Advertisement

Sumbu Filosofi Jadi Warisan Budaya Dunia, Ekonomi Masyarakat Bergerak

Media Digital
Rabu, 25 Oktober 2023 - 12:47 WIB
Maya Herawati
Sumbu Filosofi Jadi Warisan Budaya Dunia, Ekonomi Masyarakat Bergerak Suasana Tamansari, yang merupakan salah satu atribut Sumbu Filosofi. - ist - Kraton Jogja

Advertisement

JOGJASumbu Filosofi yang resmi menjadi Warisan Budaya Dunia dari UNESCO bisa berdampak ke banyak sektor, termasuk pariwisata dan ekonomi masyarakat. Kawasan Tamansari salah satunya.

Memiliki atribut Sumbu Filosofi, serta dekat dengan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, membuat sektor wisata menjadi salah satu penggerak ekonomi di wilayah Tamansari yang masuk Kelurahan Patehan, Kraton, Kota Jogja. Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Sutaryoko, mengatakan banyak warga yang terlibat menjadi pengelola wisata, pemandu wisata, penyedia kerajinan, kuliner, dan lainnya.

Advertisement

“[Dengan resminya Sumbu Filosofi menjadi Warisan Budaya Dunia], dampak pragmatis ke masyarakat berupa kunjungan wisata yang semakin banyak, bisa meningkatkan perekonomian yang ada di wilayah sekitar. Hal ini salah satunya karena Sumbu Filosofi semakin dikenal masyarakat Indonesia maupun dunia, kata Sutaryoko.

Saat ini ada 436 usaha kecil menengah (UKM) di Kelurahan Patehan. Sebanyak 258 sudah memiliki nomor izin berusaha. Seperti di Kampung Taman, yang paling dekat dengan Tamansari, mayoritas UKM berhubungan dengan wisata.

“Banyak warga membuka usaha kaos lukis sampai kerajinan. Sepanjang rute wisatawan menjadi semacam deretan warung-warung, ada apem dan sebagainya,” kata Sutaryoko. “Sementara di Kampung Ngadisuryan dan Kampung Patehan kebanyakan UKM warga di bidang makanan, seperti produsen arem-arem, pastel, dan lainnya.”

BACA JUGA: Sabtu Uji Coba, Trans Jogja Bisa Melawan Arus di Jalan Pasar Kembang Jogja

Potensi mata pencaharian dari keberadaan Tamansari juga dalam bentuk jasa. Salah satunya pemandu wisata, pengelola wisata, sampai penjaga parkir. Mayoritas warga lokal terlibat dalam semua sektor tersebut. Seiring berjalannya waktu, ada pula pembentukan kelompok-kelompok untuk memudahkan koordinasi sampai pelatihan.

Dalam hal pemandu wisata misalnya, dari beberapa pintu masuk Tamansari, di setiap titiknya sudah ada kelompoknya. Mereka memiliki sistem agar semua pemandu wisata mendapat tamu. Sehingga tidak saling berebut.

Adanya kelompok atau organisasi juga memudahkan dinas pariwisata sebagai pengampu dalam mengembangkan, dengan memberikan pelatihan dan lainnya. Menjadi pemandu juga perlu adanya pengetahuan, etika, sampai regulasi.

“Dulu setelah resesi, banyak warga yang kehilangan pekerjaan, kemudian jadi pemandu, kadang modal ilmunya sedikit atau informasi kadang salah atau etikanya keliru. Itu justru berpotensi merugikan Tamansari. Setelah berorganisasi, ada pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia,” kata Eko yang saat ini berusia 57 tahun.

Ketua Kampung Wisata Taman Sari, Ibnu Titianto, mengatakan peningkatan wisata di Tamansari terus bertumbuh. Sehingga semakin memperluas peluang lapangan pekerjaan. Hampir seluruh warga dari setiap kampung terlibat dalam upaya memajukan wisata di sekitar.

"Untuk mendorong kampung wisata ini, kami juga berinovasi dengan kembali menguatkan potensi yang ada seperti mengangkat kembali Batik Tamansari, menggiatkan atraksi kesenian, serta penyelenggaraan program seperti festival-festival," kata Ibnu.

Ketua Paguyuban Pembatik Kampung Taman, Iwan Setiawan, mengatakan selain untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi, produksi kerajinan seperti batik dan lainnya sebagai cara melestarikan warisan leluhur. “Ini upaya melestarikan serta meregenerasi [warisan budaya] supaya bisa semakin tampil di ranah internasional. Anak-anak muda mengkreasikan kerajinan dengan perkembangan zaman,” kata Iwan. “Bahkan batik kontemporer di sini pernah dibeli Raja Belanda.”

Sebagai informasi, Sumbu Filosofi merupakan tata kota yang terbentuk sejak awal pembangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat sekitar tahun 1755. Sri Sultan HB I membuat tata kota beserta atributnya dengan makna masing-masing.

Filosofi dari Panggung Krapyak ke Utara menggambarkan perjalanan manusia sejak dilahirkan dari rahim ibu, beranjak dewasa, menikah sampai melahirkan anak (sangkaning dumadi). Sebaliknya dari Tugu Pal Putih ke arah Selatan merupakan perjalanan manusia menghadap sang pencipta (paraning dumadi).

Peletakan unsur sosial masyarakat, termasuk juga bangunan mengandung makna-makna tersendiri. Contohnya, penempatan Kompleks Kepatihan dan Pasar Beringharjo melambangkan godaan duniawi dan godaan syahwat manusia yang harus dihindari, terutama dalam perjalanan manusia kembali ke pencipta. (BPKSF)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja
Mendampingi Anak untuk Merdeka Belajar

Mendampingi Anak untuk Merdeka Belajar

Jogjapolitan | 7 hours ago

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

PBB Sebut Evakuasi Warga Rafah Butuh Waktu 10 Hari

News
| Rabu, 01 Mei 2024, 21:57 WIB

Advertisement

alt

Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja

Wisata
| Rabu, 01 Mei 2024, 14:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement