Advertisement

Demi Selamatkan Sisa Peradaban, Komunitas Ini Blusukan ke Sawah hingga Permakaman

Sirojul Khafid
Sabtu, 12 November 2022 - 17:07 WIB
Arief Junianto
Demi Selamatkan Sisa Peradaban, Komunitas Ini Blusukan ke Sawah hingga Permakaman Kegiatan Kandang Kebo di Demak Ijo, Sleman, beberapa waktu lalu. - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN - Terkumpul dalam Komunitas Kandang Kebo, para pencinta sejarah ini berupaya mencari, merawat, dan menghidupi situs-situs yang tersebar di Indonesia, khususnya DIY dan Jateng. Nyatanya, banyak penemuan menyedihkan soal keberadaan situs sejarah yang mereka temukan.

Berbincang dengan Harianjogja.com, Selasa (8/11/2022), Pendiri dan Ketua Komunitas Kandang Kebo, Maria Tri Widayati seperti mengajak kembali pada masa penjajahan Belanda.

Advertisement

Dia berkisah, ketika itu, setiap pegawai Belanda yang bertugas di Indonesia harus membuat catatan harian. Isinya kegiatan dan hal-hal yang mereka temukan. Catatan ini ditulis dengan detail, termasuk apabila menemukan arca dan sejenisnya. Apabila tidak bisa memotret, maka bentuknya akan digambar.

Laporan ini bisa diakses secara publik, baik berupa salinan di Indonesia atau yang sudah diunggah oleh museum-museum di Belanda. Berawal dari salah satu catatan inilah, Komunitas Kandang Kebo mencoba menelusuri satu arca yang berada di Sambi Rejo, Prambanan, Sleman, dekat dengan Situs Gupolo.

BACA JUGA: Hingga November, Kerugian akibat Bencana Alam di Sleman Tembus Rp4,8 Miliar

Upaya pencarian pertama tidak berhasil. Penjelajahan tanpa hasil berlangsung sekitar setahun, meski hanya dilakukan di waktu-waktu luang.

Barulah pada 2018, Kandang Kebo secara serius mencarinya. Setelah meminta izin pejabat setempat, yang juga tidak tahu keberadaan arca tersebut, pencarian semakin intens.

Awalnya, lokasi diduga berada di tebing yang curam. Ada yang menggunakan tali untuk turun ke dasar tebing, ada yang memilih memutar jalan. “Akhirnya ketemu, tetapi kondisinya sudah seperti rumah genderuwo. Kami buka tempat itu sudah banyak ular. [Arca berbentuk Ganesha dengan] bagian kaki dan perut, besar banget, mungkin terbesar di Indonesia untuk Ganesha. Ukuran kaki saja lebih besar dari tubuh kita,” kata Maria Tri Widayati, Selasa (8/11/2022).

Sejak lahir pada 2014 lalu, Kandang Kebo memang sering blusukan seperti ini. Pencarian arca, cagar budaya, makam, dan lainnya berawal dari laporan sejarah maupun cerita warga. Kegiatan swadaya ini menguak bahwa masih banyak peninggalan sejarah yang masih belum tercatat.

Komunitas sesama pencinta sejarah di forum Facebook ini awalnya hanya kumpul-kumpul. Kemudian secara rutin dalam waktu luang, mereka blusukan ke berbagai daerah. Di Facebook, sudah ada sekitar 16.100 anggota.

Blusukan di tiap waktu senggang bisa berkisar 20 orang. Adapula agenda tiga bulanan berupa sehari seminar, sehariblusukan bersama.  Peserta agenda tiga bulanan bisa mencapai 100-150 orang.

Semua pendanaan swadaya anggota. Akomodasi peserta selain pengurus inti Kandang Kebo akan ditanggung penyelenggara. Ini sebagai upaya edukasi kepada para pencinta sejarah.

“Bermula dari keprihatinan, dulu banyak yang suka blusukan tapi belum paham dan sembarangan memperlakukan situs sejarah. Akhirnya kami ajak blusukan mengikuti kaidah arkeologi, mana yang boleh, mana yang enggak,” kata Maria yang juga dosen Pariwisata Politeknik API Yogyakarta ini.

Maria pun agak sulit menceritakan kenikmatan dari kegiatan ini. Maria merasa setiap kali bersinggungan dengan berbagai benda kuno, ada benang merah yang menghubugkan benda itu dengan perasaannya.

Sementara soal nama komunitas Kandang Kebo, maria mengakui, nama itu tercipta ketika pertemuan yang bermula di bekas kandang
kerbau milik Maria.

Selain itu, hewan kerbau dalam beberapa relief merupakan jelmaan Buddha yang menyimbolkan kearifan dan kerja keras. Di beberapa daerah seperti Sunda, Minangkabau, sampai NTT Kerbau juga memiliki tempat yang tinggi.

“Hanya di Jawa, kerbau dianggap plonga-plongo [bodoh], itu hanya propaganda Belanda. Mungkin kerbau dianggap bodoh, justru mari belajar bersama,” kata Maria.

Maling Ayam
Penasehat Kandang Kebo, Minta Harsana menambahkan, banyak situs cagar budaya yang terabaikan. Kebanyakan lantaran masyarakat
sekitar tidak tahu.

Oleh sebab itu, kegiatan blusukan yang dilakukan oleh Kandang Kebo adalah untuk mengatahui kondisi terkini dari situs yang pernah tercatat. Apakah masih ada dan melihat kondisi terbarunya.

Meski tidak jarang, blusukan yang seringnya terdiri dari 20 orang ini menemukan situs yang belum tercatat pemerintah setempat. Salah satu contohnya penemuan makam Kyai Demak Ijo yang sudah ada sejak sekitar tahun 1.500-1.600 Masehi.

“Makamnya enggak terawat. Banyak kasus penemuan kaya gitu. Ini penting, menyambung sejarah yang panjang,” kata Minta saat ditemui di rumahnya, Ngalian, Widodomartani, Ngemplak, Sleman.

“Setelah itu kami kerja bakti bersihkan area makam, dan kami undang orang yang kompeten untuk menjelaskan pada masyarakat
sekitar tentang makam itu.”

Apabila Kandang Kebo menemukan situs yang belum tercatat, maka mereka akan melaporkan kepada Dinas Kebudayaan setempat. Harapannya dinas akan mencatat dan kemudian merawatnya. Meski setiap anggota komunitas juga memiliki catatan perjalanan
masing-masing.

Ini sebagai upaya melestarikan situs dengan segala kandungan sejarahnya yang panjang. Mungkin kini laporan ke dinas lebih mudah,
mengingat Kandang Kebo sudah cukup dikenal dan memiliki badan hukum. Berbeda dengan awalawal pendiriannya.

Kegiatan blusukan yang tidak jarang masuk ke perkampungan membuat mereka mendapat berbagai julukan. Dari maling ayam, maling pisang, sampai pencari pesugihan. “Tempat yang keramat justru kami kunjungi, karena ada sesuatu yang dilindungi di situ,” kata Minta.

“Kalau saya sensasinya seperti menyusun puzzle, situs satu dengan lainnya saling terkait. Nemu satu, terus di sana ada lagi ada lagi,” kata Minta, yang saat ini menjadi Dosen Pendidikan Teknik Boga dan Busana UNY.

 

TENTANG KOMUNITAS

Nama komunitas:

Komunitas Kandang Kebo

Berdiri:

2014

Instagram:

komunitas_kandang_kebo,

Facebook:

KANDANG KEBO

Alamat:

Ngalian, Widodomartani, Ngemplak, Sleman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Pastikan Tidak Impor Bawang Merah Meski Harga Naik

News
| Kamis, 25 April 2024, 13:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement