Advertisement
Dwikorita: Anomali Iklim dan Aktivitas Manusia Picu Bencana
Tim SAR gabungan berupaya mengevakuasi jenazah Yuni yang ditemukan tertimbun material longsoran di Worksite B-1 lokasi bencana tanah longsor, Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (14/11/2025). ANTARA - ist/Basarnas Cilacap
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Anomali iklim, aktivitas antropogenik, hingga karakter perbukitan curam disebut menjadi sejumlah faktor pemicu banjir dan longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan UGM, Dwikorita Karnawati, menjelaskan pulau-pulau di Indonesia terbentuk dari tumbukan lempeng dan dipaksa naik dari dasar laut. Proses itu menciptakan retakan, patahan, hingga membentuk perbukitan yang terjal.
Advertisement
“Batuan atau tanah itu dipaksa naik, dampaknya retak-retak, pecah-pecah, jadilah patahan dan retakan, sehingga menjadi perbukitan yang curam,” kata Dwikorita dalam Pojok Bulaksumur UGM, Kamis (4/12/2025).
Salah satu contohnya tampak di jajaran Pegunungan Bukit Barisan yang curam dengan bagian bawah yang langsung datar. Kondisi ini membuat kawasan tersebut rentan terhadap bencana. Karakter serupa juga ditemukan di Jawa, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.
BACA JUGA
Meski struktur geologi itu tersebar di banyak wilayah, kejadian banjir dan longsor belakangan ini menurut Dwikorita tak lepas dari faktor siklon.
“Kenapa terjadinya di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat? Karena siklonnya lewat situ,” ujarnya.
Banjir Bandang Bahorok
Dwikorita kemudian menyinggung banjir bandang Bahorok (2003) yang ia teliti bersama Prof. Agus Maryono, Guru Besar Rekayasa Sumber Daya Air UGM. Saat itu hujan terjadi di puncak Bukit Barisan, bukan di lokasi terdampak. Kondisi tersebut memicu banjir bandang dari hulunya.
Sebelum hujan turun, sempat terjadi gempa kecil bermagnitudo di bawah 4 yang tidak dirasakan manusia, namun cukup membuat ratusan lereng rontok. “Gempa-gempa itu mampu merontokkan lereng ratusan titik. Di video terlihat titik-titik longsor jumlahnya banyak sekali,” terang Dwikorita.
Sungai-sungai di Bukit Barisan cenderung sempit dan menyiku. Tumpukan material longsor serta pepohonan kemudian membentuk bendungan alami. Ketika bendungan jebol, air meluncur deras dan menghantam kawasan bawah yang datar.
“Gunungnya itu curam, langsung datang. Bahasa Jawanya itu kesempyok,” imbuhnya.
Warga yang diwawancarai kala itu menyebut banjir bandang serupa pernah terjadi 50 tahun sebelumnya. Karena itu Dwikorita menilai banjir bandang alamiah memiliki siklus panjang, minimal 50 tahun. Namun kini frekuensinya lebih cepat akibat aktivitas antropogenik yang mengubah fungsi lahan.
“Sekarang kejadiannya mungkin 5–10 tahun terulang lagi. Itu pengaruh antropogenik. Lahan yang sudah rapuh makin rusak,” tegas Dwikorita.
Ia menambahkan, kawasan hunian di lokasi bencana saat ini kemungkinan berada di atas endapan banjir bandang purba.
Anomali Iklim
Karakteristik perbukitan curam diperparah anomali siklon yang terjadi di Sumut, Aceh, dan Sumbar. Siklon yang biasanya memiliki jalur pasti, justru “mampir-mampir” dan bahkan menyeberang daratan.
“Biasanya kalau siklon masuk ke darat energinya langsung hilang dan punah. Kali ini masih kuat sampai menyeberangi daratan,” kata Dwikorita.
Anomali juga terlihat dari zonasinya. Secara teori, siklon tidak dapat masuk zona tropis (10° LU–10° LS) karena gaya coriolis yang kuat. Namun pada kasus kali ini, siklon malah tumbuh dan masuk ke area tersebut.
Ia mencontohkan Badai Seroja sebagai kejadian anomali sebelumnya. “Senyar ini lebih kacau lagi. Dia mampir-mampir bahkan menyeberangi Selat Malaka sampai Semenanjung Malaya,” ujarnya.
Para pakar klimatologi menilai anomali siklon yang makin sering terjadi merupakan dampak perubahan iklim, yang dipicu peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dari aktivitas manusia.
Dwikorita menegaskan bencana yang terjadi merupakan gabungan anomali iklim, cuaca, dan geologi—yang semakin diperparah oleh aktivitas manusia. “Peran antropogenik membuat bencana lebih dahsyat dan lebih sering terjadi,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
119 Juta Orang Diprediksi Bepergian Saat Natal-Tahun Baru
Advertisement
KA Panoramic Kian Diminati, Jalur Selatan Jadi Primadona
Advertisement
Berita Populer
- Simak! Jadwal SIM Corner Jogja Mall City dan Ramai Mal Malioboro
- Pemkab Gunungkidul Percepat Penanganan RTLH Lewat APBKal
- Dua Dekade Pemulihan Paliyan, Hutan di Gunungkidul DIY Kembali Lebat
- Karyawan Pabrik Rokok Terima DBHCHT, Diminta Tak Pakai Judol
- Gangguan Air Tidak Terjadwal, Seluruh Pelanggan Depok Sleman Terdampak
Advertisement
Advertisement



