Advertisement

Joglo Berusia Seabad di Imogiri Bertahan di Tengah Zaman

Yosef Leon
Rabu, 31 Desember 2025 - 14:37 WIB
Sunartono
Joglo Berusia Seabad di Imogiri Bertahan di Tengah Zaman BCB Rumah Sri Hartinah yang telah berusia satu abad lebih di Payaman, Kalurahan Banyusumurup, Kapanewon Imogiri, Bantul, Kamis (11/12/2025). - Harian Jogja/Yosef Leon.

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Di balik rimbun pepohonan kawasan Imogiri, Bantul, berdiri sebuah rumah joglo berusia lebih dari satu abad yang kini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya peringkat Kabupaten Bantul.

Rumah Tradisional Milik Sri Hartinah di Kalurahan Banyusumurup ini berada tepat di selatan Kompleks Makam Raja-Raja Imogiri. Meski letaknya tersembunyi, bangunan joglo tersebut masih mempertahankan hampir seluruh keaslian material sejak awal berdiri, mulai saka, blandar, hingga struktur tumpangsari.

Advertisement

Dinas Kebudayaan Bantul menyebut rumah ini sebagai satu-satunya rumah tradisional Jawa yang masih utuh di wilayah Banyusumurup. Arsitektur joglo lawakan dan lambang teplok dengan teknik sambungan purus dan pasak tanpa paku menjadi bukti tingginya teknologi bangunan tradisional Jawa masa lalu.

Letaknya memang yang cukup tersembunyi tak membuat rumah joglo dengan nama Rumah Tradisional Milik Sri Hartinah sesuai pada plang penanda BCB ini sulit ditemukan. Posisinya tepat di sebelah selatan Makam Raja-Raja Imogiri Bantul, sedikit terisolasi dari hiruk pikuk keramaian daerah setempat. 

Suasana di sekitar rumah sangat asri dengan dikelilingi oleh pepohonan rimbun. Hamparan rumput hijau di area depan, beberapa pohon buah di sekitar rumah serta tak luput dua buah ayunan tergantung di dahan pohon. Sekilas kediaman tersebut bak goresan lukisan yang hanya ada di kertas gambar anak-anak. 

Retno Hestu Prabawati, generasi ketiga pemilik rumah itu bercerita sebenarnya rumah BCB tersebut lebih tepat dinamai Rumah Tradisional Milik R. Harjo Sudarmo, yang adalah kakeknya. Rumah itu merupakan peninggalan almarhum yang dikenal sebagai pengusaha batik di daerah sekitar.  

"Sri Hartinah itu ibu saya. Dulu yang dimintai keterangan ya ibu saat akan ditetapkan jadi BCB, jadinya nama beliau tercantum di plang cagar budaya," kata Retno, Kamis (11/12/2025).

Rumah ini ditetapkan sebagai BCB Peringkat Kabupaten pada 2017. Hampir seluruh bagiannya masih asli sejak awal berdiri. Hanya umpak atau penyangga di bawah saka yang pernah diganti. Selebihnya, waktu berjalan tanpa mengubah apa-apa, kecuali warna kayu yang semakin matang.

Retno bercerita bagaimana rumah ini bukan hasil pembangunan dari nol, melainkan rumah jadi yang diusung dari tempat lain. “Mungkin berdirinya sejak 1920-an. Eyang saya setelah menikah meneruskan usaha batik, kemudian beli tanah di sini, beli rumah di sini," katanya. 

Di masa lalu, rumah joglo yang diusung bukan fenomena langka. Kayu jati dan konstruksi knock-down atau bongkar pasang memungkinkan satu rumah berpindah lokasi tanpa kehilangan identitasnya. Sebuah keajaiban teknik tradisional yang hari ini mungkin akan membuat para arsitek modern mengernyitkan dahi. 

Syuting, Genting, dan Dilema Pelestarian

Bagi Retno, rumah tua ini bukan hanya peninggalan keluarga, tetapi juga "anak" yang harus dihidupi. Rumah tersebut, kata dia punya caranya sendiri untuk mengais pendapatan lantaran keunikan sekaligus nilai sejarah dan budayanya. Banyak rumah produksi menyewa bangunan itu sebagai lokasi shooting film dan iklan. Hasil penyewaan seluruhnya ia kembalikan untuk perawatan.

Film Pulung Gantung, Pasar Kaget, sampai iklan perbankan pernah memakai joglo tua ini sebagai latar. Hanya saja berkah itu juga membawa risiko bagi bangunan tersebut. Konsep iklan dan film kadangkala mengharuskan rumah diatur sedemikian rupa. Teknisnya oleh kru kadang tidak mengindahkan kehati-hatian. 

“Kalau nggak boleh shooting, kami nggak punya dana untuk renovasi. Namun kalau boleh, ya pasti ada risikonya. Kayu dipaku atau tembok dicat,” katanya.

Menurut Retno, perawatan rumah tua juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Selain pernak-pernik interior yang perlu dijaga, bagian atap rumah yang terbuat dari genting kripik model zaman dulu harus diganti dalam kurun waktu tertentu. “Kelihatannya sepele, tapi tiap bulan, tiap malam ada aja. Rimih banget. Tapi ya harus ganti," ujarnya. 

Arsitektur Warisan, Menjaga yang Tak Lagi Dibuat Ulang

Menurut Kepala Seksi Warisan Budaya Benda Disbud Bantul, Elfi Wachid Nur Rahman, rumah Sri Hartinah memenuhi semua syarat bangunan cagar budaya yakni berusia lebih dari 50 tahun, mewakili gaya bangunan masa Islam, dan satu-satunya rumah tradisional Jawa yang masih utuh di Banyusumurup.

Kompleks ini terdiri dari enam bangunan dengan total luas 108 m² yakni dua joglo (pendapa dan dalem), satu limasan (gandhok tengen), dua bangunan kampung (gandhok kiwa dan satu bangunan selatan sebagai pawon). "Dua gandhok sempat roboh akibat gempa 2006 dan dibangun kembali tanpa mengikuti kaidah pemugaran arkeologis, sehingga bentuknya berubah," ungkapnya. 

Pada pendapa, bangunan itu menggunakan model joglo lawakan dengan atap brunjung menjadi wajah rumah. Empat saka dengan ukiran halus, blandar lar-laran bertumpuk tumpangsari, hingga dhadha paesi yang terletak di tengah pamidhangan menunjukkan tingginya keahlian perajin masa lalu. Semua sambungan memakai teknik purus dan pasak; tak sebatang paku pun digunakan.

Di bagian dalem menggunakan model joglo lambang teplok mempertahankan karakter yang mirip dengan pendapa, tapi langit-langitnya ditutup anyaman bambu dan ukiran tidak disungging. Pintu-pintu bergaya seblak kupu, tiga dengan kaca, dua kayu penuh menghadirkan kesan teduh dan kuno yang tidak mungkin diproduksi pabrik.

Kayu jati menjadi tulang rumah sebagai simbol kemuliaan arsitektur Jawa. Rumah ini dibangun dengan prinsip hubungan manusia–alam yakni arah matahari, angin, aliran air, dan kesakralan sumbu utara–selatan. "Pembagian ruang, proporsi bangunan, hingga ragam hias semuanya menyiratkan filosofi kosmologis yang tak lagi banyak dipahami generasi kini," jelas Elfi.

Hari ini, ketika banyak rumah joglo hanya tersisa sebagai nama homestay atau resto, BCB Rumah Tradisional Milik Sri Hartinah tetap berfungsi sebagaimana rumah tradisional Jawa diciptakan yakni tempat hidup, tempat cerita dan tempat di mana identitas bertahan.

Keberadaan rumah joglo ini menjadi pengingat bahwa pelestarian cagar budaya bukan sekadar menjaga bangunan tua, melainkan merawat identitas dan sejarah lokal Bantul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

Thailand Bebaskan 18 Tentara Kamboja Pasca Gencatan Senjata

Thailand Bebaskan 18 Tentara Kamboja Pasca Gencatan Senjata

News
| Rabu, 31 Desember 2025, 16:17 WIB

Advertisement

Musim Liburan, Wisata Jip Merapi Diserbu hingga 20 Ribu Orang

Musim Liburan, Wisata Jip Merapi Diserbu hingga 20 Ribu Orang

Wisata
| Rabu, 31 Desember 2025, 13:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement