Advertisement

Ini Dugaan Penyebab Wisatawan Tak Betah Lama Tinggal di Jogja

Sunartono
Kamis, 24 November 2022 - 19:17 WIB
Bhekti Suryani
Ini Dugaan Penyebab Wisatawan Tak Betah Lama Tinggal di Jogja Sejumlah penari memeragakan teaser Sendratari Maharatu Pramodawardhani di UC UGM, Rabu (23/11 - 2022). / Ist

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY menilai Jogja masih kekurangan pertunjukan budaya lokal yang digelar pada malam hari. Kondisi ini membuat banyak wisatawan yang memilih untuk langsung pulang setelah berkunjung di destinasi wisata sehingga lama tinggal wisatawan pun minim. 

Ketua GIPI DIY Bobby Ardianto mengatakan ia mendapatkan banyak keluhan dari wisatawan khususnya dari mancanegara bahwa Jogja masih minim pertunjukan kultural pada malam hari. Sehingga pada malam hari ketika ingin menikmati pertunjukan budaya lokal masih sangat minim. 

Advertisement

“Jadi night live cultural itu limited sekali di Jogja. Memang ada beberapa seperti purawisata dan lainnya tetapi menurut mereka [wisatawan] standarnya belum seperti yang mereka harapkan,” katanya, Rabu (24/22/20220. 

Kondisi ini sangat berbeda dengan Bali, di mana hampir di seluruh penjuru mata angin bisa mendapatkan performance budaya lokal tersebut yang bisa ditemukan hampir setiap hari. Wisatawan yang ingin menikmati Barong, Legong, Kecak banyak ditemukan di Bali setiap hari. Konsep ini untuk menahan wisatawan agar lebih lama tinggal. 

Menurutnya, hal ini ironis di tengah Jogja terus berusaha mempertahankan diri sebagai kota budaya. Oleh karena itu ia mendorong berbagai pihak untuk dapat mewujudkan keinginan wisatawan tersebut. Kebutuhan adanya pertunjukan budaya malam ini sebenarnya paling banyak dibutuhkan di Kota Jogja, karena banyak wisatawan yang menginap di hotel area Kota Jogja. 

Dari dari sisi ruang tempat untuk pertunjukan, kata dia, di wilayah DIY sangat banyak. Jogja punya ruang indoor maupun outdoor yang cukup representatif. Namun hal ini butuh komunikasi dengan semua stakeholder terutama antara pemerintah dengan dunia industri pariwisata. Karena untuk menciptakan pertunjukan budaya lokal yang konsisten tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah, mengingat performance yang sifatnya kolosal butuh anggaran. Oleh karena itu industri harus masuk untuk membantu mewujudkan adanya pertunjukan malam hari secara konsisten. 

“Ini butuh sinergi antara pemerintah, industri bekerja sama, saya yakin bisa. Karena selama ini memang beberapa masih jalan sendiri-sendiri sehingga belum terwujud. Ini momentum agar kita yuk bersama-sama,” katanya.

 Bobby menegaskan karena minimnya pertunjukan malam hari itulah, menjadi lama kunjungan wisatawan di DIY sulit mengalami peningkatan. Empat kabupaten dan satu kota tidak terintegrasi dengan baik sehingga tidak banyak yang bisa dinikmati wisatawan. Seringkali wisatawan pada pagi hari berangkat ke destinasi wisata di wilayah kabupaten dan sore hari ke Kota Jogja. Di sisi lain, Kota Jogja memiliki keterbatasan untuk menyediakan pertunjukan budaya malam hari. 

BACA JUGA: Kecelakaan Maut Tol Boyolali, 3 Orang Meninggal, Salah Satunya Akan Menikah Bulan Depan

“Sehingga length of stay kita tidak akan bergerak di antara 1,5 sampai 1,7 hari, tidak sampai dua hari. Ini sebenarnya terjadi juga di Solo, Semarang. Padahal kita semua punya Borobudur tetapi daerah bergeraknya parsial, tidak ada integrasi,” katanya. 

Keberadaan Borobudur sebagai warisan budaya dunia menjadi destinasi wisata bagi banyak wisatawan luar negeri. Jogja menjadi salah satu penyangga destinasi ini karena setip wisatawan hanya menikmati Borobudur sekitar dua jam saja sudah cukup. Akan tetapi setelah berkunjung ke Borobudur itulah yang harus ditangkap agar wisatawan bisa berlama-lama di Jogja. 

“Memang ada event malam hari yang digelar dinas, tetapi tidak konsisten setiap hari, yang dibutuhkan wisatawan adalah setiap hari. Yang reguler ini yang enggak ada di Jogja,” ucapnya. 

Ia mencontohkan salah satu pertunjukan budaya lokal yang memiliki potensi besar untuk dikunjungi wisatawan adalah sendratari. Saat ini sendratari yang lebih sering dikenal adalah Ramayana, padahal Jogja memiliki banyak kisah lokal yang bisa dijadikan tema. 

“Seperti halnya Sendratari Pramodhawardhani kisa tentang pendiri Borobudur ini yang sedang disusun oleh sejumlah stakeholder pelaku budaya, ini ke depan menarik untuk dipentaskan sebagai night cultural,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kuta Selatan Bali Diguncang Gempa Berkekuatan Magnitudo 5,0

News
| Jum'at, 26 April 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement