Advertisement

Jadi Andalan Penentuan Awal Puasa Sejuta Umat, Begini Kisah Pria Pemburu Hilal di Bantul

Sirojul Khafid
Minggu, 10 Maret 2024 - 19:17 WIB
Arief Junianto
Jadi Andalan Penentuan Awal Puasa Sejuta Umat, Begini Kisah Pria Pemburu Hilal di Bantul Shulkhan saat sedang berada di POB Syekh Belabelu, Grogol, Parangtritis, Kretek, Bantul. - Ist/Dok. Pribadi

Advertisement

Perlu kecermatan dalam memantau Hilal, yang kemudian menjadi landasan ratusan juta muslim di Indonesia untuk beribadah. Para rukyatulhilal akan berhadapan dengan fenomena cuaca dan terbatasnya waktu. 

Idealnya, ketinggian Bulan saat pemantauan sekitar 8 derajat sampai 10 derajat di sekitar Pantai Selatan Jogja. Namun, saat pemantauan hilal di Pos Observasi Bulan (POB) Syekh Belabelu, Grogol, Parangtritis, Kretek, Bantul pada 2021 silam, ketinggian hilal hanya sekitar 4 derajat sampai 7 derajat. Belum lagi gangguan pemantauan yang ada di dekat pantai, seperti awan pekat, kabut atau angin kencang yang membuat butiran pasir menjadi naik.

Advertisement

Saat itu, Muhammad Shulkhan Alfiansyah cukup kesulitan memantau Bulan yang akan menjadi rujukan awal Ramadan dan Idulfitri. Apalagi saat itu dia merupakan pegawai baru di POB Syekh Belabelu. “Secara psikologis, ada rasa takut, bukan takut mengoperasikan alatnya, tetapi pada pengambilan keputusannya. Takutnya hilal belum terlihat tetapi saya rasa melihat [hilal], padahal itu awan atau lainnya yang menyerupai,” kata Shulkhan, Jumat (8/3/2024).

Shulkhan merupakan orang yang awal-awal menempati gedung POB Syekh Belabelu yang baru berdiri sekitar 2021. Penempatan gedung baru seiring dengan penanda karier baru juga bagi Shulkhan yang sebelumnya merupakan tenaga pendidik di SMK-SMTI Jogja. Dia mengajar praktik di laboratorium komputer.

Setelah sekitar lima tahun menjadi tenaga pendidik, Shulkhan pindah bekerja dan bertugas di POB Syekh Belabelu. Menjadi pemantau hilal bisa menjadi hal baru sekaligus hal lama baginya. Bidang baru lantaran sebelumnya dia belum pernah berurusan dengan rukyatulhilal.

"Sudah menjadi urusan lama karena semua alat, termasuk teropong, sudah terkomputerisasi. Sehingga ada irisan pekerjaan dari tenaga pendidik praktikum komputer dengan tugas baru saat saat ini," ucap dia.

Akan berbeda urusan apabila Shulkhan menjadi pemantau hilal puluhan tahun lalu. Mungkin dia perlu pelatihan yang lebih mendalam tentang alat dan segala perhitungan teknisnya. Saat ini, alat pemantau hilal yang beredar baik di instansi pemerintah ataupun di lembaga organisasi masyarakat, kebanyakan sudah canggih. Ditambah dengan pelatihan dan kaderisasi yang sering diadakan, membuat pemahaman dan pekerjaan bisa lebih mudah.

Menjelang penentuan hari awal Ramadan atau Idulfitri, Shulkhan akan bersiap memantau dengan teropongnya mulai sekitar pukul 13.00 WIB. “Pertama, memantau Matahari melalui laptop yang langsung menampilkan tampilan yang ditangkap langsung oleh teropong, sebagai titik pointer-nya. Nanti menjelang pukul 17.30 WIB atau matahari terbenam, baru [teropong] diarahkan ke Bulan untuk mencari posisi hilal, yang kemudian akan disebarluaskan melalui media sosial baik itu Zoom atau YouTube agar masyarakat luas bisa langsung menyaksikan proses pemantauan hilal.” kata laki-laki berusia 30 tahun ini.

“Seringkali posisi langit cerah saat siang hari, tetapi menjelang jam 17.00 WIB, awannya mulai menggumpal pas di atas laut, itu menghalangi pemantauan, dan itu sering terjadi di lokasi dekat Pantai Selatan, tempat POB Syekh Bela Belu berada.”

Gangguan pandangan entah dari cuaca, awan tebal, sampai debu bisa terjadi selama beberapa jam. Sementara hasil pengamatan perlu segera dilaporkan. Temuan-temuan ini menjadi bahan pembahasan di sidang Isbat. Hasilnya akan menjadi landasan masyarakat mengetahui awal Ramadan atau Idulfitri. Masalahnya, di waktu-waktu kritis itu, kadang kala gangguan belum menyingkir sepenuhnya.

Shulkhan perlu memutar otak, agar bisa memantau Bulan. Salah satunya dengan melihat Bulan dari sela-sela awan. Sehingga tidak jarang, hasil pemantauan baru bisa dilaporkan mepet menjelang Isya. Shulkhan perlu memikirkan dan melakukan berbagai skema pengamatan, agar hasilnya bisa tepat waktu.

Tanda apabila sudah masuk awal Bulan, ketika para rukyatulhilal ini sudah melihat bentuk hilal, meski masih ranum. Maksudnya, saat Bulan Sabit sudah ada, meski masih tipis. Maka bisa menjadi penanda masuknya awal Bulan. Hal yang terpenting, Bulan tersebut sudah masuk kriteria minimal dengan ketinggian 3 derajat elongasi 6.4 derajat.

Kriteria tersebut merupakan kesepakatan dari MABIMS atau dari Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. “Banyak orang mengaku atau merasa melihat hilal, padahal itu awan yang menyerupai. Apalagi ketika posisi hilal masih sangat rendah atau bahkan berada di bawah kriteria, dan yang melihat tidak pakai alat bantu. Itu bukan hilal, bisa jadi awan atau lainnya yang menyerupai bentuk hilal,” kata Shulkhan yang kini menjadi Penanggungjawab atau Operator Telescope POB Syekh Belabelu.

Perlu kecermatan dengan berbagai alat dukung, agar hasilnya juga maksimal. Hasil dari para rukyatulhilal ini akan menjadi dasar banyak orang Islam dalam beribadah. Itu juga yang sempat membuat Shulkhan khawatir saat awal bekerja. Dia khawatir misal ada kesalahan menjalankan tugasnya. “Tetapi pas pertama kali dapat hilal, rasanya senang sekali, ternyata saya bisa. Itu pertama kalinya di 2021, the best moment,” katanya.

BACA JUGA: BRIN Sebut Hilal Belum Tampak, Ramadan Kemungkinan 12 Maret 2024

Rukyatulhilal sebagai cara memastikan penanggalan, di samping ada cara lain berupa perhitungan atau hisab. Di Indonesia ada dua metode yang sering digunakan dalam penentuan awal bulan. Kedua metode tersebut sama-sama memiliki dasar yang kuat dalam pelaksanaannya. Sehingga memang perlu adanya sikap saling menghormati dan toleransi antar penganut metode hisab dan rukyat.

Pada awal berdirinya POB Syekh Belabelu, kegiatan lebih fokus pada pemantau hilal menjelang hari-hari besar Islam. Semakin berkembang, pengamatan meluas setiap akhir Bulan dan juga fenomena-fenomena astronomi lainnya. Fenomena astronomi seperti gerhana.

Tempat Belajar

Kini, POB Syekh Bela Belu sering menerima kunjungan masyarakat yang ingin belajar tentang dunia astronomi. Kunjungan biasanya berasal dari pesantren dan sekolah dari segala tingkatannya. Shulkhan senang dengan antusias pengunjung yang banyak mengulik dunia astronomi, termasuk anak-anak. Karena hal tersebut sejalan dengan salah satu visi misi POB Syekh Bela Belu, yang ingin menumbuhkan kembali minat masyarakat pada dunia astronomi, khususnya ilmu falak.

Mungkin Anda sering mendengar banyak anak-anak yang bercita-cita menjadi astronot, namun kadang bingung dari mana memulainya. Berkunjung ke POB Syekh Belabelu bisa menjadi salah satu jalan pembukanya. “Banyak anak tertarik dengan dunia astronomi, tapi kebanyakan dari mereka pula tidak tahu memulainya dari mana, atau kurangnya pengarahan dari orang di sekitar mereka terhadap dunia astronomi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

PKS Berharap Prabowo-Gibran Ajak Gabung Koalisi Pemerintah Seperti PKB dan NasDem

News
| Sabtu, 27 April 2024, 19:37 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement