Advertisement

Atasi Kekeringan, BPBD Bantul Minta Pemetaan Sumber Air Baru

Ujang Hasanudin
Minggu, 30 Juni 2019 - 21:47 WIB
Budi Cahyana
Atasi Kekeringan, BPBD Bantul Minta Pemetaan Sumber Air Baru Ilustrasi warga mengambil air di sumber mata air karena kekeringan. - Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul meminta kepada semua pemerintah desa di Bantul untuk menyisir sumber-sumber mata air yang ada di wilayahnya masing-masing. Sumber mata air tersebut akan dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih saat musim kemarau.

Kepala BPBD Bantul, Dwi Daryanto mengatakan penyelesaian kekurangan air bersih saat musim kemarau melalui dropping air hanya sebagai solusi jangka pendek. Namun untuk jangka panjang perlu terobosan kebijakan. Salah satunya adalah dengan optimalisasi sumber-sumber air yang ada di Bantul, khususnya di wilayah yang menjadi langganan kekeringan.

Advertisement

Setelah ada sumber air baik dari mata air maupun air bawah tanah, maka persiapan selanjutnya adalah menyiapkan sumur bor atau jaringan untuk mengalirkan ke pemukiman warga. Sampai pemukiman pun nantinya perlu dibuat penampungan air bersih dari sumber mata air, “Ini sebagai upaya supaya jangan sampai setiap kali kekeringan masyarakat bingung mencari air bersih,” kata Dwi Daryanto, Jumat (28/6).

Bak penampungan air hujan juga diperlukan. Bak tersebut berfungsi sebagai tabungan air hujan yang bisa dimanfaatkan ketika musim kemarau. Tahun ini BPBD Bantul rencananya membangun tiga bak penampungan air hujan sebagai contoh di wilayah Piyungan, Dlingo, dan Pleret. Pembuatan bak penampungan seharga Rp15 juta per satu bak itu diharapkan nantinya bisa ditiru oleh masyarakat.

Lebih lanjut Dwi mengatakan berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Iklim DIY kemaraun tahun ini lebih panjang dibanding tahun sebelumnya. Musim kemarau kali ini masih akan terjadi sampai September mendatang. beberapa kecamatan yang terdampak adalah Piyungan, Dlingo, Pleret, Imogiri, dan Pundong. Dari kelima kecamatan tersebut terdapat 15 desa yang terdampak.

Namun yang mengajukan dropping air ke BPBD Bantul hanya dari tiga desa, yakni Desa Segoroyoso, Triharjo, dan Terong. Menurut Dwi, yang lainnya tidak mengajukan kemungkinan beli di tempat terdekat atau mengajukan ke lembaga lain. Sebab dropping air tidak hanya dilakukan oleh BPBD namun juga Dinas Sosial, dan sejumlah lembaga swasta.

Selaian optimasilasi sumber mata air dan bak tabungan air hujan, Pemkab Bantul sebenarnya ingin membangun embung untuk menampung air hujan dan limpahan air dari sungai supaya saat kemarau masih ada ketersediaan air untuk lahan pertanian. Namun Pemkab kesulitan mencari lahan yang luas dan terbatasnya dana yang dimiliki sehingga pembuatan embung berharap dilakukan oleh Pemda DIY.

Empat embung yang sudah dibangun di Bantul juga dibangun oleh Pemda DIY. Keempatnya yakni embung di Potorono Banguntapan, Panggungharjo Sewon, Sumbermulyo Bambanglipuro, dan embung di Selopamioro Imogiri. “Kami tidak mungkin membangun embung karena tidak ada dananya,” kata Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan kawasan Permukiman (DPUPKP), Yitno.

Yitno mengatakan sejauh ini tidak ada dropping air khusus untuk pengairan lahan pertanian. Jawatannya mengoptimalkan saluran irigasi, bendung, dan pengambilan air dari sungai dengan pompa. Bahkan sudah ada 89 bendung yang dibangun di Bantul untuk mengalirkan air dari sungai ke area persawahan.

Namun demikian upaya tersebut tidak bisa maksimal jika memang debit air berkurang sebagai dampak kemarau berkepanjangan. Ia mencatat hampir semua lahan pertanian di Bantul belum terkena air hujan sejak 17 Maret lalu. Akibatnya beberapa wilayah kekeringan. Menurut Yitno yang bisa dilakukan adalah dengan merekayasa pola tanam dengan beralih ke palawija.

“Juli-September ini kan memang masuk musim tanam ketiga bukan lagi padi tapi palawija karena ketersediaan air berkurang. Musim tanam ketiga ini memang bukan padi.  Kalau  ada yang nekat ya harus tahu resikonya gagal panen,” kata Yitno.

Ia menegaskan semua saluran irigasi dalam keadaan normal hanya memang debit airnya yang berkurang, “Kalau masa musim tanam ketiga kan memang karena debit airnya yang berkurang,” ujar Yitno.

Sebelumnya Kepala Dinas Ppertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (DP2KP) Bantul, Pulung Haryadi juga mengimbau masyarakat untuk tidak memaksakan diri menanam padi pada musim kemarau ini karena air berkurang, terutama di daerah-daerah yang jauh dari sumber air.

Sampai pertengahan Juni ini pihaknya belum mendapatkan laporan adanya gagal panen. Namun untuk lahan yang dibiarkan kosong karena mengering sudah ada sekitar 40 hektare yang tersebar di Sedayu, Dlingo, dan Pajangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement