Advertisement

Menuai Kebaikan dari Lebah Madu Kedungpoh Lor Gunungkidul

Media Digital
Rabu, 31 Januari 2024 - 22:47 WIB
Maya Herawati
Menuai Kebaikan dari Lebah Madu Kedungpoh Lor Gunungkidul Wasito petani lebah madu di Kedungpoh Lor, Kedungpoh, Nglipar, Gunungkidul. - Harian Jogja - Sirojul Khafid

Advertisement

GUNUNGKIDUL—Bertani lebah madu bisa menyadarkan masyarakat akan pentingnya kelestarian alam. Semakin hijau hutan dan kampung, sebanyak banyak juga berkah yang masyarakat dapatkan.

“Selama 25 tahun menjadi petani lebah madu, mungkin sudah lebih dari 25.000 sengatan lebah saya terima,” kata Wasito, Selasa (19/12/2023).

Advertisement

Lebah tidak punya kompromi. Saat kamu mendekati stup atau kotak yang menjadi rumahnya, mereka akan menyerang. Sengatan demi sengatan menjadi teman akrab Wasito dalam bertani. Paling banyak, dia pernah disengat 150 lebah dalam sekali waktu. Lantaran yang menyengat lebah budi daya, dampaknya "hanya" panas dingin.

Ada pengalaman lain tentang sengatan 45 lebah yang membuat Wasito sampai pingsan. Saat dia sedang berada di hutan dan tidak sengaja membuka sarang lebah ndas atau vespa affinis dekat pohon, dia diserang. Berbeda dengan lebah ternak seperti cerana dan mellifera, lebah ndas merupakan predator sesama lebah. Dampak sengatannya lebih tinggi.

Di kampung Wasito yang berada di Kedungpoh Lor, Kedungpoh, Nglipar, Gunungkidul memang hutan rakyatnya cukup lebat. Kondisi yang sangat berbeda dari era tahun 1970-an. Kala itu, wilayah kampung dan sekitarnya gundul dan gersang. “Belum ada tanaman sedikitpun saat itu. Memasuki sekitar tahun 1981, kami adakan kelompok untuk menanam tanaman penghijauan,” kata laki-laki berusia 69 tahun itu.

Penanaman pohon di hutan rakyat itu membuahkan hasil. Perlahan, lahan menjadi hijau dengan berbagai jenis pohon. Lebah yang memang sudah ada sejak dulu nampaknya semakin gembira. Cadangan makanannya semakin melimpah. Bunga dari pohon buah dan pohon keras menjadi makanan favoritnya. Memasuki tahun 1995, Wasito mengikuti lomba hutan rakyat dan menjadi juara satu tingkat Provinsi DIY.

Dia mendapat ‘hadiah’ berupa pelatihan tentang bertani lebah di Gringsing, Batang, Jawa Tengah selama 15 hari. Ilmu itu yang kemudian dia bawa pulang kampung untuk dipraktekkan. Merasa manfaatnya cukup baik, Wasito yang kala itu masih seusia sekolah menengah pertama mengajak teman-temannya untuk turut bertani lebah madu. Kelompok pertemanan ini yang kemudian menjadi cikal-bakal Kelompok Tani Hutan (KTH) Sari Alami.

Saat awal berhubungan intens dengan lebah, Wasito dan teman-temannya sempat merasa takut. Terlebih pemahaman apabila sengatan lebah bisa terasa sakit dan berbahaya. Namun seiring akrab dan terbiasa dengan sengatan lebah, justru mereka kini merasakan manfaatnya. “Setiap disengat lebah, semakin bertambah daya tahan tubuh, selama jumlahnya masih wajar,” kata Wasito. “Saat menjadi petani lebah juga, semakin tahu manfaat madu yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakatnya.”

 

Memanen Madu, Memanen Kolaborasi

Siang itu, anak Wasito mengenakan baju pelindung yang menutupi kepala dan setengah badannya. Di bagian kepala, terdapat jaring untuk membantu penglihatan, sekaligus menangkal sengatan lebah. Dia hendak memanen madu dari beberapa stup yang ada di depan rumah. Wasito memantau dari dekat. Dengan langkah yang kadang terlihat berat, Wasito memberikan beberapa instruksi pada anaknya.

Proses memanen mulai dari mengambil madu di dalam stup. Kemudian proses selanjutnya berupa pemotongan madu yang sudah matang. Setelah itu, ada proses diperas, disaring, dan dimasukkan ke dalam botol. Apabila makan langsung hasil produksinya, rasa madu cenderung manis. Bagi yang tidak terbiasa dengan makanan manis, rasa madu panenan lebah Wasito bisa memberikan efek seperti ‘pusing’ beberapa detik.

“Pertama kali [bertani madu] bukan dari jenis lebah cerana. [Awalnya kami] bawa bibit dari Gringsing jenis lebah mellifera sejumlah enam kotak. Karena pakan lebah belum memadai, hanya bertahan enam bulan dan punah,” kata Wasito.

Menggandeng akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), KTH Sari Alami semakin mengembangkan budidaya lebah madu cerana. Termasuk dari sisi pangan, mereka semakin banyak menanam pohon yang bunganya bisa ada sepanjang tahun. Beberapa jenis pohon tidak berbunga dalam bulan-bulan tertentu, sehingga ditambal dengan bunga dari pohon lain.

Tim Peneliti dari Fakultas Biologi UGM Jogja, Hari Purwanto, mengatakan pertama kali berkenalan dengan para petani lebah madu di Kedungpoh Lor, saat mereka sedang meneliti nyamuk di Gunungkidul. Perkenalan dan perbincangan memunculkan potensi kolaborasi, dengan para dosen UGM memberikan ilmu, sementara para petani dalam hal implementasinya.

BACA JUGA: Bupati Gunungkidul Minta Batas Kelok 18 Harus Dipertegas

Menurut Hari, kala itu pertanian madu di Kedungpoh Lor masih semi tradisional, meski sudah menggunakan peti sebagai rumah lebahnya. Saat hendak menambah koloni lebah, para petani masih mengambil lebah dari hutan untuk kemudian mereka ternakkan.

“Hal ini tidak ramah lingkungan, perburuan koloni di alam akan mengurangi jumlah lebah. Kami mengajak rekan-rekan di sana untuk mencoba membudidayakan koloni lebah madu dan memecahnya, serta membaginya. Sehingga mendapatkan koloni baru tanpa perlu pergi [dan mengambil lebah] ke hutan,” katanya.

Di samping itu, para peneliti dari UGM juga membantu meningkatkan kualitas hasil produksi madu. Dari sisi pakan, mereka mencarikan jenis pohon yang bisa ditanam di Kedungpoh Lor, yang sekiranya bisa berbunga sepanjang tahun. Sehingga stok pangan lebah tercukupi.

Kolaborasi UGM dan masyarakat Kedungpoh Lor juga merambah pada praktik pembelajaran dan pengabdian. Dosen dan mahasiswa tidak jarang berkunjung dan saling berbagi ilmu ke Kedungpoh Lor.

“Hubungan baik ini misal dengan kuliah kerja nyata atau program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Kolaborasi dengan masyarakat agar potensi yang ada bisa tewujud dan dikembangkan,” kata Hari. “Dari potensi sumber daya manusia di UGM, serta potensi pertanian madu di Kedungpoh Lor, perlu ada pendanaan dari pihak ketiga, dan kami dekat dengan PLN, sehingga kami mengajak PLN untuk berkolaborasi.”

General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jateng—DIY, Adi Dwi Laksono, mengatakan program corporate social responsibility (CSR) masuk ke Kedungpoh Lor sejak 2018. PLN melihat adanya potensi perkembangbiakan lebah madu yang bisa semakin dikembangkan. Dengan CSR yang menyasar para kelompok masyarakat, tujuannya bisa meningkatkan produktivitas serta memberdayakan masyarakat. Akhirnya, semua ini bisa berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

CSR PLN lebih kepada program jangka panjang. Bukan pemberian bantuan yang sekali pakai akan habis. “Ada bantuan dari mulai pelatihan, pendampingan, nanti harapannya kelompok masyarakat Kampung Madu bisa secara mandiri meningkatkan produktivitasnya, sehingga masyarakat di Kedungpoh Lor bisa mencapai level sejahtera,” kata Adi. “Total nilai CSR sebesar Rp700 juta. Tidak diberikan sekaligus, tapi bertahap. Sembari memantau progresnya, agar bener-bener memberikan manfaat dan kesejahteraan.”

Melesat Tinggi

Jalan yang sudah Wasito buka puluhan tahun lalu, serta kolaborasi yang semakin kuat dari dukungan UGM dan PLN, membuat produktivitas para petani semakin meningkat. Wasito dan teman-teman petani madunya kini sudah bisa membuat koloni lebah sendiri. Pohon dari bantuan CSR juga sudah bisa menjadi pakan lebah, bahkan untuk sepanjang tahun. Dalam cuaca dan musim yang bagus, sebulan Wasito pernah memanen hingga satu kwintal madu. Harga satu kilogram madu bisa mencapai ratusan ribu rupiah.

Dari produksi yang sudah ada, permintaan pasar selalu tinggi. Tidak jarang dari sebelum madu dipanen, sudah ada pedagang atau pembeli yang memesan hasil produksi KTH Sari Alami. Permintaan dari pasar belum pernah kurang, justru produksi yang kadang tidak bisa memenuhi. Tidak semua musim baik untuk tumbuh kembang lebah, terutama musim puncak kemarau atau penghujan. Perlu kestabilan cuaca agar bunga sebagai pakan lebah bisa tumbuh baik.

Dari 207 kepala keluarga di dusun Kedungpoh Lor, sekitar 80 persen memelihara lebah. Satu rumah bisa hanya satu stup, namun ada juga yang sampai puluhan, tergantung kadar kemampuan. Sementara untuk anggota KTH Sari Alami sekitar 41 orang. Wasito dan teman-temannya di KTH berusaha memperbanyak anggota. Mereka juga sedang dalam proses memperbanyak lebah.

“Pasar untuk madu sangat potensial. Harganya jarang turun, justru cenderung naik,” katanya.

Melanjutkan Generasi

Menanam pohon sejak puluhan tahun lalu, kini bisa Wasito bisa memanen hasilnya. Tidak hanya untuk dirinya pribadi, namun juga untuk masyarakat sekitar. Apabila kita berkunjung ke Kedungpoh Lor, pemandangan hijau dari pepohonan akan mendominasi penglihatan. Wasito sudah 69 tahun. Kini anaknya juga melanjutkan budidaya lebah madu.

Dengan ilmu yang banyak tersebut, Wasito kerap menerima kunjungan atau undangan untuk berbagi ilmu tentang perlebahan. Beberapa kunjungan dan undangan berasal dari Gunungkidul, Klaten, Magetan, sampai Sumbawa. Dalam waktu ke depan, akan ada rencana pembuatan wisata edukasi yang berpusat di Kedungpoh Lor.

Budidaya lebah madu semakin bermanfaat, tidak hanya pada ekonomi, tapi juga kelestarian hutan sekitar. “Semakin lestari lingkungan, semakin banyak juga keberkahan untuk manusia. Masyarakat tidak mengambil hasil hutan berupa kayu tapi madunya,” kata Ketua KTH Sari Alami tersebut. “Itulah, dari yang dahulu takut disengat lebah, sekarang kalau panen madu tapi tidak disengat, justru ada yang kurang, kecewa.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Perhatikan! Per 1 Mei 2024 Pengajuan Berkas Kasasi dan PK di MA Wajib Daring

News
| Minggu, 28 April 2024, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement