Advertisement

Promo November

Mendekatkan Pertanian dengan Perkotaan

Sirojul Khafid
Kamis, 31 Oktober 2024 - 08:27 WIB
Sunartono
Mendekatkan Pertanian dengan Perkotaan Ponco Pracoyo saat memelihara tanaman melon yang ditanam dengan menggunakan teknologi green house, belum lama ini. - Harian Jogja/David Kurniawan

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Perkotaan tidak selalu berjarak dengan pertanian. Justru mendekatkan hasil pertanian dengan kota, bisa menjadi peluang yang cukup menjanjikan.

Greenhouse milik Kelompok Wanita Tani (KWT) Mentari nampak rimbun. Para anggota sedang senang-senangnya mengurus budidaya melon hijau. Pengembangan melon tergolong baru untuk KWT yang sudah berdiri sejak 2018 ini.

Advertisement

Awalnya mereka lebih banyak budidaya sayur seperti kangkung dan bayam. Secara berkala, para anggota mengurus sayuran yang banyak digunakan sehari-hari itu. Satu sama lain bergantian, untuk membagi tugas mengurus tanaman. Anggota KWT Mentari tidak menyangka, kegiatan yang awalnya untuk hiburan, kini bisa menjadi mata pencaharian.

Suatu hari di tahun 2018, Sri Harnani, semakin sadar ibu-ibu di sekitar rumahnya di Dusun Karangploso, Maguwoharjo, Depok, Sleman, senang berkebun. Kegiatan itu mereka lakukan di sela-sela aktivitas sebagai ibu rumah tangga, pengusaha katering, pensiunan, hingga penulis lepas.

“Dari kesamaan hobi dalam bercocok tanam, akhirnya kami membuat kelompok wanita tani. Awal terbentuk ada 10 ibu-ibu,” kata Harnani, dikutip Kamis (31/10/2024).

Semakin sering berinteraksi, ibu-ibu ini semakin sadar akan kesamaan pandangan hidup. Mereka ingin membuat hobi berkebunnya bisa bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Kelompok ini kemudian semakin serius, dan menamakan dirinya sebagai KWT Mentari.

Meski memiliki hobi berkebun, para anggota KWT baru menanam di teras, yang lahannya tergolong sempit. Sejak menjadi kelompok, mereka perlu lahan yang lebih luas. Pencarian membawa mereka ke lahan kosong di kompleks gereja Karangploso yang tidak terpakai. KWT Mentari mendapat izin untuk mengelola lahan tersebut untuk berkebun.

“Pertama kali menanam kangkung dan bayam. Ternyata hasil panennya bagus,” kata Harnani, yang juga Ketua KWT Mentari. “Hasil panen pertama dijual ke internal anggota dengan harga murah. Yang penting bisa untuk beli benih sayuran kembali.”

Membeli Alat Bernama Pengetahuan

Sayangnya, bulan madu keberhasilan panen tidak berlangsung lama. Panen berikutnya tidak maksimal. Tanaman memang tumbuh, namun hasil panennya turun drastis. ‘Tragedi’ ini ternyata membawa KWT Mentari semakin berkembang, dengan adanya kesadaran untuk semakin belajar tentang pertanian.

Mereka mengakses pelatihan dari berbagai sumber, termasuk dari pemerintah daerah. Fokusnya pada pertanian perkotaan. Pelatihan ini semakin membuka mata para anggota KWT tentang potensi pertanian perkotaan. Petani-petani kota sangat memungkinkan untuk mengolah hasil panennya menjadi produk lainnya. Petani kota juga bisa menjadi produsen terdekat dengan rumah tangga.

Setelah sempat nganggur, lahan kosong di gereja kembali memproses benih-benih sayuran. Jenis sayurnya semakin beragam seperti selada, bayam, buncis, kangkung, timun, dan lainnya. Penambahan ilmu dalam teknik bercocok tanam ternyata berbuah manis dalam panen terbaru kelompok ini. Tidak hanya untuk internal anggota, panen juga dipasarkan ke eksternal kelompok.

“Setiap hari Minggu kami menjual hasil budidaya di kantin gereja, para jemaat gereja banyak yang membeli. Sehingga menjadi salah satu sumber pemasukan rutin kami. Respon dari umat rata-rata positif karena bisa membeli sayuran segar dan bebas pestisida dengan harga yang terjangkau,” kata Harnani.

Harga sayuran berkisar antara Rp12.000 sampai Rp30.000 per kilogram. Untuk jumlah panen perbulannya tidak tetap. Omzet penjualan produk sayur per bulan rata-rata Rp3 juta hingga Rp5 juta.

Berbagi Semangat Bertani

Pertanian KWT Mentari semakin berkembang, meski terdapat fase naik dan turun. Sarana-prasarana semakin lengkap saat mereka mendapat dana corporate social responsibility dari perusahaan. Kegiatan semakin berkembang menjadi ruang belajar tentang pertanian kota.

Sudah banyak yang mampir ke sini, termasuk dari KWT Kartini Bendhung Lepen, Giwangan, Jogja. Para mahasiswa dan mahasiswi juga turut datang dan belajar di sini, seperti dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa, UPN Veteran, UIN Sunan Kalijaga, hingga Universitas Atma Jaya Jogja.

“Tantangan menjalankan pertanian kota itu memotivasi anggota untuk terus konsisten berkegiatan. Semoga KWT Mentari dapat bertahan dan terus berkembang mencapai visi misinya, untuk menyejahterakan masyarakat sekitar,” katanya.

Merambah Banyak Produk

Jejaring KWT Mentari semakin banyak saat membentuk kelompok. Titik penting perjalanan mereka, salah satunya saat belajar dengan para suster di Biara Syantikara, yang berada di Samirono, Karang Malang, Caturtunggal, Depok, Sleman. Para anggota KWT Mentari banyak belajar tentang produksi jamu.

Pelatihan pada 2019 itu semakin mengembangkan variasi tanaman di KWT Mentari. Mereka semakin mengembangkan resep dan proses produksi dari para suster. Hasil produknya berupa jamu instan. Ada tiga varian yaitu empon bubuk, jahe bubuk, dan kunyit bubuk.

“Produk jamu bubuk kami sudah dicampur gula, sehingga langsung dapat dinikmati setelah diseduh,” kata Harnani.

Harga jahe bubuk dan empon-empon bubuk kemasan ukuran 125 gram senilai Rp17.000. Produk yang sama dengan kemasan 250 gram harganya Rp30.000. Sementara untuk harga kunyit bubuk kemasan 125 gram sebesar Rp15.000, dan ukuran 250 gram senilai Rp25.000.

Produk jamu instan milik KWT Mentari seakan mendapat jodohnya saat ada pandemi Covid-19. Kala itu, pemerintah menyarankan masyarakat untuk banyak mengonsumsi makanan sehat, termasuk jamu. “Sewaktu pandemi setiap hari kami bisa tiga kali produksi, hasilnya sekitar 12,5 kilogram jamu bubuk,” katanya. “Jualan jamu selama pandemi bisa membantu ekonomi para anggota. Efek pandemi tidak begitu terasa [secara ekonomi], ada penghasilan dari penjualan jamu.”

Tidak hanya itu, KWT Mentari juga membuat produk seperti tepung mocaf (tepung singkong), eggroll mocaf, bumbu pecel, keripik bayam brazil, stik bayam brazil, teh mint, dan minuman Seruni (serai jeruk nipis). Ada produk yang murni berasal dari hasil panen, ada yang dikombinasikan dengan produk di luar kebun mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Resmi Mundur dari Kursi Gubernur Kalsel, Sahbirin Sebut Ingin Fokus ke Keluarga

News
| Rabu, 13 November 2024, 21:57 WIB

Advertisement

alt

Melihat Salju Turun di Gunung Fuji

Wisata
| Jum'at, 08 November 2024, 03:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement