UNISA Support Pendidikan Inklusi di Yogyakarta Melalui Pelatihan Guru Reguler
Advertisement
SLEMAN-Istilah inklusi menggambarkan suatu filosofi pendidikan dan sosial, yaitu kepercayaan bahwa semua orang merupakan bagian yang berharga dalam kebersamaan masyarakat (apapun keadaannya). Jika dikaitan dengan pendidikan, dapat diartikan bahwa semua anak berhak menyatu dalam komunitas sekolah yang sama (apapun latar belakangnya).
Dalam filosofi inklusi penuh, tidak dipermasalahkan apakah anak dapat mengikuti program pendidikan regular/umum, akan tetapi lebih melihat pada guru dan sekolah beserta sistemnya untuk mau dan mampu melakukan adaptasi atau modifikasi program pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak tersebut (Mangunsong, 2009).
Advertisement
Di Indonesia, penerapan pendidikan inklusi dilandasi oleh nilai – nilai luhur Pancasila yang dimanifestasikan dalam wujud Bhineka Tunggal Ika. Filosofi ini sebagai wujud pengakuan kebhinekaan manusia, baik secara vertical maupun horizontal yang mengembang misi sebagai umat Tuhan di muka bumi (Abdurrahman, 2003). Penyelenggaraan pendidikan inklusi dijamin oleh Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 51:“Anak penyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa”.
Sementara di DIY penyelenggaraan pendidikan inklusi dipayungi oleh Peraturan Gubernur DIY No.21/2013 Tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Pasal 1 ayat 2, “Sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.
Undang-undang dan Peraturan Daerah tersebut telah menggerakkan masyarakat, terutama orangtua yang memiliki ABK untuk menyekolahkan anaknya di sekolah reguler di berbagai jenjang pendidikan, termasuk pada jenjang pendidikan nonformal Taman Kanak-Kanak. Dari 1,6 juta ABK di Indonesia, 18 % sudah mendapatkan layanan pendidikan. Sekitar 115 ribu ABK sekolah di SLB dan 299 ribu sekolah di sekolah reguler / inklusi (www.kemendikbud.go.id, 2017). Jumlah tersebut cukup banyak, namun belum dibarengi dengan penyiapan SDM terutama guru yang memahami tentang pendidikan inklusi. Guru regular banyak yang belum memiliki basic pendidikan inklusi, sehingga belum mampu menemu kenali / mendeteksi siswa berkebutuhan khusus, sehingga dapat menimbulkan judgement ke siswa. Selain itu, kurangnya kompetensi pedagogik sebagai guru inklusi menjadikan guru kelas cenderung menangani siswa berkebutuhan khusus masih disamakan dengan siswa reguler lainnya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta melalui program pengabdian kepada masyarakat memberikan “Pelatihan Kompetensi Pedagogik Guru Sekolah Inklusi” yang diselenggarakan di SD 2 Petir yang merupakan salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusi di Yogyakarta. Pelatihan ini dilaksanakan 2 hari tanggal 7- 8 Juli 2022.
Pelatihan diawali dengan pretest untuk mengetahui wawasan guru terkait dengan pendidikan inklusi dan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh narasumber. David Sulistyawan Aditya, S.Pd.,M.Hum selaku narasumber pertama memaparkan mengenai konsep pendidikan inklusi dan karakterstik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Narasumber menjelaskan tentang konsep pendidikan di Iindonesia yang sampai detik ini masih berada di equality (persamaan) bukan equity (keadilan).
"Apabila kita terus memberikan hak yang sama kepada individu yang berbeda, tentu tidak sama atau adil. Akan tetapi, jika kita memberikan hak yang sesuai dengan keadaan setiap individu yang berhak menerima, tentu akan memberikan keadilan diantara yang berbeda," kata dia dalam rilis yang diterima Harianjogja.com, Rabu (20/7/2022).
ABK merupakan bagian terpenting dari sistem penyelenggaraan pendidikan inkusi. ABK bukan lagi sebagai objek pendidikan melainkan sebagai subjek pendidikan, sehingga harus diperlakukan seperti siswa pada umumnya dan mendapatkan hak yang sesuai kebutuhan ABK tersebut. Berdasarkan kategorisasi yang ditinjau dari sudut pandang psikologi dan layanan pendidikan, maka ABK terdiri dari tunanetra, tunarungu-wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autis, tunaganda, ADHD, gangguan belajar spesifik, CIBI, indigo, dan anak kurang beruntung.
Setelah guru memahami secara teoritis mengenai konsep pendidikan inklusi dan juga karakteristik ABK, narasumber kedua Komarudin, M.Psi.,Psikolog mengajarkan guru untuk melakukan deteksi dini terhadap siswa yang dicurigai sebagai ABK dengan menggunakan instrument observasi yang sudah terstadardisasi.
Guru – guru tampak autusias dalam mengisi lembar observasi dengan membayangkan siswa yang diamati saat proses pembelajaran di kelas. Selanjutnya para peserta berhasil menyusun profile siswa yang dicurigai sebagai ABK sebagai bentuk deteksi dini. Hasil deteksi dini ini diharapkan dapat digunakan pihak sekolah dalam merekomendasikan siswa untuk diasesmen lebih lanjut oleh pihak yang kompeten, sehingga tidak akan muncul lagi justifikasi terhadap siswa di sekolah inklusi.
Reaksi guru-guru ketika diberikan pelatihan tentang pendidikan inklusi dan praktik pendeteksian dini ABK sangat bersemangat dan mereka bertukar cerita kepada narasumber tentang siswa-siswa yang menunjukkan gejala-gejala ABK. Beberapa guru, mengatakan bahwa penjelasan narasumber mengenai pendidikan inklusi dan praktik deteksi dini ABK sangat bermanfaat bagi mereka karena dengan adanya pelatihan tersebut, para guru menjadi lebih paham bukan hanya tentang pendidikan inklusi tetapi memahami karakteristik ABK, menjadi paham apa langkah selanjutnya untuk menindak lanjuti pelayanan terhadap ABK, dan menghasilkan asesmen ABK yang baru untuk menambah ilmu mereka tentang ABK.
Kepala sekolah SD 2 Petir, Ibu Ekowati Purwaningsih, S.Pd mengatakan suasana workshop yang tidak tegang tetapi hidup seperti sedang diskusi serius tetapi dibalut dengan kehangatan didalamnya. "Pelatihan ini harapannya terus dilaksanakan karena memberikan kebermanfaatan antara UNISA Yogyakarta dengan SD 2 Petir," kata dia.
Peneyelenggaraan pelatihan ini juga didukung oleh pengawas SD kapanewon Piyungan Muhammad Jamroni, S.Pd yang turut hadir dan memberikan motivasi kepada tim penyelenggara dan peserta. Ia juga berharap UNISA Yogyakarta semakin maju dan selalu menjadi pilihan masyarakat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Satu-satunya yang Gelar Kampanye Akbar, Heroe-Pena Gandeng 15.000 Kawula Muda
- Jadwal Terbaru KRL Jogja-Solo Jumat 22 November 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu, Lempuyangan dan Maguwo
- Jadwal SIM Keliling di Kulonprogo Jumat 22 November 2024
- Heroe-Pena Optimistis Kantongi 40 Persen Kemenangan
- Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Jumat 22 November 2024: Berangkat dari Palur Jebres, Stasiun Balapan dan Purwosari
Advertisement
Advertisement