Kasus DBD di Gunungkidul Tembus 1.281 Kasus, Naik Tujuh Kali Lipat Dibandingkan 2021
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul mencatat jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) sejak Januari–Juni 2024 menyentuh 1.281 kasus. Jumlah ini hampir tujuh kali lipat dibanding kasus pada 2021 lalu.
Adapun kasus DBD pada 2023 tercatat sebanyak 260 kasus dan pada 2022 sebanyak 457 kasus atau naik hampir tiga kali lipat. Adapun pada 2021, DBD mencapai 189 kasus atau hampir tujuh kali lipat.
Advertisement
BACA JUGA: 799 Meninggal Akibat DBD selama 23 Pekan di 2024
Tingkat kematian pun cenderung naik. Angka kematian masing-masing pada 2021 dan 2022 ada tiga orang. Lalu, pada 2023 ada satu orang, dan paruh pertama 2024 ada empat orang.
“Kalau melihat kecenderungan kasus dari awal Januari 2024 hingga Juni itu malah turun,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul Ismono dihubungi, Rabu, (17/7/2024).
Pada Januari angka kasus DBD menyentuh 74 kasus, Februari ada 204 kasus, Maret ada 351 kasus, April ada 240 kasus, Mei ada 231 kasus, dan Juni ada 181 kasus. Berdasarkan angka kasus ini, Kapanewon Wonosari, Paliyan, Playen, Semanu, dan Pojong menjadi wilayah dengan kasus tertinggi. Situasi dan kondisi wilayah/kasus sebaran DBD, kata Ismono sulit diprediksi.
“Terakhir kami merancang anggaran pengadaan abate dan lainnya [fogging] kan, ini akan segera kami proses untuk pengadaannya. Imbauan kami tetap sama yaitu agar warga terus memberantas sarang nyamuk dan jentik-jentik,” katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Gunungkidul, Sidig Hery Sukoco mengatakan jawatannya akan melakukan pengadaan abate setelah adanya ketersediaan anggaran.
Selain itu, kata dia Dinkes akan melakukan fogging di wilayah-wilayah yang ditemukan kasus DBD. Sebelum itu, Dinkes akan menggelar penyelidikan epidemiologis (PE) lebih dahulu. Apabila prasyaratnya/ syaratnya terpenuhi, maka foggin dapat dimulai. “Kami ada alokasi untuk 70 fogging fokus,” kata Hery.
Disinggung perihal lonjakan kasus DBD, menurut Hery terjadi perubahan siklus lima tahunan menjadi tiga tahunan. “Persisnya saya tidak bisa menjelaskan mengapa bisa seperti itu. Ini asumsi secara epidemiologis saja,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Musim Hujan Tiba, Masyarakat Diminta Waspada Ancaman Demam Berdarah
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tutup Tahun Kian Dekat, Pemkot Jogja Kebut Pembangunan di Sejumlah Titik Ini
- 6 Bulan, Penduduk Sleman Bertambah Ribuan Jiwa
- 2 Motor Adu Banteng, Remaja asal Gunungkidul Alami Luka-Luka
- Oplos Gas Melon Jadi Gas 12 Kg, Dua Pria di Gamping Ditangkap Polisi
- Progres Pembangunan Jogja Planning Gallery, Pemda Sebut Masih Lakukan Kajian HIA
Advertisement
Advertisement