Advertisement
Takmir Masjid di Jogja Sepakat Tolak Masjid Jadi Ajang Politik Praktis
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Seluruh takmir masiid di Jogja sepakat menolak masuknya kepentingan polilik praktis dan pragmatis menjelang Pemilu 2019. Mereka sepakat masjid tetap akan digunakan sebagai pusat pengembangan peradaban Islam.
Kepala Bidang Humas Hukum dan Wakaf Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jogja Aminuddin mengatakan masiid harus jadi pionir perdamaian. Terlebih saat ini isu-isu keagamaan tersebar secara masif di media sosial.
Advertisement
"Masjid tetap harus dijadikan sarana pemberdayaan umat. Jangan dijadikan untuk sarana politik praktis. Itu bisa memecah belah umat," katanya seusai forum group discussion (FGD) bertajuk Meneguhkan Jogja Istimewa dalam Bingkai Ukhuwah Islamiah dan Ukhuwah Wathoniah yang digelar di Kantor Kementerian Agama Jogja, Rabu (31/10/2018).
Kegiatan FGD itu diikuti oleh 100 takmir masjid dan penyuluh agama perwakilan dari 14 kecamatan se-Jogja. Seusai FGD yang juga menghadirkan Ketua PCNU Yazid Afandi dan pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jogja Deeni Astiyanto, para takmir dan penyuluh agama mengikrarkan Deklarasi Jogja Damai dari Masjid yang berisikan tiga poin.
Salah satunya adalah menolak dijadikannya masjid untuk kegiatan yang mengarah pada terorisme, radikalisme, politik praktis dan pragmatis. Mereka juga kekeh akan menjadikan masjid tetap sebagai pengembangan peradaban Islam, pembinaan dan pemersatu umat.
"Masjid adalah tempat netral. Kami juga mengimbau para takmir masjid untuk selektif dalam memilih penceramah, kata Amin.
Kasubag TU Kemenag Jogja Abdul Suud yang juga didapuk sebagai narasumber dan FGD tersebut mengatakan Kemenag sudah memprediksi isu keagamaan jadi isu yang diangkat oleh kontestan Pemilu 2019 untuk menggaet pemilih dan mendulang suara.
"Semua berkepentingan [dengan isu keagamaan], itu sudah nyata dan meluncur deras. Namun kami sudah mengantisipasi, agar nanti jangan terkotak-kotak, terpecah belah hanya karena beda pilihan politik," kata Suud.
Dia mencontohkan kasus bendera tauhid yang sedang ramai saat ini. Menurutnya masyarakat harus bisa membedakan antara mana terminologi agama dan juga politik. Kasus tersebut, kata Suud, merupakan isu politik yang dibalut agama.
Menurut dia, meski muncul kasus-kasus intoleransi di Jogja namun masyarakat Jogja yang heterogen cukup selektif dalam menerima informasi. Kondisi tersebut turut mampu menjaga kerukunan antarumat beragama.
"Takmir masjid juga selalu diingatkan selektif memilih khatib. Jika dirasa ceramahnya menimbulkan konflik, kami minta untuk diganti," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Dico dan Raffi Ahmad Foto Bareng Munculkan Spekulasi, Ini Respons Golkar Jateng
- Terbongkar! Pejabat Kementan Patungan Rp1 Miliar untuk Biayai Umrah SYL
- Arsip Indarung I Semen Padang Ditetapkan Jadi Memory of the World Asia Pacific
- Presiden NOC Prancis Doakan Timnas Indonesia Lolos ke Olimpiade Paris
Berita Pilihan
Advertisement
AstraZeneca Tarik Besar-besaran Vaksin Covid-19 Buatannya, Ini Alasannya
Advertisement
Grand Rohan Jogja Hadirkan Fasilitas Family Room untuk Liburan Bersama Keluarga
Advertisement
Berita Populer
- PEMBERDAYAAN MASYARAKAT: Dispar dan DPRD DIY Gelar Pelatihan Kuliner di Kampung Wisata Purbayan
- Terbaru! Jadwal KRL Jogja-Solo Rabu 8 Mei 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan
- Jadwal Terbaru! KRL Solo-Jogja, Berangkat dari Palur Rabu 8 Mei 2024
- Jadwal Kereta Api Prameks Jogja-Kutoarjo Rabu 8 Mei 2024
- Jadwal Kereta Bandara YIA Rabu 8 Mei 2024, Harga Tiket Rp20 Ribu
Advertisement
Advertisement