Advertisement
Jual Gabah ke Bulog Belum Untungkan Petani
Advertisement
Jual gabah ke Bulog dianggap belum menguntungkan petani
Harianjogja.com, SLEMAN—Kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah 2015 dari Rp3.300 menjadi Rp3.700 diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan petani.
Advertisement
Hanya saja, prosedur penjualan gabah dari petani kepada Bulog, dinilai ribet dan masih merepotkan petani.
Terkait dengan besaran kenaikan yang hanya Rp400, Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pertanian, Azis Hidayat mengatakan, pemerintah harus ekstra hati-hati dalam menentukan HPP gabah.
Aziz mengungkapkan, di samping swasembada pangan, sasaran pemerintah lainnya adalah menyejahterakan petani. Namun, HPP gabah tidak bisa dinaikkan begitu saja.
“Kalau terlalu tinggi, nanti petani sejahtera tapi konsumen keberatan karena harga beras naik. Jadi bagaimana caranya supaya petani sejahtera, tapi harga jual ke konsumen juga tidak terlalu tinggi,” ucap Aziz, seusai panen raya di Dusun Karongan, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Kamis (19/3/2015).
Serapan gabah oleh Bulog juga diklaim terus meningkat. “Kami berharap tidak ada tengkulak atau perantara. Petani juga jangan mudah tergoda jika diminta segera menjual karena nanti harganya jatuh. Inilah perlunya pendampingan penyuluh lapangan,” papar Aziz.
Kendati demikian, menjual gabah ke Bulog ternyata dianggap ribet oleh sebagian petani. “Dulu Bulog pernah ke sini tapi banyak ketentuannya. Kami tentukan harga sekian tapi dia tidak mau. Padahal petani tahunya itu asal yang beli mau dan yang punya boleh, ya sudah,” ungkap Siswanto, Ketua Kelompok Tani Sedyo Maju di Dusun Karongan.
Siswanto mengaku kelompoknya belum tergabung dalam koperasi. Dia juga memilih menjual gabah langsung kepada tengkulak.
“Harga gabahnya tergantung yang beli. Biasanya disesuaikan harga beras. Kalau sekarang harga beras Rp8.000 sampai Rp10.000, harga gabahnya seharusnya setengah dari itu,” katanya.
Bupati Sleman Sri Purnomo juga berpendapat, menjual gabah langsung ke Bulog itu belum tentu menguntungkan petani. Sebab sering kali, harga yang dipatok lebih rendah dibanding harga di pasaran.
“Yang penting, masyarakat menjual lewat koperasi agar tidak dipermainkan. Kelompok tani juga berperan penting agar orang-orang tidak saling menjatuhkan harga,” ujar Sri Purnomo.
Sri Purnomo menambahkan, pada dasarnya petani diberi kebebasan untuk menjual hasil panennya secara umum. Namun, petani juga disarankan memaksimalkan keberdaan lumbung pangan. "Jangan langsung dijual semua saat panen raya. Disimpan dulu dan dikeluarkan saat tidak musim panen. Itu juga bagian dari langkah pengendalian secara mikro,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- 26 Pelaku Prostitusi Ditangkap Polres Klaten saat Operasi Pekat Candi 2024
- Menilik Kesuksesan Kaliwedi Sragen Kembangkan Agrowisata hingga Waterboom
- BPJPH Bersama Industri dan Designer Luncurkan Indonesia Global Halal Fashion
- MWA UNS Solo Bentuk Panitia Pemilihan Rektor Periode 2024-2029, Ini Susunannya
Berita Pilihan
Advertisement
Jelang Lebaran, PLN Hadirkan 40 SPKLU Baru di Jalur Mudik untuk Kenyamanan Pengguna Mobil Listrik
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- KAI Daop 6 Turunkan Paksa 11 Penumpang yang Nekat Merokok dalam Kereta
- Lokasi dan Waktu Penukaran Uang Baru di Jogja dan Sekitarnya, Berikut Caranya
- Simak Jadwal Pekan Suci 2024 Gereja Katolik di Jogja
- Rekomendasi Makanan Takjil Tradisional di Pasar Ramadan Kauman Jogja
- Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan
Advertisement
Advertisement