Advertisement

Sarasehan Ketoprak, Ajang Mengenalkan Seni Pertunjukan Tradisional ke Generasi Muda

Media Digital
Kamis, 09 Maret 2023 - 20:27 WIB
Yosef Leon
Sarasehan Ketoprak, Ajang Mengenalkan Seni Pertunjukan Tradisional ke Generasi Muda Suasana sarasehan Ketoprak dengan tajuk 'Ketoprak Dalam Ruang dan Waktu' pada Kamis (9/3/2033) - Harian Jogja

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA– Taman Budaya Yogyakarta (TBY) menyelenggarakan sarasehan Ketoprak dengan tajuk 'Ketoprak Dalam Ruang dan Waktu' pada Kamis (9/3/2033). Dialog lintas generasi yang dihadiri oleh para praktisi, akademisi dan para pelajar ini membahas perjalanan seni pertunjukan ketoprak dari zaman ke zaman kepada generasi muda. 

Kepala TBY Purwiati mengatakan, ketoprak sebagai salah satu jenis sandiwara tradisional Jawa perlu dikenalkan kepada generasi muda sekarang. Dengan tujuan agar regenerasi seniman ketoprak di Jogja terus ada sehingga ketoprak terus lestari dan dinikmati oleh masyarakat luas. 

Advertisement

"Pelaksanaan sarasehan ketoprak diharapkan mampu memberikan manfaat dan edukasi bagi generasi muda, bagaimana perjalanan panjang ketoprak melalui proses ruang dan waktu," kata Purwiati. 

Pihaknya turut mengundang para praktisi, pengajar dan para pelajar dalam sarasehan ini dari seluruh kabupaten/kota di DIY. Acara dikemas secara santai dengan pemaparan berbagai narasumber kemudian dilanjutkan dengan diskusi untuk melihat sejauh mana antusiasme generasi muda terhadap cabang seni pertunjukan itu. 

Pengajar Seni Pertunjukan ISI Jogja Daruni mengatakan, perempuan belum dilibatkan di era awal munculnya ketoprak sebagai seni komersial. Hal ini terjadi akibat budaya patriarki yang menganggap seni pertunjukan merupakan ranah laki-laki lantaran dunia ketoprak yang dinilai keras dan dipertontonkan. 

"Banyak orang menganggap bahwa tidak pantas perempuan jadi tontonan. Ranah publik itu domainnya laki-laki dan perempuan hanya di batas urusan domestik," katanya. 

Di masa itu pula, peran perempuan biasanya diambil oleh laki-laki yang dikenal dengan istilah crossgender. Karakteristik perempuan yang ditampilkan dalam ketoprak pada saat itu cenderung mengarah pada sosok yang mengabdi, pelayanan dan berbakti kepada suami. 

"Kemudian di era 2000 an perkembangan sudah semakin pesat, banyak perempuan yang terjun ke ketoprak tidak hanya sebagai pemain tapi juga bos, pimpinan dan sebagainya. Peran yang dimainkan juga beragam mulai dari manja, anggun, galak, lembut, kuat, cerdas, penggoda dan seram," kata dia. 

Praktisi ketoprak RRI Sugiman Dwi Nurseto menjelaskan, belakangan perkembangan ketoprak semakin menunjukkan bahwa bidang seni ini sangat fleksibel dan mau beradaptasi dengan kemajuan zaman. Dirinya masih ingat sewaktu mendengar siaran ketoprak di radio pada era 1960 an silam di mana penggunaan sound efek masih manual. 

BACA JUGA: Lahan Bekas Lokasi Prostitusi di Bantaran Kali Gajahwong Diminta Dibangun Masjid

"Misalnya ada adegan petir itu ya pakai seng yang dipukul. Kalau sekarang kan sudah sepenuhnya elektronik," ucap dia. 

Sugiman membagi perkembangan ketoprak radio menjadi tiga babak yakni era 1960-1970 an kemudian era 1989 an dan terakhir di era modern pada awal 2000 an. Setiap babak disebutnya punya ciri khas dan gaya pembawaan masing-masing sesuai dengan semangat zaman. Menurut dia, adaptasi terhadap perkembangan zaman ini harus terus diadopsi dalam ketoprak agar tetap eksis. 

"Yang paling penting adalah nilai yang diusung dalam ketoprak yang jangan hilang mulai dari kebersamaan, unggah ungguh, dan menghormati. Kalau kemasannya tidak apa-apa berubah," kata dia. 

Seniman ketoprak lainnya Ari Purnomo berpendapat, di era digital dan sosial media seperti sekarang insan ketoprak mestinya mampu menghadirkan 'panggung' ke depan penonton. Lewat platform sosial media yang lebih bersahabat dengan generasi, maka ketoprak berpeluang lebih besar untuk tetap dinikmati. 

"Artinya sebagai pelaku, kita harus mau dan peka dengan selera penonton. Ketika penonton sulit datang, kita yang menghadirkan pertunjukan ke penonton. Membawa panggung ke hadapan penonton," katanya. 

Menurut Ari, pembabakan media dalam pertunjukan ketoprak bisa diklasifikasikan menjadi beberapa macam yang dimulai dari sawah, halaman rumah, pendapa, panggung, radio dan TV dan sekarang memanfaatkan sosial media. "Orang sekarang bisa menikmati ketoprak di mana saja dan kapan saja. Ketoprak harus mau adaptasi dengan ruang dan waktu kalau tidak mau ditinggalkan terutama kepada milenial," pungkas Ari. (ADV)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement