Advertisement
Pengurangan Emisi Karbon Dibutuhkan Peran Serta Pemerintah Daerah

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Sejak tahun 2016, Indonesia telah menandatangani Perjanjian Paris yang mengharuskan negara-negara di dunia untuk mengurangi emisi karbon sebesar 43% pada tahun 2030. Tidak hanya di tingkat pusat, upaya ini juga perlu dilakukan dari tingkat daerah.
Hal ini disampaikan Kepala Laboratorium Kewilayahan UGM, Luthfi Muta’ali, dalam Suistanable Development Goals (SDGs) Seminar Series #89 bertajuk “Climate Change 101 for SDGs yang diselenggarakan Departemen Geografi Pembangunan UGM secara daring, Rabu (31/5/2023) petang.
Advertisement
BACA JUGA: Mulai Hari Ini, SPBU di DIY Terapkan Skema Full Registrant untuk Pembelian Solar Subsidi
Isu perubahan iklim menurutnya perlu diperbincangkan tidak hanya di tingkat nasional. “Masih banyak pemikiran mengatakan bahwa perubahan iklim ini adalah urusan pusat. Padahal, kalau daerah-daerah bisa turut membantu memperbincangkan isu ini, saya kira dampaknya akan luar biasa,” katanya.
Potensi isu perubahan iklim bisa lebih digulirkan pada tingkat daerah melalui berbagai kebijakan baru jelang pemilu 2024. Hal pertama yang paling penting diketahui oleh pemangku kebijakan di tingkat daerah adalah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Sayangnya, hampir seluruh daerah belum mampu menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) sesuai target. “Hampir seluruh daerah belum mampu menyusun RPPLH sesuai target yang seharusnya,” katanya.
Sejalan dengan Luthfi, Pakar Iklim dan Bencana, Emilya Nurjani, juga menyebutkan terkait pentingnya mitigasi dibanding adaptasi dalam persoalan perubahan iklim. “Ada enam sumber utama, yaitu pembangkit listrik, industri, bangunan, transportasi, penggunaan lahan, dan non CO2,” katanya.
Terdapat dua hal langkah utama yang bisa dilakukan untuk menurunkan emisi karbon. Pertama, pemberhentian penggunaan bahan bakar batu bara dalam pembangkit listrik. Kedua, pemanfaatan energi baru terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil.
“Kedua hal ini tentunya tidak mudah dilakukan mengingat Indonesia telah lama bergantung pada batu bara sebagai tenaga pembangkit listrik. Emisi karbon di Asia tenggara diperkirakan mencapai 5,3 giga ton pada tahun 2050 jika tidak segera ditangani,” ungkapnya.
Dekan Fakultas Geografi UGM, Danang Sri Hadmoko, mengatakan melalui diskusi ini, isu perubahan iklim diharapkan tidak hanya dikelola oleh pusat, namun juga mampu dibawa ke dalam berbagai lapisan kebijakan. Dengan begitu, mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan dengan kolaborasi berbagai pihak secara terintegrasi.
“Perubahan iklim merupakan tanggung jawab seluruh negara-negara di dunia, karena kita tahu perubahan iklim akan membawa dampak ke semua aspek kehidupan kita. Mulai dari pangan, kesehatan, energi, hingga kesejahteraan umat manusia,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Hari Tanpa Tembakau Sedunia, WHO Khawatirkan Makin Banyaknya Remaja Pengguna Vape di Indonesia
Advertisement

Libur Panjang Akhir Pekan, Wisata Edukasi Mangrove dan Camping di Pantai Baros Bisa Jadi Pilihan
Advertisement
Berita Populer
- Jadi Tersangka Penganiayaan 13 Santri Pondok Pesantren Ora Aji Tak Ditahan
- Sleman Gagal Pertahankan Gelar Juara Umum di Popda DIY 2025
- Kejari Gunungkidul Masih Tangani Satu Berkas Kasus Mafia Tanah Kas Desa Sampang Gedangsari
- Polisi Sebut Pelaku Pengganti Plat Nomor BMW yang Tabrak Mahasiswa FH UGM Dapat Perintah Dari Dua Orang
- Ekskavator yang Terjebak 10 Tahun di Danau Buatan Mangunan Dievakuasi
Advertisement