Advertisement

Tahapan Erupsi Merapi Sekarang Susah Diterka

I Ketut Sawitra Mustika
Kamis, 07 Juni 2018 - 06:25 WIB
Budi Cahyana
Tahapan Erupsi Merapi Sekarang Susah Diterka Gunung Merapi Waspada, Selasa (22/5/2018). - Harian Jogja/Desi Suryanto

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Fase-fase menuju letusan Merapi kali ini jauh lebih sulit diterka ketimbang letusan sebelumnya.

Rangkaian erupsi Gunung Merapi kali ini memiliki pola kronologi yang berbeda dengan letusan 2006 dan 2010. Dua erupsi terdahulu mempunyai tanda-tanda awal yang jelas dari semua parameter data pemantauan. Adapun pada 2018, tidak ada prekursor alias pertanda yang jelas.

Advertisement

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida mengatakan erupsi 2006, yang punya indeks Volcano Explosivity Index (VEI) II, diawali pertumbuhan kubah lava. Indeks VEI adalah ukuran untuk mengukur skala kekuatan dan besaran letusan. Skalanya I sampai VIII. Makin besar skalanya, makin besar letusannya. Letusan VEI di atas II masuk letusan besar.

Ketika itu status Waspada ditetapkan pada 15 Maret 2006. Lalu pada 26 April status dinaikkan jadi Siaga karena muncul kubah lava.

Status Gunung Merapi pada 2006 kemudian dinaikkan jadi Awas pada 13 Mei. Sehari setelahnya, awan panas langsung meluncur ke Kali Krasak dan Kali Boyong dengan jarak luncur 4,5 kilometer.

“Kemudian besoknya, awan panas kembali meluncur menuju Kali Krasak. Pada 4 Juni, Gegerboyo runtuh, awan panas ke Kali Gendol,” ucap Hanik.

Sementara, letusan 2010 yang memiliki indeks VEI mencapai IV dicirikan dengan kolom letusan awan panas. Erupsi diawali letusan eksplosif yang punya interval rata-rata,100 tahun. Pada saat gunung berstatus Waspada saja, yakni 20 September 2010, dalam sehari terjadi 39 kali gempa vulkano tektonik (VT). Gempa ini mencerminkan proses retakan batuan pada sumber dalam. Kemudian pengukuran elektronic distance measurement (EDM) juga menunjukkan perubahan deformasi atau bentuk gunung akibat adanya pergerakan magma yang signifikan.

Adapun pada letusan 2018, ujar Hanik, sejak letusan pertama atau 11 Mei hingga letusan kesepuluh, pelepasan gas sangat dominan. Material yang terbawa oleh erupsi adalah perombakan material lama dan tidak disertai awan panas. Selain itu tidak ada perubahan deformasi yang siginifikan.

Hanik mengatakan letusan 2006 menghasilkan material kurang dari 10 juta meter kubik dengan jarak luncur awan panas tujuh kilometer. Adapun erupsi 2010 menghasilkan material sebanyak 130 juta meter kubik dengan luncuran awan panas mencapai 15 kilometer. Sementara erupsi 2018 sejauh ini hanya menghasilkan material letusan kurang dari 100.000 meter kubik dengan lontaran material kurang dari tiga kilometer dari puncak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

Hari Pertama Bertugas, Kajati DIY Petakan Kasus Korupsi

Hari Pertama Bertugas, Kajati DIY Petakan Kasus Korupsi

News
| Senin, 27 Oktober 2025, 16:17 WIB

Advertisement

Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia

Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia

Wisata
| Minggu, 19 Oktober 2025, 23:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement