Angka Kematian Bayi di Gunungkidul Turun Selama 2 Tahun Terakhir
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul menyampaikan bahwa jumlah kematian bayi selama dua tahun terakhir turun. Penurunan ini tidak terlepas dari berbagai program intervensi pemerintah setempat.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Gunungkidul, Diah Prasetyorini mengatakan jumlah kematian bayi tahun 2022 mencapai 81 orang.
Advertisement
“Kalau jumlah kematian bayi tahun 2023 ada 71 orang. Ada penurunan. Tapi jumlah kematian ibu meningkat dari empat orang jadi lima orang, itu dua tahun terakhir,” kata Diah ditemui di Kantornya, Senin (15/1/2024).
Kematian bayi tahun 2022 kebanyakan disebabkan oleh asfiksia atau keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin seringkali akan mengalami asfiksia sesudah persalinan.
Gawat janin atau fetal distress adalah kondisi yang menandakan bahwa janin kekurangan oksigen selama masa kehamilan atau saat persalinan.
Kemudian, kematian bayi tahun 2023 kebanyakan disebabkan oleh kelainan kongenital atau kelainan bawaan.
Sedangkan untuk kematian ibu tahun 2023 lebih banyak disebabkan kondisi akibat dari peningkatan tekanan darah di usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau preeklamsia. Hal ini menyebabkan persalinan dilakukan secara tidak normal.
“Sebab kematian ibu tahun lalu kebanyakan karena preeklamsia-eklamsia. Intinya adalah peningkatan tekanan darah atau kelebihan protein pada urine yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu,” katanya.
BACA JUGA: Angka Adopsi Anak di Gunungkidul Meningkat
Dia menjelaskan peningkatan tekanan darah tidak dapat diprediksi. Situasi ini mengarah pada kondisi preeklamsia. Apabila preeklamsia tidak dikendalikan maka dapat berubah menjadi eklamsia. Jika terjadi eklamsia maka potensi kematian ibu dan janin meningkat.
Dia mengatakan ibu hamil perlu memeriksakan kehamilan minimal enam kali. Dengan begitu ada preeklamsia dapat dideteksi lebih awal. Penanganannya pun dapat segera dilakukan.
“Kalau periksa kehamilan saja tidak mau ya bagaimana tahu ada mengarah preeklamsia atau tidak,” ucapnya.
Salah satu kendala yang membuat ibu hamil tidak mau memeriksakan kehamilannya karena terjadi kehamilan tidak diinginkan (KTD). Situasi tersebut membuat ibu tidak peduli terhadap kehamilannya. Begitupun jika suami tidak peduli terhadap kehamilan istri. “Suami yang tidak aware juga membuat ibu hamil tidak mendapat perhatian,” lanjutnya.
Lebih jauh, Diah menjelaskan Pemkab Gunungkidul terus berupaya menurunkan jumlah kematian ibu dan bayi. Salah satu upaya yang ditempuh yaitu pengembangan layanan telemedicine. Teknologi telemedicine merupakan sebuah layanan kesehatan jarak jauh untuk memudahkan konsultasi antara pasien dan dokter.
Sebelumnya, Plt Kepala Dinkes Gunungkidul, Dewi Irawaty mengatakan melalui pemanfaatan jaringan teknologi dan informasi maka pasien dan dokter di puskesmas yang memeriksa pasien secara langsung dapat terhubung dengan dokter spesialis di RSUD Wonosari sehingga bisa memantau, memeriksa dan saling berkonsultasi secara daring.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Anies Baswedan Diprediksi Mampu Dongkrak Elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal SIM Keliling di Kulonprogo Kamis 21 November 2024
- Prakiraan Cuaca Hari Ini di Jogja dan Sekitarnya, BMKG: Masih Didera Hujan
- Jelang Pilkada Sleman, Harda-Danang Gelar Silaturahmi dengan Ponpes Wahid Hasyim
- Jadwal dan Lokasi Bus SIM Keliling Kota Jogja Kamis 21 November 2024
- Jalur Trans Jogja ke Sejumlah Mall dan Kampus di Jogja
Advertisement
Advertisement