Advertisement
Dikritik karena Potong Adegan Film Sembarangan, Ini Kata LSF
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Lembaga Sensor Film (LSF) berjanji bakal menerapkan pendekatan dialogis dalam menyensor film Indonesia. Sineas bakal diajak berkomunikasi terlebih dulu terkait dengan penyensoran film karya mereka.
Ketua LSF, Ahmad Yani Basuki mengatakan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.14/2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, dan Penarikan Film dan Iklan Film dari Peredaran, LSF saat ini lebih menekankan pada penyensoran mandiri oleh pembuat film.
Advertisement
"Setelah kami teliti, kami beri catatan untuk sensor mandiri. Karena kami melihat UU Hak Cipta. Di sana lembaga apa pun tidak boleh merusak karya orang," ujar dia saat kegiatan Sosialisasi Permendikbud No.14/2019 di Swiss Belboutique Hotel, Selasa (20/8/2019).
LSF, kata dia, hanya merekomendasi pembuat film untuk menyensor adegan tertentu. Dengan begitu kebijakan mengedit, memotong dan sebagainya menjadi tugas pada pembuat film itu. "Kalau mau lolos sensor silakan adegan tertentu diedit ulang," kata dia.
Selain itu, ia juga mengimbau manajemen bioskop maupun orang tua agar benar-benar menerapkan klasifikasi umur sesuai aturan. Petugas harus tegas melarang penonton di bawah umur menonton film dengan klasifikasi 21 (film untuk penonton berumur di atas 21 tahun).
Sebab pada klasifikasi 21, LSF sama sekali tidak melakukan sensor. Film yang biasa mengalami pemotongan adegan adalah film dengan klasifikasi 17 (film untuk penonton berusia 17-21 tahun). "Contohnya, film Hell Boy, banyak yang menyalahkan kami, padahal itu kebijakan distributor. Mereka kami tawarkan klasifikasi 21 [tanpa sensor], tetapi mereka lebih memilih klasifikasi 17 [dengan sensor]," kata dia.
Kabag Peraturan Perundang-undangan dan Advokasi, Biro Hukum dan Organisasi Kemendikbud, Simul menuturkan film di satu sisi berfungsi sebagai pendidik, kebudayaan dan hiburan. Namun di sisi lain bisa mendatangkan pengsruh negatif, jika yang mengonsumsi tidak sesuai.
Maka diperlukan sensor dan pengaturan penayangan film. Kebijakan ini perlu disosialisasikan sebelum diundangkan agar dapat menampung aspirasi pula dari para sineas. "Mudah-mudahan sebelum pergantian kabinet yang baru, peraturan ini susah bisa ditetapkan," kata dia.
Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY, Agnes Dwi Rusjiyati, mengatakan masyarakat masih kerap mengeluhkan banyaknya tayangan di televisi menampilkan kekerasan dan tidak adanya penghormatan pada orang tua, guru dan kelompok marginal.
Kami juga berharap literasi media bisa menyasar kalangan lebih luas, khususnya pada lembaga penyiaran. "Lebih sering melakukan literasi dan sensor mandiri juga perlu digencarkan di masyarakat terkait memilih tayangan yang berkualitas dan sesuai usia," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Boyolali Full Berawan Sepanjang Hari Ini, Cek Prakiraan Cuaca Sabtu 20 April
- Mendung dengan Suhu Panas, Simak Prakiraan Cuaca Klaten Sabtu 20 April
- Hanya Berawan tanpa Hujan di Wonogiri, Simak Prakiraan Cuaca Sabtu 20 April
- Gelapkan Uang & Terlibat Pencucian Uang, Dosen Nuklir UGM Diburu Polda Jatim
Berita Pilihan
Advertisement
Seorang Polisi Berkendara dalam Kondisi Mabuk hingga Tabrak Pagar, Kompolnas: Memalukan!
Advertisement
Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter
Advertisement
Berita Populer
- Libur Lebaran Usai, Berikut Jadwal dan Tarif Terbaru Bus Damri dari Jogja ke Bandara YIA
- Top 7 News Harianjogja.com Jumat 19 April 2024, Timnas Indonesia Kalahkan Australia, Bus Terbakar di Gamping
- Cuaca DIY Hari Ini Jumat 19 April 2024: Jogja, Sleman dan Gunungkidul Hujan Lebat Disertai Petir
- Kapolresta Jogja Klaim Angka Kejahatan Jalanan Dapat Ditekan Selama Libur Lebaran 2024
- Termasuk Jogja, BMKG Ingatkan Sebagian Besar Wilayah Indonesia Waspada Cuaca Ekstrem
Advertisement
Advertisement