Advertisement

5 Penambang Rakyat Kali Progo Jalan Kaki ke Jakarta

Beny Prasetya
Jum'at, 02 Maret 2018 - 12:55 WIB
Nina Atmasari
5 Penambang Rakyat Kali Progo Jalan Kaki ke Jakarta

Advertisement

Kelompok Penambang Progo (KPP) melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Merdela

Harianjogja.com, KULONPROGO -- Sejumlah lima orang penambang Sungai Progo yang tergabung dalam Kelompok Penambang Progo (KPP) melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Merdela untuk menuntut keadilan, Kamis (1/3/2018).

Advertisement

Kelimanya diberangkatkan sebagai perwakilan dari seluruh penambang rakyat progo yang berjumlah sekitar 3.000 orang. Dimana ke lima orang itu juga menjadi representasi asal penambang sungai progo yang melewati tiga kabupaten yang berbeda. Sejumlah lima orang itu ialah Feri Ferdianta , 29, Sigit Yuniawan, 28, Sutik Wantoro, 27, sugiran, 33 dam Yunianto, 47.

Kelimanya berangkat dari Jembatan Srandakan, Brosot, Galur, Kulonprogo. Didoakan oleh ratusan anggota KPP, kelima penambang dengan alat manual itu melakukan perjalan setelah dilepas langsung oleh Ketua KPP, Gandung Juantoro.

Salah satu peserta aksi, Yunianto, mengungkapkan bahwa aksi jalan kaki menuju Istana Merdeka karena unjuk rasa yang telah dilakukan sebanyak tiga kali di legislatif dan eksekutif tingkat provinisi tidak membuahkan hasil. "Sudah tiga kali, dari 2015, 2016, dan terakhir 2018," ungkap Yuni.

Yuni mengungkapkan bahwa dirinya akan menyampaikan perasaan kecewa terhadap Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP-ESDM) yang lebih dulu menerbitkan  Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perusahaan ketimbang Wilayah Penambangan Rakyat (WPR).

"Titik penambangan itu seharusnya masuk ke dalam WPR bukan WIUP. Semua juga mengetahui Sungai Progo itu ditambang oleh rakyat sedari masa penjajahan, jadi itu milik rakyat," katanya.

Menurutnya Ketidakadilan DPU PKP bermula karena sejumlah perusahaan dapat mendapatkan izin usaha penambangan terlebih dahulu. Padahal penambang rakyat baru dapat mengajukan izin pada awal tahun kemarin.

"Alat berat [milik perusahaan] sudah berjalan dengan IUP [Izin Usaha Penambangan] sedangkan penambang rakyat baru bisa berjalan 1 Januari 2018 lalu," jelasnya.

Akibat kebijakan itu, Menurut Yuni dan teman-teman, DPUP-ESDM melakukan tindakan melanggar hukum. Pasalnya dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 22 TAHUN 2010 Tentang Wilayah Pertambangan WPR karena telah ditambang oleh penambang rakyat selama satu tahun lebih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement