Advertisement

Dijadikan Nama Galeri di ISI Jogja, Ini Sosok R.J Katamsi dan Jasanya untuk Pendidikan Seni

Lugas Subarkah
Sabtu, 13 Agustus 2022 - 08:17 WIB
Arief Junianto
Dijadikan Nama Galeri di ISI Jogja, Ini Sosok R.J Katamsi dan Jasanya untuk Pendidikan Seni Patung R.J Katamsi. - ISI Jogja

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL — Srisasanti Syndicate bersama Galeri R.J. Katamsi menggelar pameran seni rupa bertajuk Konvergensi: Pasca-Tradisionalisme yang dibuka mulai Jumat (12/8/2022). Dengan melibatkan tiga kurator, 58 seniman dan enam kolektif seni dengan total 64 karya, pameran memperingati sekaligus membaca ulang masa 125 tahun R.J. Katamsi, tokoh pendidikan tinggi seni modern di Indonesia. 

R.J. Katamsi merupakan seniman yang dikenal sebagai salah satu tokoh seni rupa dalam periode seni rupa modern Indonesia. Dia turut mendirikan sekaligus menjadi Direktur pertama Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) yang menjadi cikal bakal ISI Jogja.

Advertisement

R.J. Katamsi Martoraharjo lahir pada 7 Januari 1897 di Desa Tempuran, Kecamatan Wonoyoso, Banjarnegara, Jawa Tengah. Dia merampungkan pendidikan formal seni rupa di AcademieVoor de Beeldende Kunsten Middelbaar Onderwijs, Den Haag, pada 1922 dengan ijazah Middelbaar Onderwijs dalam menggambar.

Berdasarkan catatan Indonesian Visual Art Archive (IVAA), setelah menyelesaikan pendidikannya di Belanda, R.J. Katamsi pulang ke Indonesia dan diangkat menjadi guru di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah dasar yang diperluas atau setingkat SMP dan Algemene Middelbare School (AMS), sekolah menengah umum atau setingkat SMA di Jogja.

R.J. Katamsi adalah orang Indonesia pertama yang dipercaya menjadi direktur AMS ini. Jabatan sebagai direktur tersebut diteruskan sampai zaman penjajahan Jepang yang sekolahnya berganti nama menjadi Sekolah Menengah Tinggi (SMT).

Pada 1935, masih di masa penjajahan Belanda, R.J. Katamsi mendapat tugas untuk membina tukang ukir perak di Kota Gede, Jogja, khususnya dalam hal penciptaan seni hias atau ornamen. Lalu di masa pendudukan Jepang, R.J. Katamsi mendapat sampiran tugas dari Sri Sultan HB IX untuk menjabat sebagai Kepala Museum Sonobudoyo, yakni pada 1942-1950.

Puncak pengabdian R.J. Katamsi untuk Negara dan seni adalah keberhasilannya dibantu sejumlah seniman lainnya mendirikan akademi seni yang pertama di Jogja, ASRI. Berdasarkan catatan Galeri R.J. Katamsi, dia menjadi Direktur pertama ASRI sejak diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 15 Januari 1950 sampai dengan 1958.

ASRI menjadi salah satu lembaga pendidikan tinggi pertama yang didirikan atas inisiatif dari jiwa-jiwa nasionalisme dan semangat para pendiri republik. Hasil dari buah pikiran dan ikhtiar bersama dari Kongres Kebudayaan di Magelang pada 1948.

Dinamis dan Progresif

Di bawah kepemimpinannya, ASRI menjadi sebuah kampus seni yang dinamis dan progresif. R.J. Katamsi dan tokoh-tokoh seperti Hendra Gunawan, Djajeng Asmoro, Indro Sugondo, Sindu Sawarno, S. Sudjojono, Affandi, Kusnadi telah meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pendidikan tinggi seni secara formal di Indonesia.

Salah satu yang sangat penting juga adalah gagasan Katamsi tentang sistem pendidikan tinggi seni yang dirancangnya, yang disebut dengan sistem pelajaran proyek-global. Rain Rosidi yang merupakan kurator pameran Konvergensi: Pasca-Tradisionalisme, menjelaskan apa yang disebut pelajaran proyek global mengadaptasi sistem pendidikan seni Belanda.

Konsep ini diadaptasi ke Indonesia karena pada saat itu kebanyakan siswanya tidak mendapat pendidikan sekolah menengah, dalam kondisi yang baru saja mengalami konflik militer. Maka sistem proyek global ini bertujuan memudahkan mengenalkan karakter masing-masing

Dalam konsep ini, setiap siswa diajarkan untuk mencari karakter dirinya melalui menggambar cepat. “Ketika menggambar sosok manusia itu di dalam waktu yang cepat sekaligus menemukan karakternya sendiri-sendiri. Itu yang disebut sistem proyek global,” ungkapnya.

Waktu itu, R.J. katamsi merupakan satu-satunya seniman di Jogja yang memiliki ijazah pendidikan formal dari Belanda. Di antara pendiri ASRI, R.J. Katamsi merupakan salah satu yang memiliki pemikiran sistematis terkait dengan kurikulum dan target capaian pendidikan. “Tanpa beliau mungkin kita tidak memiliki sistem pendidikan yang makin hari makin terstruktur,” katanya.

Kurator lainnya, Asmujo Jono Irianto, mengatakan R.J. Katamsi merupakan salah satu dari dua orang yang memiliki ijazah dari Belanda yang kemudian mendapat legitimasi dari pemerintah untuk mendirikan sekolah tinggi seni.

Selain R.J. Katamsi, ada pula Sumarja yang kemudian membuka pendidikan Seni Rupa di ITB. “Mereka itu pionir, bekerja dengan situasi yang ala kadarnya. Yang terpenting adalah sekarang, setelah dibukakan jalannya yang sekarang ini bagaimana?” kata dia.

Dia menilai perkembangan pendidikan tinggi seni dari era para pionir tersebut hingga saat ini tidak banyak perubahan. “Misalnya di ISI itu masih seni lukis, seni patung, seni grafis. Yang mau belajar video ga ada, yang mau kolektif ga ada,” ungkapnya.

Menurutnya sejauh ini ISI belum mengakomodasi kreativitas mahasiswa yang melampaui konvensional. Ia mencontohkan terlibatnya beberapa kolektif seni dari Jogja di event internasional seperti Documenta di Jerman. Padahal aktivitas kolektif seni tersebut tidak diwadahi di ISI Jogja.

Perkembangan Pendidikan

Perguruan tinggi kata dia, bertugas menganalisis dan meriset perkembangan dunia seni saat ini, yang hasilnya bisa menjadi tawaran. “Sebenarnya rugi kalau perguruan tinggi takut berubah. Padahal di luar itu lulusan sudah kencang banget larinya,” ungkapnya.

Maka dalam peringatan 125 tahun R.J. katamsi ini, diangkat tema Konvergensi: Pasca-Tradisionalisme. Gagasan post-tradisi untuk perguruan tingi seni rupa di Indonesia merupakan hal penting. Modernitas dalam post-tradisi adalah tahapan yang diawali dari tradisi menjadi modern lalu mencoba kembali melihat kearifan tradisi untuk melihat modernitas lokal yang berbeda.

“Sekuen tradisi, modern dan post tradisi menjadi penting. Sudah saatnya perguruan tinggi seni rupa di Indonesia menata ulang dan menetapkan proyeksi pendidikan seni rupanya sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat modern Indonesia,” katanya.

Pameran Konvergensi: Pasca-Tradisionalisme berlangsung di Galeri R.J. Katamsi, ISI Yogyakarta selama satu bulan, 12 Agustus hingga 12 September. Sejumlah seniman yang terlibat diantaranya Butet Kertaradjasa, Sirin Farid Stevy, FX Harsono, Ugo Untoro, Nasirun, Putu Sutawijaya, Heri Dono dan masih banyak lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Baru Kasus Korupsi Timah, Bos Maskapai Penerbangan Terlibat

News
| Sabtu, 27 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement