Advertisement
Dewan Pers Ingatkan Etika Penggunaan AI di Jurnalisme
Sesi diskusi dalam Literasi Media bertema AI dan Masa Depan Jurnalisme: Menguasai Tools, Mempertahankan Etika di RRI Yogyakarta, Sabtu (22/11/2025). - Harian Jogja - Ariq Fajar Hidayat
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Dewan Pers menyoroti fenomena penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam proses jurnalistik yang harus dikawal ketat dengan etika agar tidak menambah kerentanan ekosistem pers. Sikap itu disampaikan dalam kegiatan Literasi Media bertema AI dan Masa Depan Jurnalisme: Menguasai Tools, Mempertahankan Etika di RRI Yogyakarta, Sabtu (22/11/2025).
Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi Dewan Pers, Busyro Muqoddas, menyebut AI sebagai perkembangan teknologi yang tak bisa dihindari. “Dewan Pers telah beberapa kali berdiskusi dengan para ahli dan menyimpulkan bahwa AI perlu ditempatkan secara proporsional, yakni dimanfaatkan tetapi tetap dikontrol melalui perspektif etika,” kata Busyro Muqoddas, Sabtu (22/11/2025).
Advertisement
Busyro menjelaskan bahwa perkembangan teknologi berlangsung cepat, sementara masyarakat kian pragmatis. Kondisi itu dinilai membawa konsekuensi pada melemahnya sensitivitas etika. Dalam ruang politik dan bisnis, pragmatisme bahkan dapat memicu penyimpangan yang berdampak pada kualitas informasi.
Ia mengingatkan, tanpa pengawalan etika, eskalasi penggunaan AI dapat membuat masyarakat menjadi korban dari arus informasi yang tidak terverifikasi. Karena itu, jurnalis didorong mengambil peran penting sebagai penjaga kualitas komunikasi publik dan memastikan teknologi dipakai untuk memperkuat edukasi, bukan menciptakan kebingungan.
BACA JUGA
Busyro juga menyoroti persoalan industri media yang belakangan mengalami tekanan. Pihaknya mencatat sekitar 1.200 jurnalis kehilangan pekerjaan akibat kondisi perusahaan. Ia menyebut situasi itu berpotensi menghambat misi jurnalisme, terutama di tengah meningkatnya arus informasi digital yang menuntut verifikasi cepat dan akurat.
Pada bagian lain, Busyro menegaskan bahwa etika harus menjadi fondasi dalam pengawalan perkembangan rasionalitas teknologi. Ia menilai derasnya arus informasi dan munculnya era post-thruth membuat prinsip etika rawan terpinggirkan. Jika dibiarkan, hal tersebut dapat memengaruhi kualitas pemberitaan sekaligus merugikan publik.
Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga, dan Infrastruktur Dewan Pers, Rosarita Niken Widiastuti, turut menekankan peran etika dalam penggunaan AI. Menurutnya, kemudahan teknologi memungkinkan jurnalis mengambil bahan berita dari kecerdasan buatan, tetapi tidak semua data dalam big data itu benar atau dapat diverifikasi.
“Dengan kemudahan yang disediakan AI, jurnalis bisa saja membuat berita bersumber dari AI. Tapi apa yang ada di dalam big data, yang kita gunakan misalnya melalui ChatGPT atau apapun, tidak selalu benar karena namanya mesin, apa yang masuk dan apa yang keluar itu sama,” ujar Niken.
Niken mengingatkan bahwa AI sangat bergantung pada kualitas data yang masuk. Jika sumber yang digunakan tercemar informasi palsu atau menyesatkan, hasilnya akan sama bermasalahnya. Karena itu, jurnalis tetap harus melakukan pengecekan manual dan menjaga prinsip verifikasi agar produk jurnalistik tidak kehilangan akurasinya.
Melalui literasi media ini, Dewan Pers berharap pemanfaatan AI di ruang redaksi dapat menjadi momentum memperkuat profesionalitas jurnalis, bukan sebaliknya. Etika ditegaskan sebagai pagar utama untuk memastikan teknologi membantu, bukan menggantikan atau menurunkan kualitas kerja jurnalistik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Polisi Brazil Tangkap Mantan Presiden Bolsonaro, Cegah Upaya Kabur
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




