Advertisement
Belum Masuk Kas Negara, Satgas BLBI Tak Boleh Klaim Nilai Aset

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA– Sekjen Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Hardjuno Wiwoho, mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terkait nilai aset yang obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp19 triliun.
"Kalau dinyatakan telah menyita sebanyak 19,9 juta meter tanah lalu nilainya Rp19 triliun ini saya kira tidak elok dikeluarkan oleh menteri yang mengerti hukum. Aset itu kan belum dijual, belum jadi uang cash untuk membayar ganti rugi utang mereka yang nilainya sudah jelas itu," kata Hardjuno dalam dikusi “Quo Vadis BLBI” di Jogja Sabtu (2/4/2022).
Advertisement
Pada Jumat (1/4/2022) Menko Polhukan Mahfud MD selaku Satgas BLBI membuat pernyataan pers bahwa Satgas BLBI telah menyita aset senilai Rp19 triliun. "Sampai saat ini, Satgas BLBI sudah menyita aset tanah sebesar 19,9 juta meter persegi yang kalau dinilai dengan uang seluruhnya dengan perhitungan konservatif dengan hitungan rata-rata sebesar Rp19 triliun," ujar Mahfud dalam keterangan tertulis kemarin.
Semestinya, kata Hardjuno, Satgas BLBI mengingat kekeliruan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang melakukan perkiraan nilai aset sudah dihitung sebagai nilai pembayaran hutang. Padahal setelah dijual nilai tunai yang dihimpun hanya 5% dari perkiraan. "Jadi klaim Menko Polhukam yang menyita aset obligor sebanyak 19 juta meter dengan perhitungan rata-rata nilainya Rp19 triliun, itu pernyataan berbahaya dan berimplikasi hukum," katanya.
Baca juga: Parah! Ratusan Hektare Aset Negara dari BLBI Dijual Mafia!
Menurut Hardjuno, aset sitaan tersebut bukanlah sitaan tunai dan belum masuk kas negara sehingga belum bisa dihitung. Kalau ada pihak-pihak yang menyatakan sitaan tanah itu nilainya sekian dan ternyata setelah dilelang nilainya jauh dari perkiraan, lanjut dia, hal itu bisa disebut sebagai korupsi karena merugikan negara.
“Ingat kasus BPPN menerima aset nilainya disampaikan sekian-sekian, hutang obligor lunas, dikasih SKL (Surat Keterangan Lunas). Ternyata setelah dijual nilainya hanya 5 persen dari perkiraan. Ini siapa yang tanggungjawab? Seharusnya bisa disebut sebagai korupsi karena rugikan negara, ini kesalahan fatal yang jangan diulang lagi," kata Hardjuno.
Ia menegaskan, Satgas jangan pernah menilai dari valuasi aset seperti tanah yang disita, karena bisa saja nilainya di mark up. Yang harus dinilai adalah ketika aset tersebut sudah dijual dan hasil penjualannya sudah disetorkan ke kas negara sebagai pengembalian kerugian negara.
"Jadi jelas ya, angka klaim Satgas BLBI sudah sukses menyita aset sebesar Rp19 trilliunan itu hanyalah angka perkiraan yang cenderung kosong. Tanah-tanah sitaan yang dulu diklaim Rp 9,8 triliun itu dan sekarang tambah lagi ini, kita perkirakan jika dilelang nilainya tak lebih dari Rp1-2 triliun," katanya.
Dia pun meminta agar Satgas BLBI untuk menghentikan klaim-klaim nilai rupiah terkait nilai aset sitaannya dan menunggu sampai aset tersebut dilelang dan masuk kas negara. "Tidak usah klaim-klaim seperti itu. BLBI ini perkara yang sederhana. Orang berhutang ya harus bayar sesuai utangnya. Sederhana jangan diperumit dengan angka-angka yang tidak berdasar," kata Hardjuno.
Untuk diketahui Satgas BLBI akan mengejar total utang obligor BLBI nakal sebesar Rp110 triliun. Sampai saat ini Satgas BLBI melakukan penyitaan sejumlah aset tanah para obligor dan belum dilelang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Wabah Pneumonia di China, Kemenkes Imbau Masyarakat Tak Panik
Advertisement

BOB Golf Tournament 2023 Jadi Wisata Olahraga Terbaru di DIY
Advertisement
Berita Populer
- Hari Ini Sejumlah Wilayah di Jogja dan Kulonprogo Mati Lampu
- Prakiraan Cuaca, Seluruh Wilayah DIY Hujan Ringan dan Sedang di Malam Hari
- Jadwal KRL Jogja Solo Hari Ini, Jumat 24 November 2023
- Jadwal KRL Solo Jogja 24 November 2023, Keberangkatan dari Stasiun Palur
- Simak Jadwal KA Bandara YIA Reguler 24 November 2023
Advertisement
Advertisement