Ini Cerita Mereka yang Menolak Menerima Bantuan Pemerintah karena Merasa Tidak Miskin
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Gelombang pengunduran diri penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) di Bantul meningkat. Mereka berani menolak bantuan rutin keuangan dari Kementerian Sosial karena merasa sudah mandiri. Berikut laporan wartawan Harian Jogja Ujang Hasanudin.
Timbunan pakaian terlihat awut-awutan di sudut ruang tengah rumah Jumirah, 42, di Dusun Siten, Desa Sumbermuyo, Bambanglipuro, Bantul, Rabu (20/2/2019) siang.
Advertisement
Pakaian itu menumpuk di sua mesin jahit: satu mesin jahit manual, satunya lagi mesin jahit listrik. Di ruang belakang, terdapat satu mesin obras dan mesin jahit. Pakaian-pakaian itu milik pelanggan yang belum diambil. Beberapa belum jadi, masih berbentuk kain karena menunggu antrean.
Di rumah tanpa plafonnya tersebut, Jumirah dan suaminya Tumingan, 51, menerima jasa membuat pakaian. Mereka tinggal bersama satu anaknya, Latifatul Ulfa yang masih sekolah di Kelas XI SMA Sanden, Bantul.
Jumirah dan Tumingan sebenarnya sudah lama membuka jasa menjahit. Namun, terkadang Jumirah maupun Tumingan masih menjadi buruh lepas. Keluarga itu masih dianggap miskin sehingga pada pertengahan 2017 lalu masuk menjadi salah satu penerima bantuan PKH dari Kementerian Sosial.
Bantuan PKH tersebut digunakan untuk keperluan sekolah Latifatul Ulfa. Setelah beberapa kali mencairkan dana PKH, Jumirah merasa tidak nyaman karena beberapa warga lainnya yang kondisi keuangannya di bawah dia, malah tidak mendapat bantuan. Meskipun penghasilan dari menjahit hanya cukup membiayai kehidupan sehari-hari, Jumirah merasa sudah cukup. Dia bahkan bisa menyisihkan sedikit uang untuk menyelesaikan renovasi rumah.
"Selagi masih bisa usaha lebih baik kami usaha sendiri. Kami sudah bersyukur apa yang kami dapatkan sekarang," ucap Jumirah.
Rencananya untuk mundur sebagai penerima PKH, semakin mantap setelah mendengar cerita Sainah, penjual bakso tusuk asal Imogiri.
Akhirnya setelah berkonsultasi dengan pendamping PKH, Jumirah membuat surat pengunduran diri sebagai penerima PKH dan menyerahkan kartu ke Kecamatan Bambanglipuro pada Oktober 2018 lalu. Tumingan mengiyakan cerita istrinya. Ia bahkan yang menyarankan dan mengajak istrinya untuk mengembangkan usaha menjahit.
Tumingan mengatakan bantuan PKH merupakan bentuk perhatian pemerintah untuk membantu masyarakat yang belum mampu. Ia merasa miris ketika melihat ada masyarakat yang tidak mampu tidak terdata sebagai penerima bantuan. Sementara yang terlihat mampu malah mendapatkannya.
Dia mengakui ada beberapa tetangga yang mengatakan keluarganya sudah tidak perlu dibantu. "Setelah mengundurkan diri ada juga yang bilang wah sombong menolak bantuan," ungkapnya sambil berkelakar.
Yang pasti, Tumingan selalu bersyukur karena masih diberi kemampuan untuk bekerja. Saat ini dalam sebulan tidak kurang dari 20 jasa menjahit diterima. Jumlah pelanggan bisa meningkat saat mendekati Lebaran dan tahun ajaran baru sekolah.
Silvi Wulandari, 27 juga mengundurkan diri sebagai penerima bantuan PKH per 14 Januari lalu. Ibu dari satu anak yan tinggal di Dusun Kedon RT04, Sumbermulyo, Bambanglipuro, itu menerima bantuan PKH sejak 2016. Saat menerima PKH Silvi dan suaminya membuka usaha konter telepon seluler di rumahnya. Suaminya saat itu masih bekerja sebagai sales di salah satu perusahaan telekomunikasi dengan gaji di bawah upah minimum kabupaten.
Setelah dua tahun menjalankan usahanya, Silvi dan suaminya Bayu Rahmadi dapat mengembangkan usahanya hingga memiliki tiga konter dan lima karyawan. Dengan kondisi perekonomiannya saat ini, Silvi memutuskan untuk mengembalikan kartu PKH karena merasa sudah mampu.
"Kalau sudah mampu dan diberi rezeki kenapa harus mengaku-ngaku muskin? Nanti malah miskin beneran. Dari sisi agama mengaku-ngaku miskin kan tidak baik juga, dosa juga kan," ucap Silvi.
Ramai-Ramai Mundur
Camat Bambanglipuro, Bantul, Lukas Sumanasa mengatakan selama sampai 14 Februari 2019, total sudah ada 13 keluarga penerima PKH yang mengundurkan diri secara sukarela karena merasa sudah tidak pantas lagi menerima bantuan PKH. Data yang mengundurkan diri tersebut sudah disampaikan ke Pemerintah Pusat melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bantul.
Mereka akan dihapus dari database penerima PKH. Pemerintah kecamatan melalui pendamping PKH memang aktif memberikan motivasi kepada semua penerima bantuan PKH di wilayah yang dia pimpin. Pendampingan juga melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk memberi penyadaran.
Lukas meminta semua organisasi pemerintah daerah (OPD) juga ikut membantu mendampingi para mantan penerima bantuan PKH. "Supaya mereka semakin meningkat perekonomiannya dan menjadi motivator bagi warga lainnya," kata Lukas.
Selain Bambanglipuro, di Kecamatan Banguntapan, Bantul, juga ada 22 penerima bantuan PKH yang mengundurkan diri. Asisten Sekretaris Daerah Bidang Sumber Daya dan Kesejahteraan Rakyat, Kabupaten Bantul Totok Sudarto mengimbau warga penerima PKH yang sudah mampu secara ekonomi agar naik kelas atau tidak lagi menerima PKH. "Artinya dia sudah lepas dari garis kemiskinan, dan Alhamdulillah itu di beberapa tempat sudah luar biasa [banyak yang mengundurkan diri]," kata Totok.
Totok berharap gerakan masyarakat untuk keluar dari kemskinan dapat menurunkan angka kemiskinan di Bantul. Angka kemiskinan di Bantul 2018 sebanyak 134.835 jiwa atau 13.43% dari total jumlah penduduk. Jumlah tersebut menurun sedikit dibandinglan pada 2017 sebanyak 139.666 jiwa atau 14.07%. Target kemiskinan 2021 mendatang turun sampai 8,35%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Dinas Kebudayaan Gelar Malam Anugerah Kebudayaan dan Launching Aplikasi SIWA
- Pemkab Bantul Kembali Bagikan 250 Pompa Air Berbahan Bakar Gas ke Petani
- KPH Yudanegara Minta Paguyuban Dukuh Bantul Menjaga Netralitas di Pilkada 2024
- Mendorong Pilkada yang Inklusif dan Ramah Difabel
- Terbukti Langgar Netralitas, Seorang ASN di Bantul Dilaporkan ke BKN
Advertisement
Advertisement