Sanata Dharma Seminarkan Disertasi Mengenai Material Nano
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN-- Universitas Sanata Dharma (USD) kembali menggelar seminar Sanata Dharma Berbagi, Jumat (18/10/2019) di Ruang Koendjono Gedung Pusat Kampus II Mrican. Kali ini disertasi yang dibedah di seminar merupakan hasil penelitian dua dosen dari Fakultas Sains dan Teknologi USD.
Kedua dosen tersebut ialah Eko Budi Santoso dan I Gusti Ketut Puja. Keduanya menyampaikan hasil disertasi dalam seminar bertema Nano Material, Future and Challenge.
Advertisement
Eko Budi Santoso dalam disertasinya menyebut istilah Symmetry Groups of Single-Wall Nanotubes. Materi ini secara konseptual dan teoritis dipublikasikan pada 1959. Dua tahun kemudian dilakukan penelitian dan berhasil mensintesa tabung karbon nano berdinding tunggal. Ia mencontohkan nanotubes pada sebuah pensil. "Di dalamnya [pensil] ada karbon bagian dari nonotubes," kata dia, Jumat (18/10/2019).
Dia mengatakan aplikasi tabung nano karbon dan graphene (molekul yang terdiri dari atom karbon murni, yang terdapat pada bahan pensil) mempunyai peluang untuk diaplikasikan pada aspek kehidupan. Mulai dari konstruksi bangunan, teknologi militer, pesawat terbang, komputer, farmasi, tekstil dan alat olahraga.
"Sekarang sedang coba dikembangkan untuk diterapkan," jelasnya.
I Gusti Ketut Puja menuturkan tema penelitian disertasinya yaitu pengembangan material karbon nano berbasis bahan alam. Pada riset tersebut, dilakukan sintesis serat karbon nano porus dari bahan arang tempurung kelapa memakai alumunium oksida dan getah pepaya.
"Arang saya campur dengan sejumlah getah pepaya dan dipanaskan pada suhu 60 derajat celsius selama empat jam," ungkapnya.
Kemudian ditambahkan oksida alumunium sebagai precursor, campuran lalu diproses dengan High Energy Milling (HEM) sampai 600.000 siklus. "Masih ada serangkaian proses yang harus dilewati tapi itu di antaranya sehingga terbentuk serat karbon nano," kata dia.
Rektor USD, Johanes Eka Priyatma, mengatakan pada saat ini ilmuwan melakukan penelitian di dua arah berbeda. Pertama, arah yang disebut sebagai makro kosmos yaitu pemahaman tentang alam semesta dan kedua digambarkan sebagai fenomena lubang hitam. "Fenomena lubang hitam berhasil dipotret berdasarkan data observasi yang diperoleh dari pemancar-pemancar," katanya.
Fenomena lubang hitam memberi pengetahuan baru, namun ilmu pengetahuan terutama ilmu fisika saat ini hanya dapat memahami sebesar 4% dari fakta alam semesta yang ada.
Menurut dia perkembangan ilmu pengetahuan di makro kosmos agak mengerikan karena Bumi sangat kecil. Terlebih manusia yang tinggal di muka Bumi. "Bumi dan manusia sangat kecil di hadapan alam semesta," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Bawaslu Bakal Terapkan Teknologi Pengawasan Pemungutan Suara di Pilkada 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Perluasan RSUD Panembahan Senopati Bantul Tinggal Menunggu Izin Gubernur
- Gunungkidul City Run & Walk 2024: Olahraga, Pariwisata, dan Kebanggaan Daerah
- Resmi Diluncurkan, 2 Bus Listrik Baru Trans Jogja Bertahan hingga 300 Km Sekali Isi Daya
- Kemiskinan Sleman Turun Tipis, BPS Sebut Daya Beli dan Inflasi Jadi Biang
- Relawan Posko Rakyat 45 Kerahkan Dukungan ke Pasangan Afnan-Singgih
Advertisement
Advertisement