Advertisement

Gemuruh pada Pagi Hari yang Membuka Trauma Lama

Fahmi Ahmad Burhan
Sabtu, 12 Mei 2018 - 09:25 WIB
Budi Cahyana
Gemuruh pada Pagi Hari yang Membuka Trauma Lama Asap membubung di puncak Gunung Merapi, Jumat (10/5/2018) pagi. - Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Uap Gunung Merapi yang meletup dan mumbul sampai 5.500 meter pada Jumat (11/5) pagi mengagetkan warga sekitar. Tak sedikit dari mereka yang panik dan meninggalkan pekerjaan keseharian. Sekolah-sekolah memulangkan murid.

Suara itu terdengar nyaring, diiringi getaran mirip gempa. Pagi itu Sukono berniat membuka lapak, tetapi tak berselang lama, gemuruh membuyarkan rencananya. Sukono mengemasi lagi barang dagangannya.

Advertisement

“Langsung pergi saja ke rumah,” kata pria yang menjadi bakul di sekitar Museum Gunungapi Merapi, Sleman.

Sukono lekas-lekas pulang, bertemu anak istri dan tanpa pikir panjang langsung membawa barang berharga berangkat menuju tempat yang lebih aman. Dari rumahnya di Dusun Banteng, Desa Hargobinangun, Pakem, dengan cepat ia naik kendaraan menuju Posko Utama Pusdalops Pakem Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman. Di sana, puluhan orang sudah berkumpul. Lewat pelantang, petugas dari BPBD Sleman mengingatkan agar warga jangan panik.

Lain Sukono lain lagi Purwanto. Purwanto ngacir dari rumahnya di Dusun Gondang, Desa Wukirsari, Cangkringan setelah terperanjat oleh suara gemuruh. Dengan tergesa-gesa ia mengajak istrinya Lanjar menuju sekolah anaknya di SD Muhammadiyah Kregan, Dusun Krajan, Desa Wukirsari.

“Di sekolah sudah banyak juga orang tua siswa yang menjemput anaknya,” ujar Purwanto.

Menurut Purwanto sekolah langsung memulangkan siswanya begitu mendengar ada yang tak beres dengan Merapi.

“Kami panik karena trauma, dulu juga gemuruh besar sebelum letusan,” ujar dia, mengenang letusan hebat Merapi pada November 2010.

Bergerak ke bawah, Purwanto beserta istri dan anaknya mampir terlebih dahulu di sebuah apotek. “Pas mau turun ternyata hujan abu, langsung saja ke pinggir dulu di apotek, juga sekalian beli masker,” kata Purwanto.

Begitu pun yang dialami siswa MTs Darul Ulum Sinar Melati Padasan, Pakem, Muhammad Fadlan. Dia tidak jadi bersekolah akibat erupsi Merapi.

“Murid-murid dipulangkan karena gemuruh Gunung Merapi,” ujar Fadlan.

Di Cangkringan dan Jl. Kaliurang, iringan sepeda motor bergerak ke bawah, ditemani hujan abu yang membuat pakaian pengendaranya menjadi kelabu. Kaca-kaca mobil berselimut debu.

Di depan Posko Utama Pusdalops Pakem BPBD Sleman, puluhan orang mencari informasi. Petugas bergegas membuka kardus yang berisi masker untuk dibagikan siapa saja yang datang.

“Kami imbau warga jangan panik, karena Gunung Merapi aktif normal. Tetapi kami meminta mereka jangan terlalu banyak beraktivitas di luar rumah karena hujan abu,” ujar Kepala Seksi Pengungsi dan Logistik BPBD Sleman Dwi Harjanto.

Beberapa tempat sudah disiapkan sebagai tempat pengungsian sementara, seperti di Desa Wukirsari, Desa Girikerto, dan Desa Purwobinangun.

Sukono dan warga lain yang mendatangi posko kembali tenang setelah hujan abu mereda. Ia pulang, membawa barang-barang berharga yang sempat ia bawa untuk berjaga-jaga.

Para Pendaki

Ketika warga di kaki Merapi tergopoh-gopoh mencari perlindungan, ada ratusan pendaki di punggung gunung. Manajer Pusdalops BPBD DIY Danang Samsurizal mengatakan ada 160 orang yang mendaki Merapi pada Jumat pagi kemarin. Mereka berada di Pasar Bubrah, area sekitar dua kilometer dari puncak yang menjadi batas akhir pendakian. Semuanya selamat dan sudah turun, tetapi ada 18 orang yang terluka dan trauma lantaran mereka berada di perkemahan yang jaraknya hampir 400 meter dari puncak.

“Ada yang masih trauma, ada yang luka-luka ringan, lecet. Engga ada yang sampai patah,” ujar Danang, sebagaimana dilansir suara.com.

Sebanyak 160 orang itu naik ke Merapi via jalur Selo, Boyolali, Jawa Tengah. Beberapa saat setelah Merapi meletup, BPBD Boyolali langsung mengerahkan sukarelawan untuk membantu mereka menjauhi puncak.

“Kami siapkan ambulans untuk antisipasi,” ujar Kepala BPBD Boyolali Bambang Sinungharjo.

Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) langsung mensterilkan radius berbahaya.

“Saya minta kepada kepala seksi pemangku kawasan wilayah 1 yang membawahi Sleman dan Magelang untuk mensterilkan radius wilayah tertentu. Tidak ada kegiatan di radius selatan lima kilometer dan barat daya magelang tiga kilometer,” kata Kepala BTNGM Ami Nurwati

BTNGM pun memastikan semua pintu masuk kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) ditutup. Setiap hari, pintu masuk di TNGM di kawasan Sleman baru dibuka pukul 08.00 WIB, sehingga saat erupsi belum ada wisatawan yang masuk kawasan tersebut.

Sementara, delapan penerbangan tertahan di Bandara Internasional Adisutjipto yang ditutup menyusul menyebarnya abu vulkanis yang dibawa letusan freatik Merapi.

Communication and Legal Section Head PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Adisutjipto Liza Anindya Rahmadiani mengungkapkan delapan penerbangan ditunda mulai pukul 10.45 WIB, sementara satu pesawat yang menuju Jogja balik lagi ke Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.

Manager Humas AirNav Indonesia Yohanes Sirait mengatakan Bandara Adisutjipto ditutup hingga pukul 16.30 WIB sesuai Notice to Airmen (Notam) B3567/2018. Setelah itu, penerbangan kembali normal.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

Cegah Keracunan, Prabowo Perketat SOP Pelaksanaan MBG

Cegah Keracunan, Prabowo Perketat SOP Pelaksanaan MBG

News
| Kamis, 16 Oktober 2025, 03:57 WIB

Advertisement

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA

Wisata
| Senin, 13 Oktober 2025, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement