Advertisement
Pembiayaan Sertifikasi Halal di Bantul Dipangkas, UMKM Terdampak

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL - Program fasilitasi sertifikat halal reguler dari Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian, dan Perdagangan (DKUKMPP) Bantul tahun ini mengalami penurunan signifikan.
Jika pada 2024 pemerintah daerah mampu membiayai 70 sertifikat, kini jumlahnya hanya 25 karena adanya efisiensi anggaran.
Advertisement
Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan Ahli Muda DKUKMPP Bantul, Heri Saptono, mengatakan keterbatasan dana membuat pihaknya hanya bisa menyeleksi sebagian UMKM.
“Tahun ini kami hanya bisa memfasilitasi 25 UMKM untuk membuat sertifikat halal reguler secara gratis. Tahun lalu bisa 70 karena anggarannya tidak terkena efisiensi,” ujarnya, Jumat (12/9).
Ia menjelaskan, prioritas memang diberikan pada jalur reguler karena prosesnya lebih rumit dan biayanya lebih mahal dibandingkan self declare. Sementara itu, sertifikat halal self declare sebagian besar sudah ditangani pemerintah pusat melalui BPJPH.
“Self declare biasanya untuk usaha musiman, seperti produksi saat lebaran atau ketika panen bahan tertentu. Sedangkan reguler lebih sesuai untuk usaha yang berproduksi rutin seperti warung makan atau katering,” kata Heri.
BACA JUGA: Bupati Larang Pejabat di Bantul Flexing
Hingga saat ini, hampir semua dari 25 sertifikat halal reguler yang difasilitasi telah terbit. Produk yang difasilitasi mayoritas berupa makanan dan jamu, sementara kategori lain seperti kosmetik, sandang, atau kulit belum menjadi fokus karena kebutuhan produk pangan masih mendominasi.
Selain sertifikat halal, DKUKMPP Bantul juga menyediakan fasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tahun ini terdapat 25 sertifikat halal reguler dan 25 HKI yang dibiayai, dengan total anggaran sekitar Rp195 juta.
“Kalau sudah punya produk halal, sekalian kami dorong untuk daftar merek ke HKI, supaya tidak dipakai orang lain,” tambahnya.
Dalam praktiknya, pendampingan sertifikat halal dilakukan dengan bantuan pihak ketiga karena keterbatasan sumber daya manusia teknis di dinas.
“Ada yang proaktif, ada juga yang susah dijangkau. Tapi semua tetap didampingi,” jelas Heri.
Kepala Bidang Perindustrian DKUKMPP Bantul, Tunik Wustri Arliani, menekankan bahwa program ini sejalan dengan regulasi pemerintah yang mewajibkan seluruh produk UMKM memiliki sertifikat halal paling lambat Oktober 2026.
“Artinya, semua produk yang beredar di toko sudah harus berlabel halal. Maka tugas kami memberi edukasi sekaligus fasilitasi,” ujarnya.
Menurut Tunik, sertifikat halal bukan hanya syarat administratif, melainkan juga bentuk tanggung jawab produsen. “Dengan label halal, konsumen lebih percaya,” katanya. Ia menambahkan, produk yang bersertifikat juga terbukti higienis, aman, dan halal.
Namun ia menyayangkan masih rendahnya kesadaran pelaku UMKM. Banyak yang menunda pengurusan karena menganggap prosedurnya rumit. Untuk itu, edukasi terus digencarkan agar para pelaku usaha paham pentingnya sertifikasi.
“Fasilitasi bukan hanya dilakukan oleh dinas, tapi juga perguruan tinggi dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Jadi jangan dibayangkan hanya dari DKUKMPP,” jelas Tunik.
Ia memastikan pihaknya akan terus mendorong UMKM mengurus sertifikat halal, baik melalui fasilitasi maupun secara mandiri.
“Hal ini bukan hanya agar laku dijual, tapi juga bentuk pertanggungjawaban kepada konsumen dan yang Maha Kuasa,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Waspadai Potensi Banjir dan Longsor Saat Puncak Musim Hujan
Advertisement

Wisata Favorit di Asia Tenggara, dari Angkor Wat hingga Tanah Lot
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement