Advertisement

Community Forum JAFF Wadahi Penayangan Film Tugas Akhir Mahasiswa

Lugas Subarkah
Kamis, 09 Januari 2025 - 20:37 WIB
Arief Junianto
Community Forum JAFF Wadahi Penayangan Film Tugas Akhir Mahasiswa Community Forum Program Director JAFF, Arief Akhmad Yani (kiri), Wahyuddin Hasani Widodo (tengah) dan Muhammad Hendri (kanan), dalam konferensi pers di AJI Yogyakarta. - Harian Jogja/Lugas Subarkah

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Community Forum Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) memberi apresiasi pada film-film karya mahasiswa yang diproduksi untuk tugas akhir. Apresiasi ini dikemas dalam program bertajuk Pemutaran Film Tugas Akhir Bahan Ujian (Tabu).

Program terbaru dari Community Forum JAFF ini akan dilaksanakan di Lembaga Indonesia-Perancis (LIP), Jumat (10/1/2025). Acara ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya. Community Forum Program Director JAFF, Arief Akhmad Yani, menjelaskan program ini bertujuan agar film-film hasil karya tugas bisa bertemu penonton yang lebih luas.

Advertisement

“Bukan hanya mendapatkan nilai dari para dosennya, tetapi mendapatkan apresiasi langsung dari penonton. Mungkin saja, apresiasi penonton memiliki ketelitian lebih mendalam terhadap film-film karya tugas ini, karena banyak film karya tugas hanya menjadi simpanan hardisk mahasiswa, dosen pendamping, dosen penguji,” ujarnya dalam konferensi pers di AJI Yogyakarta, Rabu (8/1/2025) malam.

Pada program Pemutaran TABU perdana ini, akan ditayangkan dua film karya Tugas Akhir dari mahasiswa S2 Institut Indonesia Yogyakarta. Film yang pertama berjudul ‘Hikayatussistance’, sebuah karya tesis pascasarjana dari Muhammad Hendri di ISI Yogyakarta. Film kedua berjudul ‘Kira, Duka & Air Mata’ atau dalam judul internasionalnya yakni ‘Grief’, karya Wahyuddin Hasani Widodo.

Hendri menjelaskan, film ‘Hikayatussistance’ menggunakan konsep hybrid documentary yang dirumuskan Rachel Landers (2024) untuk menggali pertanyaan mendasar, bisakah dokumenter melampaui klaim kebenaran objektif dan menjadi medan di mana realitas direkonstruksi, bukan hanya direpresentasikan?

“Jika seni tutur Hikayat Fuadi berasal dari semangat perlawanan, maka dalam konteks ini, melalui relasi ideologis yang kompleks, Hendri menjadikan dokumenter sebagai cara untuk menghadirkan perlawanan itu dalam bentuk sinema,” katanya.

Bagi Hendri, sinema bukan lagi sekadar medium representasi, melainkan arena konflik naratif, kepentingan di mana lapisan personal, politis, dan ideologis saling tumpang tindih. Dokumenter bagi Hendri adalah medan untuk memprovokasi struktur pemahaman kita tentang realitas dan representasi, membongkar ilusi kebenaran obyektif demi memunculkan resistensi yang tersembunyi.

Sementara itu, Wahyu, menuturkan film Kira, Duka & Air Mata dilatarbelakangi oleh banyaknya adegan-adegan sensitif dalam film yang sering kali harus dihilangkan lantaran kenyamanan penonton. Dalam beberapa kasus, menghilangkan adegan sensitif ini justru menghilangkan keutuhan cerita maupun rasa dalam filmnya. “Oleh karena itu penelitian ini coba berfokus untuk mencari cara bagaimana adegan sensitif dalam film dapat disampaikan secara humanis tanpa mengurangi rasa ketergangguan. Film ini mencoba menampilkan adegan sensitif seperti kekerasan, aborsi, dan juga pembunuhan. Adapun cara penyampaiannya dengan mempertimbangkan aspek psikologi kognitif dan juga artistic,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kemdiktisaintek Apresiasi Kontribusi Huawei National ICT Competition Menciptakan Talenta Digital Indonesia

News
| Kamis, 09 Januari 2025, 23:47 WIB

Advertisement

alt

Asyiknya Camping di Pantai, Ini 2 Pantai yang Jadi Lokasi Favorit Camping Saat Malam Tahun Baru di Gunungkidul

Wisata
| Kamis, 02 Januari 2025, 15:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement