Advertisement

Asosiasi Pedagang Tolak Impor Daging

Bhekti Suryani
Senin, 22 Juli 2013 - 13:47 WIB
Nina Atmasari
Asosiasi Pedagang Tolak Impor Daging An Afghan child sells raw meat in an improvised street shop in Kabul December 14, 2002. REUTERS - Radu Sigheti

Advertisement

[caption id="attachment_429145" align="alignleft" width="370"]http://www.harianjogja.com/baca/2013/07/22/asosiasi-pedagang-tolak-impor-daging-429144/an-afghan-child-sells-raw-meat-on-a-street-in-kabul-3" rel="attachment wp-att-429145">http://images.harianjogja.com/2013/07/daging-reuters2-370x276.jpg" alt="" width="370" height="276" /> JIBI/Harian Jogja/Reuters
Ilustrasi[/caption]

Harian Jogja.com, BANTUL—Asosiasi Pedagang Daging Sapi Segoroyoso (APDSS) menolak rencana pemerintah mengimpor daging sapi menyusul mahalnya harga daging jelang Lebaran.

Advertisement

Ketua APDSS Ilham Ahmad menuturkan impor daging hanya akan merugikan peternak karena harga jual sapi lokal akan anjlok. Sementara harga daging sapi lokal juga bakal kalah bersaing dengan daging impor.

“Impor daging sapi tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan membuat peternak sapi dirugikan,” ujarnya, Sabtu (20/7/2013).

Sedianya kata Ilham, persoalan mahalnya harga daging karena stok ternak sapi di tingkat warga yang masih kurang. Penurunan jumlah ternak sapi menurut pantauan APDSS mencapai hingga 40%.

Jumlah itu berbeda dengan data yang dihitung Badan Pusat Statistik (BPS) dengan penurunan sapi pada 2011 hanya 30%. Dengan total jumlah sapi pada 2011 di DIY mencapai 315.000 ekor. Data yang tak valid tersebut justru dijadikan dasar pemeirntah mengimpor daging sapi.

“Kebijakan impor hanya solusi sementara harusnya pemerintah memikirkan solusi jangka panjang dengan melindungi peternak sapi lokal,” ungkapnya.

Terpisah, Sunardi. Salah satu pengurus APDSS mengatakan, meski harga daging saat ini naik, namun sebenarnya tak menguntungkan pedagang karena terjadi penurunan peningkatan. Justru kata dia pedagang masih ada yang rugi. “Permintaan menurun otomatis pendapatan turun,” tutur Sunardi.

Kenaikan harga justru dialami pedagang-pedagang nakal yang menjual daging gelonggongan. Sebab harga daging sapi dari paguyuban paling tinggi hanya Rp80.000 per kilogram. Namun oleh padagang nakal, mereka menjual sapi gelonggongan dengan harga Rp85.000 per kilogram. “Kalau digelonggong beratnya bisa naik, itu yang mereka ambil,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Anies: Indonesia Harus Jadi Penentu, Jangan Hanya Pengikut Kebijakan Internasional

News
| Sabtu, 02 Desember 2023, 12:57 WIB

Advertisement

alt

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya

Wisata
| Jum'at, 01 Desember 2023, 19:12 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement