Warga Ngadiwinatan Ubah Penampungan Sampah Jadi Kebun Gizi
Advertisement
Harianjogja.com, NGAMPILAN – Kelompok Tani Ngudi Manunggal Kampung Ngadiwinatan ubah tempat penampungan sampah menjadi kebun gizi. Adanya kebun gizi yang memberdayakan sayur, buah, tanaman obat, ikan nila, lele, dan jamur tiram ini untuk mendukung ketahanan pangan wilayah secara mandiri.
Menurut Ketua Kampung Ngadiwinatan Edy Suryana, hasil dari kebun gizi yang berada di tanah milik Detasemen Kesehatan Wilayah 04.04.02 ini untuk mendukung dapur ibu dalam mencukupi gizi balita. Beberapa jenis budidaya di kebun gizi merupakan akumulasi dari pelatihan-pelatihan yang diadakan kampung dan kelurahan.
Advertisement
BACA JUGA : Pemkot Ingatkan Warga Jogja soal Kiamat Sampah
“Pengelola merupakan lulusan dari pelatihan-pelatihan yang diadakan kelurahan atau kampung,” kata Edy yang ditemui di kebun gizi pada Minggu (3/1/2020).
Secara distribusi, hasil panen akan terlebih dahulu ditawarkan pada anggota kelompok. Apabila anggota kelompok telah tercukupi, maka pemasaran akan melebar ke wilayah kampung. Apabila wilayah kampung sudah terpenuhi, maka berlanjut ke tingkat kelurahan dan seterusnya.
“Harga sangat bersaing dengan pasar tradisional pada umumnya. Misalnya lele, perkilo dari kami ke anggota harganya Rp18.000, harga untuk warga Rp20.000. Sementara di pasar umum harganya bisa Rp24.000 sampai Rp25.000,” kata Edy.
BACA JUGA : Sampah Tak Terangkut 4 Hari, TPST Piyungan Akan Dibuka
Untuk waktu panen, sayuran seperti sawi butuh waktu sekitar satu bulan. Sementara untuk lele bisa dipanen setelah dua bulan dan ikan nila setelah tiga bulan. Khusus untuk jamur tiram, setiap hari pengelola bisa menanen, walaupun dengan hasil hanya setengah kilo dari 120 slot. Dalam sebulan, hasil penjualan bisa mencapai Rp200.000.
“Bukan masalah profit, tapi memberdayakan masyarakaat, termasuk untuk daya tarik warga yang suka menanam,” kata Edy.
“Selain itu untuk ajang silaturahmi warga juga bisa.”
Kebun gizi yang telah berjalan sejak awal pandemi Covid-19 ini tidak menggunakan zat kimia dalam pengolahannya. Dalam pengairan sayur misalnya, mereka menggunakan air bekas lele sebagai penyubur. Sementara untuk mengusir hama atau penyakit tanaman, pengelola juga membuat obat dengan bahan-bahan alami. Termasuk dalam pembibitan, pengelola kebun gizi tidak lagi menggunakan plastik sebagai pot, namun menggunakan daun pisang.
Ke depannya, Edy berharap kebun gizi Ngadiwinatan bisa lebih berkembang dan melakukan berbagai inovasi. Dia juga berharap anggotanya mendapat pelatihan dari dinas untuk meningkatkan kemampuannya.
BACA JUGA : Penutupan TPST Piyungan Berlarut, Sampah
“Dari pemerintah daerah, kalau kami bisa masuk ke dalam daftar kelompok tani yang ada di kota, mudah-mudahan ada kunjungan atau bantuan kepada kelompok tani agar bisa semakin meningkat,” kata Edy.
“Sehingga tidak bingung seperti anak ayam kehilangan induknya, walaupun potensinya sedikit tapi bisa berkelanjutan. Itu menjadi cita-cita bersama.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
KPK Tetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Jadi Tersangka Pemerasan dan Gratifikasi
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal SIM Keliling Sleman Pekan Terakhir Bulan November 2024
- Jadwal Terbaru Kereta Api Prameks Jurusan Jogja-Kutoarjo Minggu 24 November 2024
- Jadwal dan Tarif Tiket Bus Damri Titik Nol Malioboro Jogja ke Pantai Baron Gunungkidul Minggu 24 November 2024
- Catat! Ini Jadwal SIM Keliling Gunungkidul Pekan Terakhir November 2024
- Prakiraan Cuaca BMKG Minggu 24 November 2024: Hujan Ringan hingga Petir
Advertisement
Advertisement