Advertisement

Penyebaran Leptospirosis di Gunungkidul Terus Menurun

Muhammad Nadhir Attamimi
Selasa, 10 Desember 2019 - 20:12 WIB
Yudhi Kusdiyanto
Penyebaran Leptospirosis di Gunungkidul Terus Menurun Ilustrasi leptospirosis, - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Kasus leptospirosis masih terjadi di Gunungkidul. Meski demikian, selama tiga tahun terakhir jumlah kasus dan penyebarannya terus menurun. Untuk mengantisipasi, masyarakat diimbau meningkatkan kewaspadaan, terlebih saat musim penghujan.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul, Dewi Irawaty, mengungkapkan berdasar data tahun ini terdapat sembilan kasus leptospirosis di Gunungkidul, satu penderita di antaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut diakuinya menurun dibanding 2018.

Advertisement

"Kasus penyakit leptospirosis tahun ini menurun, hanya terjadi sembilan kasus, pada 2018 tercatat ada 17 kasus dan 2017 sebanyak 64 kasus," kata Dewi saat ditemui Selasa (10/12/2019).

Dewi mengungkapkan leptospirosis merupakan bakteri yang biasanya ditularkan melalui tikus dan dapat mudah tertular kepada manusia. Terlebih, saat musim penghujan seperti saat ini, penyebaran leptospirosis perlu diwaspadai oleh masyarakat.

Dinkes terus memantau perkembangan bakteri tersebut, di mana dalam hasil penelitian sudah ditemukan penyebarannya menyasar ke wilayah pantai.

"Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes Banjarnegara, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu, ditemukan adanya tikus di Pantai Timang yang mengandung bakteri leptospira, tapi masyarakat tidak perlu khawatir karena bisa dihindari dengan perilaku hidup bersih dan sehat," kata dia.

Sekretaris Dinkes Gunungkidul, Priyanta Madya Satmaka, menambahkan bakteri leptospira berasal dari hewan-hewan tertentu. Bakteri tersebut biasanya menyebar melalui air. Umumnya, penyakit tersebut keluar dari urine hewan tertentu seperti tikus.

Menurutnya, penyebaran bakteri itu berawal dari perilaku manusia yang kurang perhatian dan tidak menjaga kebersihan tubuhnya. Sebab, bakteri itu hidup di perairan berlumpur, tanah basah, air tawar dan tumbuhan di mana banyak aktivitas manusia. "Contoh kecil, petani masuk ke sawah dalam kondisi ada luka kecil di kakinya, itu sangat berisiko," ujarnya.

Priyanta mengimbau masyarakat yang beraktivitas di tempat-tempat tersebut untuk menggunakan pelindung tubuh, serta menutup luka dengan sebaik mungkin agar tidak terjadi kontak langsung dengan hewan pembawa bakteri tersebut. "Jaga kebersihan dan jauhi aktivitas yang berisiko," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gelombang I Pemberangkatan Jemaah Calon Haji ke Tanah Suci Dijadwalkan 12 Mei 2024

News
| Jum'at, 19 April 2024, 17:57 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement