Advertisement
Rumah Sastra: Tempat Merayakan Sastra dan Menjadikannya sebagai Gaya Hidup
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Semua orang bisa merayakan sastra, tanpa harus menjadi pencipta. Sastra bisa menjadi gaya hidup, dengan meresapi segala nilai-nilainya. Melalui Rumah Sastra, Evi Idawati ingin menebar kecintaan sastra sejak anak-anak dan remaja.
Umumnya, anak-anak kecil di lingkungan rumah Evi Idawati sibuk mengaji. Namun saat kecil di Demak, Evi lebih banyak membaca buku sastra. Saat anak kecil lain belajar memasak, menjahit, atau membantu orang tua menangkap ikan, lagi-lagi, Evi lebih sering membaca buku.
Advertisement
Pernah dia sakit. Tetangga mengatakan sakitnya Evi lantaran kebanyakan baca buku, terlalu sering membayangkan cerita tentang Amerika, Eropa, hingga Rusia. Namun kebiasaan ini tetap berlanjut, dengan beberapa kali mengikuti lomba baca puisi dan sejenisnya.
Saat Evi kelas 1 SMA, sekolahnya mengundang penulis Nh. Dini. Guru meminta Evi salaman dengan Nh. Dini. Meski hanya salaman, namun Evi melihat Nh. Dini sebagai idola besar, yang sebelumnya hanya bisa bertemu melalui buku-bukunya.
BACA JUGA: Satpol PP Tutup Paksa 10 Lokasi Pengolahan Sampah Ilegal di Bantul
"Dulu baca novelnya dia aja luar biasa, rasanya sesuatu yang tidak terbayangkan," kata Evi, Jumat (18/7/2025). "Berkesan sekali. [Sejak pertemuan itu], rasa ingin menciptakan sesuatu seperti orang terdahulu begitu kuat, kalau ada event baca puisi di Jawa Tengah selalu ikut."
Bertemu dengan Banyak Guru
Kecintaan Evi pada kesenian semakin mendapat ruangnya saat dia kuliah di Jogja. Tahun 1991, Evi kuliah Teater di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja. Pada 2003, dia kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Ahmad Dahlan Jogja. Evi juga melanjutkan pendidikan masternya tentang Pengkajian Seni di ISI Jogja pada 2015.
Di Jogja, Evi belajar dengan banyak senior, seperti Putu Wijaya, Arifin C. Noer, hingga Iman Budhi Santosa. Bersama Iman, Evi belajar cukup intens. Iman menargetkan Evi untuk menembuskan karyanya di media lokal, nasional, hingga internasional. Misal ada media yang belum bisa tembus, maka harus terus dicoba.
Iman meminta Evi untuk berkomitmen dan mematuhi instruksinya selama setidaknya dua tahun. "Saya diberi target, dan saya fokus di sana," katanya. "Misal ikut lomba, enggak perlu jadi juara, masuk nominasi cukup, geser terus, target selalu ada."
Pernah suatu ketika, Evi mengikuti lomba acting, juara, dan mendapat kontrak dari stasiun televisi di Jakarta. Iman melihat Evi saat itu kurang fokus, sehingga diminta memilih mau menulis atau jadi artis. "Saya sempat diusir [sama Mas Iman], kalau mau jadi artis keluar. Saya diam saja. Waktu itu pengen jadi artis, ternyata omong kosong," kata Evi, sembari tertawa.
Evi memilih menulis. Dia terus berproses dengan para senior dan gurunya. Evi menerapkan ilmu dari seniornya, dengan mengolaborasikan panggung dan sastra. Di masa-masa itu pula, dia berkesempatan sepanggung dalam membaca puisi dengan WS. Rendra, Emha Ainun Nadjib, hingga Taufiq Ismail.
Merayakan Sastra
Pengetahuan dan pengalaman Evi membawanya banyak berbagi tentang sastra ke masyarakat. Dia pernah menjadi mentor program sastra masuk sekolah dan juga pesantren. Banyak daerah di Indonesia yang pernah Evi singgahi untuk berbagi semangat 'merayakan' sastra.
Pada 2011, Evi mendirikan Rumah Sastra. Dalam perkembangannya, ruang pendidikan itu fokus mengenalkan dan mendampingi penciptaan karya sastra pada anak-anak dan remaja. Dari Rumah Sastra, muncul pula Sekolah Puisi Yogyakarta dan Piwulang Padepokan Sastra dan Seni.
Evi ingin menebarkan semangat bahwa sastra bisa menjadi gaya hidup. "Ada nilai yang diperjuangkan. Dengan belajar sastra, anak muda bisa punya semangat pejuang," kata Evi, yang saat ini berusia 52 tahun.
Dari awalnya lima orang, anak-anak dan remaja yang belajar di Rumah Sastra semakin banyak. Evi menggratiskan kegiatan belajar di Rumah Sastra. Dia hanya meminta komitmen para peserta untuk berkarya. Justru Evi yang tidak jarang mencarikan program atau kegiatan, agar bisa mendapatkan dana untuk pementasan, penerbitan buku, hingga uang saku peserta.
Sejak mendirikan Rumah Sastra, Evi paham betul, tidak semua anak akan menjadi sastrawan mahir. "Bintang lahir saat semesta memang melahirkannya, dari 1000-an anak saya, mungkin hanya 15 yang mencuat, saya sadari itu. Tapi tetap saya dukung sebagai bagian dari kampanye bersastra," katanya.
BACA JUGA: Fenomena Rojali dan Rohana Cerminan Kondisi Masyarakat
Semua orang bisa merayakan sastra dengan beragam caranya. Evi, yang dulu mendapat ilmu dari banyak guru, kini saatnya juga untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Termasuk perasaan yang dia rasakan ketika bertemu Nh. Dini, ingin dia tularkan ke generasi berikutnya. "Saya berusaha menciptakan ruang yang sama, supaya yang saya lakukan bisa meninggalkan jejak, supaya sama frekuensinya," katanya.
Mengurai Isi Hati
"Hampir separuh anak-anak saya, sudah berteman akrab dengan psikolog, saya kaget," kata Evi.
Sebagian anak-anak didik Evi di Rumah Sastra bolak-balik konsultasi dengan psikolog. Masalahnya beragam, bisa karena keluarga atau lainnya.
Maka Rumah Sastra juga merambah menjadi ruang para anak-anak bercerita. Dalam kondisi itu, Evi menyarankan si anak untuk menuliskan segala isi hatinya. Tidak perlu memikirkan bagus tidaknya tulisan itu, yang penting semua tersampaikan.
Evi kemudian mendampingi proses ini, bagaimana anak mengolah rasa dan menuangkannya menjadi karya. Sehingga dalam menjalankan Rumah Sastra, tidak hanya tentang belajar teknis, namun juga menjadi ruang semua orang bisa bercerita dengan leluasa.
"Jadi mereka tidak hanya diajarkan cara menulis, kita masuk ke wilayah yang sangat pribadi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

AS Keluar dari UNESCO, China: Mereka Sudah Lama Tak Bayar Iuran Keanggotaan
Advertisement

Agenda Wisata di Jogja Pekan Ini, 26-31 Juli 2025, Bantul Creative Expo, Jogja International Kite Festival hingga Tour de Merapi 2025
Advertisement
Berita Populer
- Viral Parkir Sepeda Motor di Pantai Parangkusumo Saat Festival Layang-Layang Tak Sesuai Karcis, Ini Kata Dishub Bantul
- Pemutusan Irigasi Mlati-Krajan Mundur di Awal Agustus 2025
- Bupati Endah Ungkap Hubungan Harmonis Keluarga Jadi Salah Satu Syarat Khusus Bila Pegawai di Gunungkidul Ingin Karirnya Moncer
- Seorang Pengunjung Hilang di Pantai Siung Gunungkidul, Begini Kronologinya
- Bupati Bantul Persilakan PSIM Jogja Gunakan Stadion Sultan Agung Asal Penuhi Syarat Keamanan
Advertisement
Advertisement