Advertisement

Promo November

Begini Catatan Pakar Hukum Tata Negara UGM soal Putusan MK

Catur Dwi Janati
Selasa, 23 April 2024 - 20:57 WIB
Mediani Dyah Natalia
Begini Catatan Pakar Hukum Tata Negara UGM soal Putusan MK Pakar Hukum Tata Negara Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar ditemui di Fakultas Hukum UGM pada Selasa (23/4/2024). - Harian Jogja // Catur Dwi Janati

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Pakar Hukum Tata Negara Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar menilai ada tiga persoalan mendasar dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024.

Persoalan pertama ada pada aspek keterbatasan hukum acara. Pakar yang akrab dipanggil dengan sapaan Uceng tersebut menilai hukum acara dalam sengketa hasil Pilpres terlalu ketat.

Advertisement

"Ada keterbatasan hukum acara yang terlalu ketat. Hukum acara yang memang hanya 14 hari, pembuktian hanya satu hari, dibatasi jumlah orang yang bisa bersaksi dan menjadi ahli dan itu menjadi ribet," ungkap Uceng pada Selasa (23/4/2024).

Bila membaca putusan MK, salah satu yang banyak dilakukan oleh MK kata Uceng adalah menolak dalil pemohon karena pemohon tidak menyertai dengan bukti berupa saksi maupun ahli. Padahal saksi dan ahli yang boleh dihadirkan jumlahnya terbatas.

"Dalil yang mau dalilkan itu banyak sekali misalnya ada 20-30, daerah yang mau dipersoalkan itu berapa bisa ratusan tapi jumlah saksi dan ahli kan dibatasi. Jadi bagaimana mungkin semua bisa terkover oleh saksi dan ahli padahal saat yang sama MK membutuhkan saksi dan ahli untuk melakukan proses pembuktian," terangnya.

Baca Juga

Prabowo Subianto: Terima Kasih MK!

Usai Putusan MK, Haedar Nashir Puji Sikap Kenegarawanan Paslon AMIN dan GAMA

Penetapan Pilpres oleh KPU, Gibran: Nanti Ada Beberapa Pertemuan

Pertama, Uceng melihat ada problem pada hukum acara yang terlalu ketat. Aspek ini menjadi catatan ke depan untuk memperbaiki konstruksi penegakan hukum Pemilu, khususnya Pilpres di pengadilan Mahkamah Konstitusi. "Karena kalau tidak ini hanya akan berulang terus," tegasnya.

Persoalan kedua, Uceng melihat paradigma hakim antara Judicial Activism dengan Judicial Restraint. Antara hakim yang mau berpikir lebih formalistik dengan hakim yang mau lebih berpikir substantif.

"Putusan MK kemarin sebenarnya memperlihatkan disparitas itu. Ada para hakim yang berpikir sangat formalistik, ada hakim yang mencoba melompat keluar dan berpikir lebih bersifat progresif," ungkapnya.

Selanjutnya persoalan ketiga dalam putusan kemarin terletak pada MK yang dinilai Uceng tidak pernah bisa independen secara baik dihadapan kepentingan politik. Hakim MK menurut Uceng ada tiga genre. Ada hakim yang mau melakukan pembaharuan atau Judicial Heroes, kedua hakim yang terpengaruh kepentingan politik dan hakim yang berada di tengah.

"Putusan MK biasanya diambil itu berdasarkan kemampuan kelompok politik ini mendekati yang tengah, mengambil menjadikan mayoritas atau kelompok yang baik ini mengambil yang tengah menjadikan mayoritas," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pakar Hukum Sebut Penegak Hukum Harus Kejar hingga Tuntas Pejabat yang Terlibat Judi Online

News
| Kamis, 21 November 2024, 19:37 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement