Advertisement

Promo November

Fenomena Job Hopping pada Generasi Z Mempengaruhi Tingginya Pengangguran di Bantul

Stefani Yulindriani Ria S. R
Selasa, 04 Juni 2024 - 11:37 WIB
Lajeng Padmaratri
Fenomena Job Hopping pada Generasi Z Mempengaruhi Tingginya Pengangguran di Bantul Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL–Jumlah pengangguran terbuka tahun 2023 di Bantul masih tinggi. Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul menilai fenomena job hopping yang terjadi pada kalangan generasi Z dinilai cukup berpengaruh pada tingginya jumlah pengangguran terbuka.

Badan Pusat Statistik (BPS) Bantul mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Bantul dalam tiga tahun belakangan mengalami penurunan. TPT Bantul tahun 2021 berada pada 4,04 persen, tahun 2022 menurun menjadi 3,97 persen, dan tahun 2023 kembali menurun menjadi 3,78 persen. Meski mengalami penurunan, jumlah angkatan kerja tahun 2023 yang merupakan pengangguran terbuka mencapai 13.920 orang laki-laki dan 8.863 orang perempuan atau 22.783 orang. 

Advertisement

BACA JUGA: Senin Depan, Pemkal Srimulyo dan DLH Bantul Ketemu Warga Terkait Rencana Pembangunan TPSS

Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja, Perluasan Kesempatan Kerja dan Transmigrasi, Disnakertrans Bantul, Rumiyati  menyampaikan jumlah penganggur yang termasuk TPT tahun 2023 sebagian besar merupakan kelompok usia produktif. Sebagian besar di antaranya merupakan generasi Z atau kelompok usia produktif yang lahir dalam rentang 1997-2012. Dia menilai fenomena generasi Z yang berpindah-pindah pekerjaan dalam waktu yang relatif singkat atau yang dikenal dengan job hopping berpengaruh pada tingginya TPT Bantul tahun 2023. 

“Rata-rata mereka [generasi Z] hanya bekerja sekitar 1-3 bulan, kalau tidak cocok [dengan pekerjaan] akan keluar [dari pekerjaan],” ujarnya saat ditemui di ruangannya, Selasa (4/6/2024). 

Rumi, sapaannya, menuturkan, berdasarkan pemantauan yang dilakukannya pada beberapa perusahaan penyedia lapangan pekerjaan di Bantul, generasi Z cenderung tidak tahan terhadap tekanan pekerjaan. Dia menambahkan apabila diberikan tekanan yang cukup berat, maka sebagian besar mereka cenderung memilih keluar dari pekerjaannya. 

“Mereka sulit untuk diminta kerja sedikit keras. Mereka akan betah kalau nyaman dalam pekerjaannya,” imbuhnya. 

Rumi mengatakan, pihaknya menyelenggarakan beberapa program pelatihan untuk memberikan bekal kemampuan bagi tenaga kerja usia produktif untuk mampu menghadapi tuntutan pekerjaan yang ada dalam dunia kerja. Menurutnya, apabila tenaga kerja dibekali dengan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan, fenomena tersebut dapat teratasi. 

Selain itu, dia menuturkan pihaknya telah menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan di dalam dan luar Bantul untuk meningkatkan serapan tenaga kerja tahun 2024. Daerah lain yang cukup banyak diminati pekerja Bantul antara lain Kota Batam. Upah Minimum Kota (UMK) Batam tahun ini yang mencapai Rp4,6 juta dinilai menjadi daya tarik bagi pekerja asal Bantul.  

Sementara pada tahun 2024 ini, Disnakertrans Bantul juga menargetkan serapan tenaga kerja mencapai 3,5 ribu orang. Menurut Rumi, hingga triwulan pertama tahun 2024 telah ada sekitar 2 ribu orang pengangguran yang terserap dalam berbagai sektor lapangan pekerjaan. 

Sementara Argo Seno, 22, warga Tamanan, Banguntapan mengaku telah menganggur sejak Juli 2023. Dia mengaku sebelumnya telah berganti pekerjaan di sektor informal sekitar 2-3 kali. Dia yang merupakan lulusan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta jurusan Teknik Kendaraan Ringan di Bantul mengaku beberapa tawaran pekerjaan yang ada di Bantul menawarkan upah di bawah upah minimum kabupaten (UMK) Bantul. Padahal menurutnya, UMK Bantul cukup rendah dibandingkan dengan biaya hidup yang dikeluarkannya setiap bulan.

“Ada beberapa kerjaan di bengkel yang saya coba lamar, tapi gajinya rendah, di bawah UMK. Ini masih nyari [pekerjaan],” katanya. 

Dia menceritakan sebelumnya, dia bekerja di salah satu bengkel di daerah Sewon. Namun menurutnya, dia sering bekerja melebihi jam kerja yang telah ditetapkan. Meski begitu, upah yang diterimanya juga tidak berbeda dari yang telah disepakati. 

“Dulu kerjanya dari jam 08.00-17.00 WIB, tapi kadang sampai 17.30 WIB baru selesai [pekerjaan],” katanya.

BACA JUGA: Belajar Pengelolaan Media Massa, Puluhan Mahasiswa Bengkel Jurnalistik USD Datangi Harian Jogja

Sementara Joko Saputra, 26, warga Panggungharjo, Sewon  yang merupakan lulusan sarjana Ilmu Ekonomi dari salah satu perguruan tinggi swasta di Sleman. Dia mengaku telah menganggur sejak setahun belakangan. Dia mengaku sebelumnya sempat bekerja di salah satu perusahaan swasta di Bantul. Meski begitu, menurutnya, gaji yang diberikan masih di bawah UMK Bantul, sehingga dia memilih untuk mencari pekerjaan lain. 

“Upahnya di bawah standar [UMK]. Beban kerjanya enggak tinggi sih, tapi kerjanya juga sering lebih dari jam kerja. Coba cari yang lain, yang sesuai,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan

News
| Jum'at, 22 November 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement