Advertisement

Promo November

Profil dan Sepak Terjang Joko Pinurbo, Penyair Kenamaan yang Wafat di Usia 61 Tahun

Ujang Hasanudin
Sabtu, 27 April 2024 - 11:47 WIB
Ujang Hasanudin
Profil dan Sepak Terjang Joko Pinurbo, Penyair Kenamaan yang Wafat di Usia 61 Tahun Joko Pinurbo. - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Penyair Joko Pinurbo meninggal dunia di Rumah Sakit Panti Rapih Jogja, Sabtu (27/4/2024) sekitar pukul 06.30 WIB. Ia meninggal dunia dalam usia 61 tahun. 

"Betul. Beliau berpulang hari ini pukul 06.03. Menjalani Rawat Inap sejak 26 April 2024. Sesuai dengan informasi yang beredar, Pak Joko Pinurbo akan disemayamkan di PUKY," kata Humas RS panti Rapih, Maria Vita saat dihubungi harianjogja.com.

Advertisement

Kepergian pria yang memiliki nama Philipus Joko Pinurbo itu meninggalkan seorang istri bernama Nurnaeni Amperawati Firmina; dua orang anak bernama Paskasius Wahyu Wibisono dan Maria Azalea Anggraeni; serta seorang menantu bernama Alexander Gilang Samudra Rajasa. Dia juga meninggalkan dua orang cucu yang bernama Gabriel Kalandra Rajasa, dan Seravina Almalera Rajasa.

Joko Pinurbo kelahiran Sukabumi, 11 Mei 1962. Penyair dengan nama pena Jokpin ini diketahui sudah sering menulis sejak SMA. kemudian ia melanjutkan pendidikannya di  Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam catatan harianjogja.com dan solopos.com Jokpin, mendambakan keliling Indonesia sejak dulu untuk menuliskan lewat puisi. Tapi keinginannya itu selalu diurungkan mengingat perjalanan akan menghabiskan biaya cukup besar untuk hidup berbulan-bulan di setiap pelosok. “Di Indonesia belum ada [puisi sejarah], kalau prosa atau novel sudah, seperti Ahmad Tohari yang menuliskan sejarah asalnya,” ujarnya.

Membaca referensi di media internet saja baginya tidak cukup meski diakui dunia maya sangat kaya pengetahuan. Atau, seperti hobinya membaca buku filsafat dan sejarah saja tidak mewakili. Jokpin harus menyelami, darah dagingnya harus menyentuh langsung, barulah ia bisa menuliskan.

Jokpin dikenal sebagai penyair dengan karya bersifat naratif, tidak mementingkan rima. Jokpin membuktikan dengan ciri khasnya, dimana puisi tidak tampil sebagai sesuatu yang angker. Ia dingin-dingin saja ketika menuliskan tentang kuburan atau celana kesukaannya.

Ayah dua anak ini tidak susah-susah dan sederhana serta ringan mengungkapkan peristiwa dalam puisi, seperti penampilannya yang tidak tampak istimewa. Baginya, puisi adalah sebuah kebersahajaan dan kesungguhan.

BACA JUGA: Sastrawan Joko Pinurbo Wafat di Usia 61 Tahun

Ia tidak perlu dibebani oleh misi-misi di luar dirinya, yang pada akhirnya menjerumuskannya pada deretan kata yang pekik. Puisi-puisi Jokpin merupakan ironi-ironi hidup manusia sehari-hari yang diungkapkan dengan kata ringan.

Ia merasa tidak perlu meletakkan puisi sebagai sesuatu yang ‘sakral’ meski tidak berarti ia menyepelekan kepenyairannya. Misalnya, peristiwa penyaliban dan kebangkitan Yesus Kristus berjudul Celana Ibu, puisi yang paling ia sukai.

Jokpin mampu membuang jauh wejangan dari puisinya, meski ia lama bergumul dengan kitab suci dan bahkan peristiwa itu merupakan puncak iman umat Kristiani. Ia menaklukkan narasi yang kasar, menampilkan tokoh Maria dengan kata-kata yang tampak sepele namun mengundang perenungan.

Disiplin

Tak hanya peristiwa dahsyat yang ia rangkum dalam puisi. Kemanapun pergi, Jokpin selalu membawa buku catatan kecil untuk menuliskan kata kunci. Lalu, lahirlah puisi-puisi tentang pedagang keliling, penjual bakso, tukang parkir, penjual pangsit dan banyak lagi.

“Saya lebih suka mengatakan bahwa pergulatan hidup kita sehari-hari termasuk aktivitas kerja cari duit, ronda, dan lain-lain merupakan bagian penting dari sumber ilham bagi proses kreatif,” katanya.

Di balik karyanya yang tampak sepele itu, Jokpin tetap memegang disiplin berkarya terutama tata bahasa. Subjek, predikat, objek dan keterangan (SPOK) tidak pernah dilepasnya dari puisi terpendeknya sekalipun. Misalnya, berjudul Kepada Puisi; Kau adalah Mata, Aku Air Matamu.

Membuat puisi satu baris bukan perkara mudah. Jokpin berjuang agar narasinya tetap utuh, setting dan tokoh seakan disembunyikan tapi tetap “bicara”. Ia memeras setiap kata sehingga kata-kata itu memiliki pamor.

Sejak beberapa tahun ini, Jokpin mempublikasi puisinya di jejaring sosial twitter dan blog sehingga para Jokpiana (penggemar Jokpin) bebas mengakses. Kini, ia sedang sibuk menyiapkan dua buku sekaligus yang berisi kumpulan puisinya pada 2007-2012. Seraya mengikuti proses itu, Jokpin mengaku masih gelisah.

“Saya berharap bisa mengunjungi situs-situs kuno dan kebiasaan orang-orang di setiap pulau di Indonesia,” kata Jokpin menegaskan kembali impiannya.

Karya Jokpin

Adapun sejumlah karyanya yang terkenal di antaranya adalah Haduh, aku di-follow (2013), Surat dari Yogya: sepilihan Puisi (2015), Srimenanti (2019), hingga Tak Ada Asu di Antara Kita: Kumpulan Cerpen (2023). Joko Pinurbo juga memiliki sejumlah antologi yang berjudul Tugu (1986), Tonggak (1987), Sembilu (1991), Ambang (1992), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), dan Utan Kayu Tafsir dalam Permainan (1998).

Berkat karya-karyanya, Joko Pinurbo pernah diberikan sejumlah penghargaan prestisius. Dia menerima penghargaan Puisi Terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta, Hadiah Sastra Lontar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Anies Baswedan Diprediksi Mampu Dongkrak Elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno

News
| Kamis, 21 November 2024, 23:37 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement