Advertisement
Ditolak Warga Purworejo, Proyek Bendungan Bener Ternyata untuk Menyuplai Air ke Bandara Jogja

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Sejumlah warga Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah mendatangi kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Kamis (8/4/2021). Para petani itu menolak perpanjangan Izin Penetapan Lokasi (IPL) penambangan tanah dan batu di desa mereka untuk kepentingan proyek Bendungan Bener.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja yang mengadvokasi warga Wadas menemukan sebagian besar air dari mega proyek bendungan itu untuk memasok kebutuhan air di Jogja khususnya di Yogyakarta International Airport (YIA).
Advertisement
Ketua Divisi Advokasi LBH Jogja Julian, menyatakan proyek bendungan Bener merupakan pendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) di Jogja, yakni Yogyakarta International Airport.
Pasalnya sebanyak 60% air yang dihasilkan dari bendungan ini akan dialirkan untuk suplai air bandara yang terletak di Kulonprogo tersebut.
"Kalau melihat presentasi BBWS [Balai Besar Wilayah Sungai] Serayu Opak dan dokumen Amdal [Analisis mengenai Dampak Lingkungan], memang 60 persen airnya untuk kebutuhan YIA," ungkapnya, Kamis (8/4/2021) kepada Harianjogja.com.
Adapun terkait pembangunan bendungan, dikatakannya IPL penambangan yang telah ditetapkan pada 5 Juni 2018 dan diperpanjang pada 5 Juni 2020, akan habis pada 5 Juni mendatang. Alhasil BBWS Serayu Opak sebagai pemrakarsa perlu mengulang prosesnya dari awal untuk mendapatkan izin dari Gubernur Jawa Tengah.
BACA JUGA: Konflik Proyek Bendungan Bener Bergejolak, Warga Wadas Geruduk BBWS Serayu Opak
“Warga mau nanti selanjutnya wilayahnya tidak dijadikan lokasi pertambangan lagi. IPL dijadikan sebagai dasar pengadaan tanah dan proyek. Warga khawatir kalau ditambang dan hilang karena di atas 149 hektare ada lahan yang menghidupi mereka,” kata dia.
Salah satu warga, Mulyati, menjelaskan kedatangannya ke Kantor BBWS Serayu Opak di Jogja untuk menyampaikan penolakan warga atas aktivitas tambang yang diprakarsai oleh lemnaga tersebut. “Sekali menolak tetap menolak. Karena merugikan semua. Dari perekonomian hilang. Kami mau menanam apa pun, umbi-umbian sudah tidak bisa ditanami karena sudah gersang. Kalau batu diambil sudah rusak,” ujarnya.
Ia menuturkan warga Wadas mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, sehingga jika lahan sudah rusak maka praktis tidak dapat bertahan hidup. “Saya sendiri tani. Kerjaannya menyadap karet. Tiap hari dapat hasil. Kalau diambil batunya enggak dapat penghasilan lagi,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Harga Tiket Mendaki Gunung Fuji Jepang Kini Naik Dua Kali Lipat
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- PMI Asal Gunungkidul Meninggal di Taiwan, Jenazah Belum Bisa Dipulangkan ke Paliyan
- Pemkab Sleman Siapkan Rp210 Juta untuk Bantu Pendanaan Penulisan Skripsi Hingga Tesis ASN
- Ingin Bekerja ke Luar Negeri, Pemkab Imbau Warga Gunungkidul Gunakan Jalur Resmi
- Disdikpora Kota Jogja Perpanjangan Pengajuan Akun SPMB SMP Sampai 2 Juli 2025
- Volume Sampah Plastik di Sleman Capai 222 Ton Per Hari
Advertisement
Advertisement