Advertisement

Groundsill Srandakan Ambrol Diduga Karena Penambangan Pasir, APH Diminta Tindak Tegas Penambang Ilegal

Stefani Yulindriani Ria S. R
Rabu, 29 Januari 2025 - 12:17 WIB
Ujang Hasanudin
Groundsill Srandakan Ambrol Diduga Karena Penambangan Pasir, APH Diminta Tindak Tegas Penambang Ilegal Kondisi bangunan dam dan groundsill Sungai Progo yang jebol, Selasa (28/1/2025). - Harian Jogja - Arief Junianto

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL–Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo menyebut jebolnya groundsill Srandakan dipicu karena penambangan pasir di Sungai Progo yang masif. Kelompok Penambang Progo (KPP) meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) menindak tegas penambang pasir ilegal yang masih beroperasi.

Pengurus KPP, Yunianto mengaku penambangan pasir yang masif terjadi di Sungai Progo disebabkan karena masih ada puluhan penambang pasir ilegal yang beroperasi di puluhan titik Sungai Progo. Menurut Yunianto, penambang pasir ilegal tersebut masih menambang dengan mesin sedot yang tidak sesuai aturan. 

Advertisement

“Sekarang penambang rata-rata [menggunakan mesin sedot] di atas 30 horse power,” ujarnya, Rabu (29/1/2025).

Padahal, penggunaan mesin sedot untuk penambangan rakyat di DIY diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Peraturan Gubernur (Pergub) DIY No.110/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Izin Pertambangan Rakyat diatur penggunaan tenaga permesinan dalam kegiatan pertambangan rakyat dibatasi dengan tenaga maksimal 25 horse power.

Selain itu, Yunianto menuturkan puluhan penambang pasir tersebut menambang di zona merah atau zona larangan menambang pasir di Bendung Kamijoro, Kaliwiru, Sentolo, Kulonprogo.

“Zona merah sesuai aturan kalau nambang di atas instalasi vital negara jaraknya 500 meter, disana [penambangan pasir] jaraknya sekitar 300 meter,” katanya. 

BACA JUGA: Groundsill Srandakan Ambrol, Jembatan Progo Terancam

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengairan Nomor 176/KPTS/A/1987 tentang Petunjuk Galian Golongan C di sungai, diatur bahwa lokasi penambangan yang diperbolehkan berada di sebelah hulu bangunan sungai, seperti jembatan atau bendungan, harus berjarak minimal 500 meter dari bangunan tersebut. Sementara itu, untuk lokasi penambangan di sebelah hilir, jarak minimal yang ditetapkan adalah 1.000 meter dari bangunan.

Dia mengaku penambangan ilegal tersebut telah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Yunianto bersama dengan anggota KPP telah menolak keberadaan penambangan ilegal tersebut sejak 2022, namun menurutnya praktik penambangan masih ilegal masih terjadi di sana hingga saat ini. 

“Dari APH tidak ada [penindakan]. Saya dari KPP sudah mengirim surat ke Gubernur dan Kapolda [DIY] untuk menghentikan penambangan di zona merah,” ujarnya. 

Sementara Yunianto pun berharap groundsill Srandakan segera diperbaiki. Karena dia pun menduga apabila groundsill tersebut tidak diperbaiki, maka akan mempengaruhi struktur Jembatan Srandakan. 

“Kalau diperbaiki [groundsill Srandakan], tapi masih ada penambangan di zona merah sama saja [akan rusak kembali groundsill Srandakan],” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Menteri ATR/BPN Copot 6 Pejabat yang Terlibat Kasus Pagar Laut Tangerang, Ini Daftarnya

News
| Kamis, 30 Januari 2025, 14:47 WIB

Advertisement

alt

Hindari Macet dengan Liburan Staycation, Ini Tipsnya

Wisata
| Senin, 27 Januari 2025, 18:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement