Advertisement

Pemilik Toko di Malioboro Merasa Terganggu dengan PKL, Kenapa?

Abdul Hamied Razak
Minggu, 08 Juli 2018 - 15:20 WIB
Arief Junianto
Pemilik Toko di Malioboro Merasa Terganggu dengan PKL, Kenapa? Suasana di sekitar kawasan pertokoan Malioboro, Sabtu (7/7/2018). - Harian Jogja/Salsabila Annisa Azmi

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Paguyuban Pengusaha Malioboro (PPM) berharap bagian depan toko mereka bebas dari pedagang kaki lima mulai 1 Mei tahun depan. PPM menilai keberadaan PKL menutupi usaha mereka.

Ketua PPM Budi Susilo mengaku sudah menyampaikan surat ke Wali Kota Jogja terkait dengan permohonan agar trotoar di depan tokonya bebas PKL per 1 Mei 2019. Selain ke Wali Kota Jogja, permohonan itu juga ia sampaikan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY. "Sebab yang digunakan PKL selama ini bagian dari toko kami,” katanya seusai beraudiensi dengan Kesbangpol DIY, akhir pekan lalu.

Advertisement

Budi mengatakan PPM memiliki bukti dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menunjukkan batas tanah toko hingga pinggir jalan Malioboro. “Kami hanya minta hak kami dikembalikan. Ini juga untuk menghindari adanya oknum yang melakukan praktik jual beli lahan di Malioboro,” kata dia.

Tak hanya itu, keberadaan PKL yang menutupi usaha toko juga disampaikan oleh salah seorang pemilik toko di Malioboro, Tjondro. Keberadaan PKL menurut dia, banyak memangkas pintu masuk ke toko dari yang semula lebarnya mencapai tujuh meter kini tinggal sekitar tiga meter. "Kalau hujan, PKL mendirikan tenda hingga ketinggian dua meter. Itu menutup toko. Toko kami semakin tidak terlihat," ujar dia.

Tak pelak, kata dia, kondisi itu berdampak pada pendapatan pengusaha toko. Alhasil, mereka pun melakukan pengurangan tenaga kerja untuk menekan biaya operasional. “Sebelumnya ini saya punya karyawan 140 orang, sekarang tinggal 80 orang. Soalnya dagangan saya tidak laku,” katanya.

Tjondro juga mengungkapkan persoalan produk. Dia menjelaskan, produk kerajinan dan batik yang dijual PKL ternyata diambil dari suplier yang dengan yang ia miliki.
Diakui dia, pendapatan pengusaha toko hanya diperoleh saat digelarnya Reresik Malioboro setiap Selasa Wage.

"Saat itu PKL libur, omzet toko bisa naik menjadi lima kali lipat. Tapi kami masih bayar pajak segala macam, belum gaji pegawai. Kalau PKL hanya bayar retribusi,” ujarnya.

Selain itu, dia juga tidak menepis adanya oknum yang menjual belikan lapak PKL. Menurut Tjondro ada PKL yang memiliki lapak lebih dari lima.

Beberapa di antaranya diperjualbelikan kepada warga dari luar Kota Jogja. Akibatnya PKL yang sebelumnya dipindahkan ke Taman Khusus Abu Bakar Ali pun akhirnya kembali ke Malioboro.

Kepala Kesbangpol DIY Agung Supriyono meminta pada PPM melengkapi data serta kondisi di lapangan. Data tersebut diharapkan bisa disampaikan ke Sekber Kawasan Keistimewaan yang dibentuk oleh Pemda DIY dan Pemkot Jogja.

“Persoalan PKL, becak motor dan lainnya akan dibicarakan di sana,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement