Advertisement

Pakar UII Sorot Rekomendasi Komnas HAM Terkait Penembakan 6 Laskar FPI

Sunartono
Minggu, 17 Januari 2021 - 14:27 WIB
Nina Atmasari
Pakar UII Sorot Rekomendasi Komnas HAM Terkait Penembakan 6 Laskar FPI Tangkapan layar webinar Pusat Studi Hukum UII bertajuk Implikasi dan Tindak Lanjut Rekomendasi Komnas HAM. - Ist/ @Youtube PSH UII.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA— Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) menyorot sejumlah rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas HAM terkait penembakan enam laskar FPI. Komnas HAM memastikan semua pihak diajak untuk mengawal kasus tersebut agar ada proses pengadilan terbuka terkait kasus tersebut.

Pakar Hukum Pidana UII Mudzakir menilai, apabila Komnas HAM merekomendasikan adanya pelanggaran HAM, maka kasus tersebut termasuk HAM berat karena pembunuhan biasa tidak bisa dikategorikan pelanggaran HAM. Selain itu dalam penyelidikan seharusnya Komnas HAM mengkaji serentetan perbuatan yang menjadi pemicu terjadinya kasus tersebut. Ia justru melihat Komnas HAM belum merekonstruksi secara utuh serentetan kasus sebelum peristiwa penembakan itu terjadi.

Advertisement

“Penyelidikan komnas HAM tidak mengkonstruksi ante factum [serentetan kejadian sebelum penembakan] secara lengkap sehingga menurut kami masih kurang untuk membuat kesimpulan yang sebenarnya sudah ada indikasi terjadi pelanggaran HAM,” ungkapnya dalam webinar Pusat Studi Hukum UII bertajuk Implikasi dan Tindak Lanjut Rekomendasi Komnas HAM dipantau Harianjogja.com melalui Youtube, Minggu (17/1/2021).

Baca juga: Langgar PTKM, Acara Hajatan di Gunungkidul Dibubarkan Petugas

Ia mengaku bingung dengan Komnas HAM yang memberikan rekomendasi penyidikan kasus itu ke kepolisian. Seharusnya rekomendasi dilakukan secara linear atau ke bawah lebih dahulu, dalam hal ini menyerahkan penyidikan ke Kejaksaan, di mana jika terbukti kemudian diajukan ke pengadilan HAM.

“Mestinya rekomendasinya diserahkan ke Kejaksaan Agung agar melakukan penyidikan. Masukkan ke Kejagung baru kemudian dituntut ke pengadilan HAM. Kalau tidak bisa mengadili sebaiknya diserahkan ke pengadilan internasional agar di kemudian hari tidak terjadi pelanggaran HAM,” ucapnya.

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyatakan penanganan kasus penembakan enam lascar FPI pihaknya menggunakan dasar UU No.39/1999 tentang HAM terutama pasal 29 ayat 3 terkait pemantaun dan penyelidikan. Menurutnya proses rekonstruksi penyelidikan telah dilakukan sejak sebelum kasus itu terjadi, di mana ada pembuntutan kepada Rizieq Shihab karena berkaitan dengan kasus pelanggaran protokol kesehatan.

Baca juga: Karir Farida Pasha, Artis Film Horor yang Sukses Sebagai "Mak Lampir"

“Kami mendapatkan voice note dari ponsel korban sebanyak 172 rekaman, 191 transkrip. Kami memperoleh video merekam jalan tol terkait peristiwa sebanyak 9.942 video, setiap video durasi 10 menit lamanya 99.420 menit, capture berapa kecepetan kendaraan yang terlibat 137.548 foto,” katanya.

Alasan tidak memberikan rekomendasi pelanggaran HAM berat karena ada pengertian bahwa unsur kejahatan kemanusian, maka perbuatan harus sistematis atau meluas. Selain itu harus ada komando operasi terjadi dalam rentetan peristiwa berulang. “Kalau sistematis itu operasinya ada kebijakan khusus tentang penembakan itu, keberulangan dan ada sekuens peristiwa lain,” ujarnya.

Pihaknya sudah menyampaikan cerita singkatnya melalui laporan kepada presiden. Menurutnya Presiden Jokowi berkomitmen menindaklanjuti semua rekomendasi Komnas HAM. “Sekarang tugas kita mengawal supaya ada proses pengadilan terbuka yang adil kepada korban dan keluarga korban,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement