Advertisement
UMK Kota Jogja Naik Rp84.440, Ini Penjelasan Pemkot
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA– Upah Minimum Kota (UMK) Jogja naik sebesar 4,08 persen atau Rp84.440. dari yang sebelumnya UMK Jogja sebesar Rp2.069.530 menjadi Rp2.153.970. Menurut Wakil Wali Kota Jogja, Heroe Poerwadi, kenaikan ini berdasarkan kesepakatan serikat pekerja dan pengusaha.
“Sebenarnya masing-masing memahami kondisi pandemi Covid-19 belum pulih dan perlu bareng-bareng memulihkan. Ada kesepakatan dari pekerja dan pengusaha, didasari ada pemahaman untuk bersama bangkit bareng-bareng,” kata Heroe, Jumat (19/11/2021).
Advertisement
Kenaikan ini juga mempertimbangkan kebutuhan kalori per bulan, jumlah anggota keluarga, pertumbuhan ekonomi, sampai inflasi. Heroe mengatakan perhitungan kenaikan UMK ini sudah di atas kebutuhan kalori dan juga pertimbangan jumlah anggota keluarga. Sementara pertumbuhan ekonomi dan inflasi saat ini masih cukup rendah.
“Bisa [lebih] meningkat kalau pertumbuhan ekonomi juga meningkat,” kata Heroe. “Perlu dicatat, Ini berlaku untuk masa kerja di bawah satu tahun, artinya di atas satu tahun masih berlaku dengan [tambahan] masa kerja dan segala macam.”
BACA JUGA: Penonton World Superbike Mulai Datangi Sirkuit Mandalika
Selain UMK Jogja, kenaikan lain juga untuk empat kebupaten di DIY. Untuk UMK Sleman, ada kenaikan 5,12 persen atau Rp97.500. Dari sebelumnya Rp1.903.500 menjadi Rp2.001.000. Sementara UMK Bantul naik 4,04 persen atau Rp74.388, dari Rp1.842.460 menjadi Rp1.916.848. UMK Kulonprogo naik 5,50 persen atau Rp99.275 dari RP1.805.000 menjadi Rp1.904.275. Untuk UMK Gunungkidul naik 7,34 persen atau Rp130.000 dari Rp1.770.000 menjadi Rp1.900.000. Sementara UMP DIY 2022 ditetapkan sebesar Rp1.840.915. Nilai ini naik sebesar Rp75.915 atau 4,30 persen dibandingkan UMP 2021 sebesar Rp1.765.000.
Berdasarkan penetapan ini, Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) DIY menolak kenaikan UMP dan UMK di DIY. Juru Bicara DPD KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan merasa kecewa dan tidak puas atas besaran UMP DIY 2022 tersebut.
“Kenaikan UMP DIY 2022 yang tidak signifikan adalah sesungguhnya cerita lama yang terus berulang-ulang, di mana justru upah buruh tidak pernah istimewa di Provinsi yang menyandang predikat istimewa,” kata Irsad dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/11). “Upah murah yang ditetapkan berulang-ulang senantiasa membawa buruh pada kehidupan yang tidak layak dari tahun ke tahun, karena upah minimum tidak mampu memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).”
Kenaikan yang tidak sampai lima persen ini dianggap tidak mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Kenaikan ini juga tidak akan mempersempit jurang ketimpangan ekonomi yang ada di DIY. Selain itu, ada potensi buruh kesulitan membeli rumah.
“Penetapan UMP DIY 2022 adalah suatu penetapan yang tidak demokratis, karena menghilangkan peran serikat buruh dalam proses penetapan upah. Ini sebagai akibat penetapan upah menggunakan rumus atau formula yang tidak berbasis survey KHL dan angka-angka yang sudah ditetapkan Badan Pusat Statistik,” kata Irsad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Libur Maulid Nabi, Layanan SIM Keliling di Sleman Tutup Sehari
- Prediksi Cuaca di Jogja dan Sekitarnya Senin 16 September 2024, Cerah Berawan
- Lomba Tari Ngumbar Polah Sarana Edukasi Budaya pada Generasi Muda
- Cerita Perjuangan Qonitah, Peraih Medali Perak di Paralimpiade Paris 2024: Capek Boleh, Nyerah Jangan!
- RS Panti Rapih Gelar Seminar Motivasi Hadirkan Ignasius Jonan
Advertisement
Advertisement