Advertisement

11 Kali Ditolak di Lomba Nasional, Pelajar Jogja Ini Justru Bikin Google Kepincut

Bernadheta Dian Saraswati
Selasa, 24 April 2018 - 11:05 WIB
Nugroho Nurcahyo
11 Kali Ditolak di Lomba Nasional, Pelajar Jogja Ini Justru Bikin Google Kepincut Christopher Farrel Millenio Kusuma - Ist/Dokumen pribadi Farrel

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJAChristopher Farrel Millenio Kusuma, siswa SMAN 8 Jogja yang mendapat kesempatan emas belajar di kantor Google, California, Amerika Serikat. Di perusahaan raksasa industri Internet itu, ia banyak mendapatkan pengalaman. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Bernadheta Dian Saraswati.

Setahun lalu, tepatnya 15 Februari 2017, Farrel berada di sebuah kota yang jauh dari orang tuanya di Mountain View, California, Amerika Serikat. Kedatangannya atas undangan perusahaan raksasa internet Google. Undangan itu bermula dari salah satu software hasil karyanya yang pernah diunggah ke situs internet pada Oktober 2016 silam.

Advertisement

Karyanya itu berupa perangkat lunak pengompresi data, sebuah software untuk mengubah ukuran data menjadi lebih kecil tanpa menghilangkan data aslinya. Hasil karya yang diberi nama Data Compression Using Neural Network and Evolutionary Genetic for Lossless Data itu bisa mengecilkan data dengan rasio 93%.

Pada awal Februari 2017, undangan resmi dari Google itu diterimanya melalui email. Ia diundang mengikuti Tensorflow Development Summit 2017 pada 15 Februari 2017. Pada acara sekelas internasional itu Farrel diminta mempresentasikan hasil karyanya di depan petinggi Google dan pegiat software lain negara di sejumlah belahan dunia.

Ia kaget dan tak percaya karena selama ini 11 software karyanya yang pernah diikutkan dalam lomba nasional tak pernah berhasil. Justru Google yang memberikan apresiasi besar kepada remaja 18 tahun kelahiran 1 Januari 2000 ini.

Siswa kelas XII IPA 5 ini hanya memiliki waktu dua pekan untuk mengurus visa dan paspor. Dari yang biasanya sebulan, kini ia harus diburu waktu menuntaskan persyaratan-persyaratan agar bisa menghadiri undangan kehormatan ini.

Farrel berangkat sendiri tanpa ditemani orang tua. Ia sempat takut, grogi, dan minder karena akan bertemu dengan orang-orang pintar yang belum pernah ia temui sebelumnya.

“Benar saja, ada 60an orang dari berbagai negara di acara itu, saya yang paling muda. Lainnya ada yang sudah 50an tahun, expert di bidangnya, dan sudah pernah diundang summit. Saya, benar-benar yang paling muda dan pertama kali,” kata Farrel kepada Harianjogja.com di sekolahnya, Kamis (15/2/2018) lalu.

Farrel berfoto di depan ikon Android Nougat di Googleplex, Mountain View, AS.

Pada acara itu, para peserta dibagi dalam kelompok yang beranggota lima orang. Farrel bergabung dengan peserta dari Brunei Darussalam, Amerika Serikat, dan India.

Dengan peserta yang memiliki logat bahasa Inggris beraneka ragam, ia berusaha memahami setiap percakapan dalam diskusi kelompok itu.

Farrel diminta mempresentasikan hasil karyanya pada anggota kelompok. Ia mendapat banyak masukan dari teman-temannya. Ia juga diminta presentasi di hadapan semua peserta yang hadir. “Sempat grogi ya tapi begitu mendapat standing applause dari semua peserta, saya lega. Ada tujuh orang yang tanya soal hasil karya saya dalam presentasi itu,” kata remaja yang gemar mengotak-atik komputer ini.

Ia bangga karena software data compression ciptaannya digabungkan dengan karya lain menjadi sebuah produk software baru milik Google. Dari lubuk hatinya, sebenarnya Farrel ingin mematenkan hasil karyanya itu. Sayangnya, Indonesia sampai saat ini belum dapat melakukannya. Indonesia belum mampu mematenkan produk yang berhubungan dengan matematika dan algoritme. “Bisa mematenkan software asal bisa jadi satu sama hardware-nya,” lanjut remaja yang bercita-cita menjadi saintis data ini.

 Farrel berfoto dengan membentangkan bendera Merah Putih di depan kantor Google di Googleplex, Mountain View, Amerika Serikat.

Tak Putus Asa

Kendati demikian, Farrel tak putus asa. Ia tetap ingin mengembangkan hasil karyanya. Setiap malam ia selalu berkomunikasi dengan teman satu timnya melalui grup yang sudah dibentuk lewat internet. Ia berdiskusi di situ untuk dapat menghasilkan software yang lebih mumpuni.

Pengalamannya bersama Google sangat mengesankan. Selain diajak berdiskusi, ia juga diberikan waktu untuk berjalan-jalan menikmati indahnya Kota Mountain View yang adem dan memiliki pemandangan indah.

“Orangnya juga ramah-ramah. Yang awalnya saya mikir orang-orang Google itu serius, tetapi mereka santai. Mereka totalitas dalam membantu,” katanya.

 

Berjaya Sepulang dari Google

Awal menciptakan software bermula saat ia ingin mengunduh game di komputer tetapi ukurannya terlalu besar. Padahal kuota data yang dimilikinya juga terbatas.

Setelah mencari-cari referensi dari internet, ia pun iseng menciptakan software data compression tersebut dengan perhitungan matematis agar dapat memperkecil ukuran game.

Sebelumnya, Farrel sudah aktif mendaftarkan hasil karyanya pada berbagai lomba di Indonesia, tetapi belum pernah membuahkan hasil.

Ia baru berhasil menjuarai lomba setelah pulang dari Google yaitu pada November 2017 lalu. Ia berhasil menyabet juara emas dalam Lomba Peneliti Belia 2017 atas hasil karyanya yang diberi judul Lossless Data Compression Using Reversed Genetic Algorithm.

“Seharusnya saya berangkat ke Serbia, tetapi enggak bisa karena barengan sama Ujian Nasional,” tuturnya.

Dari keisengannya mengotak-atik komputer, Farrel mengaku sudah banyak menghasilkan beragam software, salah satunya e-UKS. Software ini dapat diaplikasikan di usaha kesehatan sekolah (UKS).

“Jadi saat petugas jaganya enggak ada, siswa yang sakit tinggal mengetik keluhannya di komputer dan nanti akan muncul diagnosanya,” kata anak tunggal pasangan Monovan Sakti Jaya Kusuma dan Hening Budi Prabawati ini.

Namun sampai saat ini hasil karyanya hanya sebagai koleksi pribadi. Ia masih takut untuk merilisnya karena software kesehatan itu berhubungan dengan nyawa seseorang.

Salah satu kesulitan dalam membuat software data compression adalah pada teori algoritmenya. Kemampuan berhitung menjadi kunci untuk dapat menciptakan software ini. Namun dengan pengetahuan terbatas, ia terus mengasah diri dengan rajin membaca paper di internet dan juga mendapat bimbingan dari ayahnya yang menjadi dosen Teknik Informatika di Universitas Kristen Satya Wacana.

 

Nama lengkap: Christopher Farrel Millenio Kusuma

Panggilan: Farrel

Tempat, tanggal lahir: Jogja, 1 Januari 2000

Latar belakang pendidikan:

TK Harapan Bangsa (2005-2006)

SD Tumbuh (2006-2012)

SMPN 8 Jogja (2012-2015)

SMAN 8 Jogja (masuk 2015)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement