Advertisement
Wisatawan Keluhkan Retribusi Parangtritis, Dinpar: Klasik
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata Bantul, Yuli Hernadi, - Harian Jogja/Jumali
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Dinas Pariwisata (Dinpar) Bantul mengakui keluhan wisatawan terkait Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) di kawasan Parangtritis masih kerap terjadi dan menjadi persoalan klasik.
Keluhan tersebut umumnya berkaitan dengan kewajiban membayar retribusi meski tujuan pengunjung cukup beragam.
Advertisement
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Dinpar Bantul, Yuli Hernadi, mengatakan keluhan soal TPR merupakan persoalan klasik yang hampir selalu muncul. Hal ini terutama disampaikan oleh wisatawan yang merasa tidak berniat menuju Pantai Parangtritis secara langsung.
“Masih banyak wisatawan yang mengeluh, keluhannya klasik, terkait TPR. Orang mau masuk kok bayar, padahal tujuan aslinya macam-macam,” ujar Yuli, Rabu (17/12/2025).
BACA JUGA
Menurut Yuli, tidak jarang wisatawan mengaku hendak menuju lokasi tertentu di sekitar pemukiman warga demi menghindari pembayaran retribusi. Namun, saat dikonfirmasi petugas, tujuan tersebut sering kali tidak jelas atau tetap berada di dalam zona wisata.
“Ada yang bilang mau ke Grogol, tapi ketika ditanya Grogol berapa, Grogol 1 misalnya, itu kan tidak ada. Ada juga yang bilang mau beli sesuatu, tapi tetap masuk Parangtritis,” katanya.
Yuli menjelaskan, pada prinsipnya wisatawan yang tidak ingin melewati kawasan Parangtritis bisa memilih jalur alternatif lain. Namun, jika destinasi yang dituju tetap berada di dalam kawasan wisata Parangtritis dan sekitarnya, kewajiban membayar retribusi tidak dapat dihindari.
“Kalau tidak mau bayar Parangtritis ya lewat jalur lain. Tapi kalau mau ke Obelix misalnya, itu tetap kawasan Parangtritis dan memang harus lewat TPR,” jelasnya.
Selain persoalan retribusi, Dinpar Bantul juga terus melakukan penataan di pesisir pantai untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan. Penataan tersebut meliputi pengaturan payung, tikar, aktivitas wisata, hingga keberadaan pedagang asongan.
“Kalau di pantai, kami tata payungnya, aktivitasnya, bendanya, hingga pedagang asongannya. Sekarang Parangtritis sudah agak berbeda, sudah lebih bersih. Sudah tidak ada tenda-tenda di sisi selatan jalan,” ungkap Yuli.
Ia menegaskan bahwa payung yang berada di kawasan pantai hanya diperuntukkan untuk disewakan kepada wisatawan, bukan sebagai tempat berdagang. Sementara itu, fasilitas tikar menjadi satu kesatuan dengan paket sewa payung tersebut.
Guna memudahkan pengawasan, penataan payung di Pantai Parangtritis kini dilakukan secara lebih tertib dengan sistem penomoran pada setiap unitnya.
“Payung hanya untuk disewakan, tidak boleh untuk berdagang. Payung sudah kita tata dan sudah kita pasangi nomor,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
KPK Tegaskan Perceraian Ridwan Kamil Tak Ganggu Kasus Bank BJB
Advertisement
Taman Kuliner Ala Majapahit Dibuka di Pantai Sepanjang Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- Penetapan Tersangka Baru Kasus Hibah Pariwisata Sleman Dinilai Lamban
- BBWSSO Bangun Pemecah Ombak Pantai Congot Kulonprogo Senilai Rp93 M
- Destinasi Wisata di Sleman Mulai Ajukan Izin Kegiatan Nataru
- Waspada! Penipuan Pakai Modus IKD Kembali Muncul di Bantul
- DKUKMPP Bantul Kaji Penambahan Stok LPG Jelang Nataru
Advertisement
Advertisement



