Banjir Bandang Bisa Menerjang Jogja karena Beberapa Alasan Ini
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Sejumlah sungai di DIY dinilai memiliki potensi banjir dan bisa berdampak pada banjir bandang,
Pakar Hidrologi UGM, Agus Maryono mencontohkan sungai yang berpotensi banjir bandang yaitu Sungai Code. “Sungai Code itu bertebing, kalau tebing longsor, menutup sungai itu maka ancaman banjir bandang akan terjadi, juga sungai lain yang ada potensi longsor, Winongo juga,” kata Agus di Kampus UGM, Kamis (24/1/2019).
Advertisement
Manurut Agus hal yang perlu diperhatikan adalah aturan sempadan sungai yang harus diefektifkan, tidak boleh ada lagi bangunan yang terlalu dekat dengan sungai. Setidaknya berjarak 10 meter dari bibir sungai untuk sungai kecil. “Itu untuk mengurangi terjadinya longsoran,” ujarnya.
Sistem drainase di Jogja juga tak boleh diabaikan. Menurut dia, sistem drainase di Jogja masih konvensional, mengalirkan air langsung ke sungai dan anak sungai. Saat hujan turun lebat sungai-sungai mudah meluap.
Menurutnya konsep tersebut harus diubah, dari yang awalnya membuang air, menjadi menampung air. Peran serta pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk membangun embung atau sumur-sumur serapan.
Langkah lain yang tidak kalah penting, masyarakat bisa melakukan gerakan bersih sungai dengan susur sungai. Selain untuk mengetahui kondisi sungai yang ada di sekitar mereka, warga juga dapat mengembangkan potensi yang ada di sekitar sungai itu, misalnya wisata edukasi.
“Setidaknya yang terpenting restorasi sungai, termasuk menanam pohon di sekitar sungai, dapat menggerakan mahasiswa, pelajar. Menambah jumlah embung, setidaknya ada setiap desa, dan gerakan memanen hujan,” ujarnya.
Agus mengatakan jenis banjir secara umum terbagi menjadi tiga yaitu banjir kecil yang biasa ditandai dengan genangan-genangan air hujan atau run off di berbagai tempat, kedua banjir menengah yang ditandai dengan meluapnya sungai dan menggenangi daerah-daerah bantaran sungai serta persawahan dan permukiman. Kemudian banjir besar yang menerjang kawasan yang cukup luas, ditandai dengan tenggelam dan rusaknya berbagai fasilitas umum, permukiman dan jembatan, jebolnya tanggul-tanggul pengaman serta terputusnya jalan-jalan utama.
Banjir juga dapat diklasifikasikan menjadi banjir dengan berbagai skala ulang, misal banjir 10 tahunan, banjir 50 tahunan dan seterusnya sampai banjir 1.000 dan 10.000 tahunan.
Banjir dibedakan berdasarkan durasi waktu berlangsungnya. Banjir dapat berlangsung relatif lama. Sungai meluap, ditambah hujan lokal akan menggenangi wilayah yang dilalui sungai, muka air naik secara perlahan-lahan hingga mencapai puncak banjir kemudian surut secara gradual. Banjir ini merupakan banjir yang lazim terjadi dan dapat disebut banjir run off normal.
Adapun banjir yang berlangsung cepat dengan kisaran waktu terjang relatif pendek dengan debit puncak yang ekstrem tinggi, membawa lumpur, pasir, batu batuan, kayu-kayu dan berbagai elemen menerjang ke hilir dengan dahsyat, kemudian air kembali surut relatif cepat adalah yang disebut dengan banjir bandang.
“Terdapat juga perpaduan antara banjir bandang dan banjir run off normal. Banjir bandang terjadi di daerah hulu. Air bah banjir bandang mengalir menuju hilir bertemu dengan banjir akibat run off biasa di bagian tengah dan hilir, maka terjadi banjir besar yang menggenangi area yang cukup luas,” ujar dia.
Bencana Hidrometeorologi
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau agar masyarakat waspada dengan potensi bencana hidrometeorolgi seperti longsor, banjir, dan angin kencang. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung hingga 30 Januari.
Kepala Stasiun Klimatologi Mlati BMKG DIY, Agus Sudaryatno menjelaskan berdasarkan hasil analisis dinamika atmosfer Selasa (22/1/2019), terdapat aliran massa udara basah dari Samudra Hindia yang masuk ke wilayah Jawa. “Bersamaan dengan itu, masih kuatnya Monson Dingin Asia beserta hangatnya suhu muka laut di wilayah perairan Indonesia menyebabkan tingkat penguapan dan pertumbuhan awan cukup tinggi,” kata dia.
Selain itu, dari pantauan pergerakan angin, BMKG mendeteksi adanya daerah pertemuan angin yang konsisten. Bahkan dalam beberapa hari terakhir lokasinya memanjang dari wilayah Sumatra bagian selatan, Laut Jawa, Jawa Timur, Bali dan terus ke timur hingga NTB dan NTT.
Lebih lanjut, ia menambahkan, dalam beberapa hari ke depan potensi cuaca ektrem bisa terjadi di beberapa wilayah. “Hujan dengan potensi sedang dan lebat dan angin kencang yang dapat mencapai kecepatan di atas 46 kilometer per jam bisa saja terjadi,” kata dia.
Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat agar mewaspadai potensi genangan, banjir dan longsor yang bisa saja terjadi. Selain itu, pihaknya juga mengimbau agar tidak berlindung di bawah pohon. Sebab, angin kencang yang terjadi bisa saja merubuhkan pohon maupun baliho.
“Masyarakat yang berada di pesisir pantai juga diimbau waspada ancaman gelombang tinggi. Potensi gelombang tinggi itu berkisar antara 2,5 meter hingga lima meter dan diperkirakan terjadi di perairan selatan DIY,” ucap dia.
Kepala Seksi Mitigasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Lelono mengaku telah memetakan lokasi mana saja yang berpotensi longsor maupun banjir. Terutama banjir lahar hujan yang bisa terjadi di sungai yang berhulu di lereng Merapi.
“Namun, untuk banjir lahar hujan potensinya belum tinggi, sebab, jumlah material di lereng Merapi masih sedikit. Apalagi kedalaman sungai sudah dalam dan banyak pohon yang sedikit menghambat aliran air sehingga potensinya kecil,” ujar dia.
Pemkab Sleman juga telah menyiapkan 20 EWS yang terpasang di lereng Merapi. Dia memastikan EWS tersebut dalam kondisi baik. “Lokasi EWS untuk lahar dan awan panas di Kali Gendol, Opak, Kuning, Krapyak dan Boyong, demikian juga dengan longsor yang potensinya juga cukup besar di Sleman. Ada total 33 EWS longsor yang dipasang, tiga merupakan EWS utama lainnya EWS sederhana,” katanya.
Dia meminta agar masyarakat sadar terhadap bencana dan masyarakat bisa merespons sesuai dengan arahan. “Setiap dusun sudah kami beri SOP, jadi harapannya, jika ada bencana baik itu Merapi atau yang lainnya bisa merespons sesuai SOP.”
Penyebab Longsor
Agus Maryono menuturkan setidaknya ada enam penyebab terjadinya banjir bandang. Pertama yaitu hujan ekstrem, kedua tipologi daerah aliran sungai (DAS) spon, ketiga jebolnya pembendungan akibat sisa-sisa vegetasi dan longsoran.
“Keempat bertemunya dua puncak banjir, kelima bobolnya bendungan atau tanggul dan keenam kembalinya alur sungai sudetan ke alur semula,” ujar Agus.
Keenem sebab tersebut dapat menjadi penyebab banjir bandang secara terpisah maupun saling berasosiasi memperparah terjadinya banjir bandang. Sedangkan banjir normal dengan durasi banjir lama umumnya disebabkan oleh hujan deras tanpa pembendungan dan kondisi DAS yang gundul.
Agus menjelaskan sejumlah langkah mesti dilakukan guna mencegah bencana banjir bandang itu. Untuk masalah hujan ekstrem dapat dilakukan dengan usaha preventif dengan melihat ramalan cuaca, masyarakat harus dipersiapkan untuk evakuasi jika kondisi ramalan cuaca hujan mengisyaratkan adanya hujan ekstrem, permukiman di bantaran sungai dievakuasi atau direlokasikan.
Kedua adalah dengan mengadakan pemeriksanaan ekspedisi karakter alur sungai di DAS dan penyusuran ke arah hulu sungai, jika ditemukan pembendungan-pembendungan dari sisa-sisa vegetasi, tanah dan bebatuan di berbagai tempat sepanjang alur sungai, perlu dilakukan usaha pembedahan-pembedahan sumbatan-sumbatan tersebut sebelum musim hujan tiba atau saat musim hujan awal.
Penanggulangan ketiga dapat dilakukan dengan menginvestigasi daerah rawan longsor pinggir sungai. Areal yang diperkiran akan longsor dapat ditahan dengan konstruksi penahan longsor atau justru dilongsorkan terlebih dahulu dan material longsorannya disingkirkan sebelum musim hujan tiba, sehingga aliran air lancar tidak terjadi pembendungan-pembendungan.
Untuk yang keempat dapat dilakukan dengan Early Warning System (EWS) dan evakuasi secepatnya, serta preventif dilakukan investigasi rutin keamanan bendungan atau tanggul tersebut. Jika ada indikasi bocor harus segera diperbaiki. Penanggulangan over topping umumnya dipasang pelimpahan emergency dan pengaturan otomatis pada pintu pelimpah.
Keenam banjir bandang akibat karena pelurusan atau sudetan alur sungai ini adalah dengan renaturalisasi alur sungai, artinya menghidupkan alur sungai lama kembali secara selektif. Jika sudah terdapat permukiman warga pada alur lamanya, EWS harus dipasang dan permukiman perlu relokasi bertahap. Pemeriksaan alur sungai bagian hulu dari penggal sungai yang diluruskan perlu dilakukan secara regular, untuk menemukan kemungkinan adanya pembendungan-pembendungan alamiah yang mungkin bisa menjadi penyebab banjir bandang yang mengancam lebih besar lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pilkada Jakarta, Pramono-Rano Unggul 50,02% Versi Quick Count LSI
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Video Mesum Diduga Salah Satu Pimpinan DPRD Gunungkidul Beredar, Massa Gelar Aksi
- Jelang Hari Pencoblosan Pilkada Sleman, Rumah Harda Kiswaya Terus Ramai Didatangi Masyarakat
- Ini Lokasi Nyoblos Tiga Paslon Pilkada Bantul 2024
- Pemda DIY Berikan Penghargaan kepada 28 Individu Berprestasi di Bidang Kebudayaan
- Lagi, Bawaslu Sleman Dalami Dugaan Praktik Politik Uang, Kali Ini Terjadi di Seyegan
Advertisement
Advertisement