Sejak Awal Tahun Ada 21 Kasus Leptospirosis di Gunungkidul
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul mencatat ada 21 kasus leptospirosis tanpa kematian sejak awal tahun hingga November 2024. Adapun lima wilayah lokus kasus ada di Kapanewon Nglipar, Semin, Tanjungsari, Tepus, dan Karangmojo.
Kepala Dinkes Gunungkidul, Ismono mengatakan Kapanewon Nglipar menjadi wilayah dengan kasus paling banyak. Hanya, dia belum dapat menyebutkan angka persisnya.
Advertisement
Penambahan kasus tersebut tergolong pesat. Pasalnya, per Juli 2024, ada 16 kasus. Hanya dalam waktu sekitar tiga bulan, ada penambahan lima kasus leptospirosis. Angka kasus tersebut cenderung meningkat sejak 2021.
Pada 2021, ada 17 kasus leptospirosis dengan empat kematian. Pada 2022, ada 34 kasus dengan lima kematian. Pada 2023, ada 84 kasus dengan empat kematian.
BACA JUGA: Ini Daftar Selebritas yang Pernah Terseret Kasus Judi Online
Guna menekan angka kasus, Dinkes terus meningkatkan kapasitas petugas kesehatan. Penyelidikan Epidemiologi (PE) juga dilakukan sebagai antisipasi apabila ada penularan. Selain itu, ada penyiapan logistik obat dan deteksi dini.
“Deteksi dini dan pengobatan secepat mungkin adalah pilihan yang terbaik untuk mencegah komplikasi. Faskes sudah tersedia obat dan rapid test leptospira sebagai penunjang deteksi dini,” kata Ismono dihubungi, Selasa (12/11/2024).
Ismono mengaku masyarakat perlu mewaspadai penyebaran bakteri leptospira agar tidak terjangkit. Seseorang yang terkena bakteri tersebut akan mengalami demam, nyeri sendi dan otot utamanya di bagian betis, berkurangnya air kencing sekaligus berwarna keruh, dan suffusi konjungtiva.
Disinggung ihwal persebaran bakteri leptospira ketika musim hujan, Ismono menegaskan genangan air dapat menjadi media penyebaran bakteri tersebut. Sebab itu, dia menekankan agar petani waspada. Sebab, petani lebih sering berada di sekitaran air.
“Lepto terkait dengan media penularan adalah air atau genangan air. Hewan penularnya yaitu tikus. Populasi tikus paling banyak di sawah atau ladang, sehingga risiko lebih banyak di petani,” katanya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan Zoonosis Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Gunungkidul, Yuyun Ika Pratiwi mengaku Dinkes tidak memiliki program pemberantasan tikus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Pohon Tumbang Timpa Sejumlah Kendaraan dan Fasilitas Umum di Lapangan Minggiran Jogja
- Sindikasi Jogja Sebut 85,63 Persen Pekerja di Sektor Ekonomi Kreatif Terima Upah di Bawah UMK
- Atlet UAJY Borong Medali Emas dan Perunggu di Kejuaraan Wushu di China
- Dikritik karena Bias Gender, KPU Jogja Minta Maaf dan Bakal Ganti Maskot Pilkada 2024
- Populasi Sapi Perah di Bantul Menipis, DKPP Harap Ada Bantuan dari Kementan
Advertisement
Advertisement