Advertisement

Mengenal Istilah Gentong Babi di Jogja, Tawar Menawar Uang Caleg dan Warga

Alfi Annisa Karin
Selasa, 06 Februari 2024 - 18:17 WIB
Arief Junianto
Mengenal Istilah Gentong Babi di Jogja, Tawar Menawar Uang Caleg dan Warga Ilustrasi uang rupiah / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Kota Jogja tak lepas dari yang namanya politik uang. Bahkan, fenomena ini semakin marak seiring dengan masa kampanye akbar yang sebentar lagi usai.

Salah satu anggota tim pemenangan caleg Kota Jogja yang tak mau disebutkan namanya, mengakui fenomena politik uang memang masih kencang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sebagai salah satu anggota tim pemenangan, ada dua tipe money politic yang kerap ditemui, yakni kompensasi kepada pemilih yang diberikan setelah pencoblosan serta sebelum pencoblosan atau pork barrel.

Advertisement

Menurut seorang timses dari salah satu caleg di Kota Jogja yang tak bersedia disebutkan namanya, fenomena pork barrel atau yang biasa disebut gentong babi merupakan sebuah kiasan untuk pengeluaran dari caleg untuk daerah pemilihannya. Pengeluaran ini merupakan imbalan atas dukungan yang diterima caleg, baik dalam bentuk kampanye atau suara pada pemilihan umum. "Tujuannya agar mereka dapat terpilih kembali dalam pemilu," katanya, Selasa (6/2/2024).

Menurut dia, fenomena pork barrel biasanya diawali dari masyarakat yang akan bersama-sama menentukan calonnya. Jika caleg yang dipilih menang, maka caleg akan dimintai kompensasi berupa pemberian program-program yang ada pada masyarakat.

"Jadi, saat seorang menang pileg, maka dia [masyarakat] berharap melalui lembaga DPRD bisa memberikan akses program-program pemerintah, sehingga mereka mendapat bagian dari program-program itu," jelasnya.

Sementara, ada juga politik uang yang diberikan sebelum pencoblosan. Politik uang menjadi upaya memengaruhi pilihan pemilih dengan imbalan materi atau yang lainnya.

Ini senada dengan konsep suap. Tak hanya dalam bentuk uang tunai, kompensasi juga bisa dalam bentuk tenda, kursi, hingga berbagai fasilitas atau kebutuhan masyarkat. Sering kali, politik uang model ini justru melibatkan para pemangku wilayah.

Narasumber Harian Jogja tersebut menjelaskan nantinya pemangku wilayah seperti ketua RT, RW, atau ketua kampung akan memberi penawaran kepada caleg.

Misalnya, pemangku wilayah mampu mengumpulkan masa hingga sekian orang. Lalu, mereka akan mengajukan nominal uang atau kebutuhan yang mereka butuhkan kepada caleg. Besarannya bervariasi, tapi pada akhirnya nilai kompensasi antara warga dan caleg merupakan hasil kesepakatan bersama.

"Kalau uang, bisa perorangan hitungannya. Misalnya, terkumpul berapa pun, dananya sekian. Wani ora, Rp1 juta misal aku punya 25 orang, Rp2 juta, misalnya. Itu banyak variannya dan caleg sendiri juga menawarkan berapa mereka akan memberi ke masyarakat. Artinya terjadi mekanisme pasar, penawaran dan permintaan," ungkapnya.

BACA JUGA: Politik Bitingan Marak di Bantul, Uang yang Dibagikan Berkisar Rp100 Ribu-Rp200 Ribu

Sayangnya, di sisi lain fenomena ini menjadikan masyarakat "sakit". Baginya, masyarakat tak lagi mementingkan soal apa program kerja yang akan dilakukan. Atau bagaimana komitmen caleg untuk membantu menyuarakan kesejahteraan.

"Masyarakat sekarang itu sakit. Mereka tidak butuh siapa yang menang, tapi mereka butuh sesaat. Itu masyarakat yang minta dan kalau ada kalimat Dewan ngapusi, sebetulnya salah. Karena terkadang masyarakat omong punya massa, setelah diberi duit ternyata meleset," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Ratusan Rumah Terendam Akibat Luapan Sungai Cibeureum

News
| Kamis, 02 Mei 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja

Wisata
| Rabu, 01 Mei 2024, 14:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement