

Menurut Houyoux, talenta lokal yang ada, sudah mampui memenuhi kebutuhan Sydeco saat ini. Dia bercerita, dua produk teranyar Sydeco ide awalnya memang berasal dari dirinya, tetapi timnya yang mewujudkan dan mengembangkannya sehingga siap digunakan seperti sekarang.

“Ini produk Indonesia. Dibuat di Indonesia, oleh orang Indonesia,” ucapnya.

 

Keputusan Bisnis

Bagi CEO Brilio.net Joe Wadakethalakal, membangun bisnis di Jogja adalah keputusan bisnis yang paling tepat. Sejak awal, Brilio berniat menjadikan Jogja sebagai rumah perusahaan penerbit konten digital tersebut karena melihat potensi tinggi talenta lokal.

Sebagai Kota Pelajar, Jogja berlimpah talenta muda. Sebaliknya, ruang bagi para generasi muda untuk bekerja di industri teknologi di Jogja masih amat sempit.

Dia melihat banyak SDM potensial di kota-kota kecil yang karena satu dan lain hal tidak bisa atau tidak ingin meninggalkan tempat asalnya untuk sekadar merantau ke Ibukota.

“[Alasannya] saya enggak tau, yang saya tahu ini peluang bagus untuk kami mempekerjakan mereka,” kata Joe kepada JIBI, Senin (9/4).

Joe mengatakan SDM cederung lebih ekonomis. Perusahaan itu dapat menemukan SDM berkualitas tinggi dengan beban biaya hidup yang tidak setinggi di ibukota.

Proses perekrutan pun tergolong sederhana. Menurut Joe, kebanyakan pekerja di Brilio.net direkrut dengan sistem rekomendasi para awak yang telah lebih dulu bekerja di sana.

“Banyak yang masih memiliki link dengan kampusnya, saling merekomendasikan lah. Selama tertarik, kami ambil,” tutur Joe.

Meski besar di Jogja, platform konten digital ini juga memiliki basis di Jakarta dan Malang. Joe menjelaskan di Malang hanya khusus untuk produk dan di Jakarta berfokus pada klien dan pelanggan Brilio, termasuk membuat konten untuk klien. “Dari kreator kami dapat konten-konten yang cukup banyak, dari berbagai kota yang berbeda,” kata Joe.

Jauh dari ibukota dan pusat segala urusan tentu memiliki rintangannya sendiri. Salah

satu yang paling terasa adalah masalah komunikasi dan budaya kerja. Komunikasi tanpa tatap muka, menurut Joe, kadang kala tak seefektif jika mereka berada satu kantor.

Dia juga mengakui sempat menemukan beberapa perbedaan budaya yang kentara, misalnya kultur Jogja yang terasa lebih konservatif dibandingkan dengan Jakarta. Pun, pola pikir para awak redaksi yang masih bercita rasa lokal.

Dari sekitar 30-an awak redaksi Brilio, lebih dari separuhnya merupakan warga asli Jogja dan sekitarnya. Meski ada pula di antaranya merupakan pendatang yang mencari nafkah di Jogja.

“Misalnya sewaktu mereka menulis koten, kontennya cocok banget dengan [pembaca]

Jogja tapi kadang-kadang missed dengan audience di kota besar,” jelas Joe.

Untungnya, Joe memiliki tim yang solid. Dia amat dekat dengan para pemimpin Brilio di Jogja dan Malang dan memiliki rasa percaya yang besar kepada mereka. Pun sebaliknya.

Rasa saling percaya membuat Joe tidak kesulitan membawa perusahaannya ke arah yang dia tuju.

Cerita Joe dan Hououx bisa membuktikan perusahaan teknologi tidak harus didirikan di Ibukota. Potensi yang ada di daerah seperti Jogja, tak bisa dianggap remeh. Banyak talenta luar biasa yang tersembunyi hanya karena mereka menolak bertolak ke Jakarta. Hanya memang dibutuhkan komitmen serta strategi khusus untuk dapat bersaing dengan mereka yang ada di pusat perekonomian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement