BACA JUGA: Pembangunan Taman Budaya Sleman Dilanjutkan 2026Nilai ekspor kelapa saat ini ditaksir baru menyentuh angka sekitar Rp26 triliun dari kelapa mentah. Padahal dengan hilirisasi yang tepat dan pengolahan di dalam negeri, nilainya diprediksi bisa tembus hingga Rp2.600 triliun.
Lompatan nilai ini menjadi momentum strategis dalam memperkuat ekonomi pertanian nasional. Karenanya pemerintah diharapkan menyiapkan sejumlah program untuk mendorong percepatan hilirisasi.
Dijelaskan Umar, hilirisasi bukan hanya soal mengolah bahan baku utama, tetapi juga berbicara soal pemanfaatan hasil samping yang saat ini belum optimal. Memang, produk utama seperti minyak kelapa dan VCO kata Umar bisa dikembangkan lebih lanjut misalnya melalui industri oleokimia. Namun, air kelapa, sabut, tempurung, hingga kulit ari (testa) dapat diolah menjadi produk bernilai tambah.
Potensi-potensi di atas dinilai Umar dapat membuka ruang besar bagi industri kreatif dan inovasi berbasis sumber daya lokal. Dengan pemanfaatan yang tepat, hilirisasi bisa menjadi motor penggerak kesejahteraan petani.
"Kalau ini diproses menjadi produk setengah jadi atau produk jadi dan diindustrikan, tentunya akan meningkatkan nilai tambah yang akhirnya menambah pendapatan industri dan petaninya," jelasnya.
Kendati teknologi pengolahannya sudah tersedia, Umar menilai tantangan utama ke depan dalam hilirisasi komoditas kelapa adalah keberlanjutan bahan baku. Menurutnya, peningkatan budidaya melalui program replanting di tingkat on farm menjadi hal yang sangat penting.
Terlebih di dalam negeri permintaan kelapa segar dan santan juga tinggi sehingga harus bersaing dengan kebutuhan ekspor. Situasi tersebut dinilai Umat menuntut adanya perencanaan yang matang agar produksi tetap terjaga dalam jangka panjang. Tanpa langkah tersebut, hilirisasi berisiko terhambat oleh keterbatasan bahan baku.
"Tantangan ke depan saya kira ada pada keberlanjutan bahan baku, karena itu peningkatan produksi melalui replanting harus menjadi prioritas," tegasnya.
Dari sisi kebijakan, Umar mengatakan pentingnya mengoptimalkan peran kementerian terkait serta memperkuat industri yang sudah ada. Aspirasi petani harus didengar agar kebijakan hilirisasi benar-benar berpihak pada kesejahteraan mereka.
Pemerintah lanjut Umar harus hadir secara konsisten dalam mengawal pelaksanaan program ini. Dengan begitu, manfaat hilirisasi tidak hanya terpusat pada industri besar, tetapi juga merata ke seluruh lapisan masyarakat.
Di sisi lain, Umar juga menyoroti pentingnya keterlibatan petani dalam rantai nilai industri kelapa. Umar bilang jangan sampai keuntungan besar hanya dinikmati oleh perusahaan, sementara petani tidak mendapat bagian yang layak. Partisipasi petani perlu dijamin sejak awal agar kesejahteraan mereka tidak terabaikan. Model kemitraan yang adil dan transparan bisa menjadi salah satu solusi.
"Usahakan petani juga punya saham atau diikutkan dalam usaha industri kelapa, jangan sampai perusahaan besar untung sementara petani tidak kebagian," tuturnya.
Di akhir Umar menegaskan bahwa keberhasilan hilirisasi komoditas kelapa nantinya tidak hanya mendatangkan devisa, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Karenanya dengan sinergi semua pihak, pohon kelapa bisa benar-benar menjadi simbol kesejahteraan bangsa.
"Harapan kami, program besar hilirisasi kelapa ke depan sukses, bisa meningkatkan pendapatan petani, industri, mendatangkan devisa, tapi juga tetap memenuhi kebutuhan domestik," tukasnya.