Advertisement

Jika Dihitung dengan MPI, Angka Kemiskinan DIY Tidak Buruk-Buruk Amat

I Ketut Sawitra Mustika
Sabtu, 06 Januari 2018 - 19:20 WIB
Nina Atmasari
Jika Dihitung dengan MPI, Angka Kemiskinan DIY Tidak Buruk-Buruk Amat

Advertisement

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY JB Priyono mengatakan perhitungan kemiskinan dengan metodologi Multidimensional Poverty Index (MPI) mungkin saja digunakan

 
Harianjogja.com, JOGJA--Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY JB Priyono mengatakan perhitungan kemiskinan dengan metodologi Multidimensional Poverty Index (MPI) mungkin saja digunakan, tapi ketersedian data yang tidak sama menyebabkan hasil kurang bisa diperbandingkan.

Advertisement

Baca juga : http://m.harianjogja.com/?p=882280">Indonesia Mestinya Gunakan MPI untuk Mengukur Kemiskinan dan Gini Ratio

“Kesulitan kami [jika menggunakan MPI], ada banyak provinsi yang ketersediaan datanya tidak seperti provinsi sudah mapan. Nanti menjadi tidak terbanding antara multidimensinya Papua dengan multidimensi Jogja, misalnya, kalau ada beberapa indikator penunjang yang tidak bisa dikumpulkan,” ucapnya melalui sambungan telepon, Jumat (5/1/2018).

Ketika ada pihak yang mengusulkan agar BPS memakai MPI, ia mengaku setuju-setuju saja, tapi yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan data.

Sebelum perhitungan dengan skema tersebut diterapkan, Priyono mengatakan, data penunjang yang jumlahnya sangat banyak itu harus dikumpulkan terlebih dahulu.

Sebelumnya, Anggota Dewan Parampara Praja DIY, Profesor Edy Suandi Hamid menyebut Badan Pusat Statistik sebaiknya menggunakan ukuran Multidimensional Poverty Index (MPI) dalam mengukur kemiskinan dan gini ratio, alih-alih memakai perhitungan moneter, karena cara yang disebutkan pertama dinilai lebih komprehensif.

Priyono menyebut, tidak tersedianya data yang sama antara satu provinsi dengan provinsi yang lain, hanya salah satu kesulitan dalam menerapkan metolodi MPI. Masalah lain, menurutnya, yang cukup kentara adalah kompleksnya cara menghitung jika memakai MPI.

“Yang lain adalah kompleksitas menghitungnya. Ini sebenarnya baku. Gampangnya ngitungnya itu gini, istilahnya indikator sosial diadu dengan beberapa indikator ekonomi yang ada. Dan beberapa indikator ekonomi diadu dengan beberapa indikator sosial, sehingga nanti mengerucut pada indikator yang menunjukkan hasil,” tambahnya lagi.

Lebih lanjut ia menjelaskan, perhitungan kemiskinan dengan rumus MPI pernah dilakukan pada tahun 2014. Dan hasilnya indeks DIY nomor dua terbagus, setelah DKI Jakarta. Priyono sangat setuju dengan anggapan bahwa posisi kemiskinan DIY tidak akan seburuk saat ini jika memakai metode tersebut.

Menurutnya, perhitungan dengan cara tersebut mampu menjelaskan anomali-anomali masyarakat DIY. Angka rumah tangga miskin DIY memang di atas rata-rata nasional (September 2017 presentasenya sebesar 12,36%), tapi ada yang cukup menarik.

Karena, kata Priyono, Indeks Kebahagian 2017, DIY urutan nomor delapan dari 34 provinsi, sedangkan pada tahun 2014 berada di urutan enam dari 33 provinsi.

“Indeks Pembangunan Manusia DIY juga urutan kedua setelah DKI Jakarta. Kalau pakai multidimensi kita bagus mas, itu sudah terbukti, karena anomali-anomali DIY terjelaskan,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Pastikan Tidak Impor Bawang Merah Meski Harga Naik

News
| Kamis, 25 April 2024, 13:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement