Advertisement

Bahasa Daerah Mulai Punah, Ini Penyebabnya

Sirojul Khafid
Minggu, 02 Maret 2025 - 07:57 WIB
Sunartono
Bahasa Daerah Mulai Punah, Ini Penyebabnya Ilustrasi bahasa / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Bahasa daerah, yang menjadi bahasa ibu jutaan masyarakat di Indonesia, satu per satu mulai punah. Penutur yang sedikit menjadi salah satu alasannya.

Di Hari Bahasa Ibu Internasional yang bertepatan dengan 21 Februari ini, marilah kita kembali melihat lansekap bahasa ibu atau bahasa daerah di Indonesia. Tahun 2024 lalu, sebelas bahasa daerah di Indonesia telah punah. Alasan utamanya, tidak ada lagi penutur bahasa daerah tersebut.

Advertisement

"Kepunahan bahasa daerah ini karena para penuturnya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa daerah ke anak cucunya," kata Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Kebudayaan, Hafidz Muksin, beberapa waktu lalu, dikutip dari Antara.

Ia mengatakan kondisi vitalitas bahasa daerah di Indonesia saat ini, bahasa daerah yang masih aman atau masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik sebanyak 24 bahasa daerah. Bahasa daerah dalam kondisi rentan atau semua anak dan generasi tua masih menggunakan bahasa daerahnya tetapi jumlah penutur relatif sedikit sebanyak 19 bahasa, mengalami kemunduran sebanyak tiga bahasa.

Sementara bahasa daerah terancam punah atau mayoritas penutur berusia 20 tahun ke atas dan generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri dengan bahasa daerah sebanyak 25 bahasa, kritis atau penuturnya hanya kelompok masyarakat berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit atau 5 bahasa
"Rata-rata bahasa daerah yang mengalami kepunahan ini terjadi di wilayah bagian timur Indonesia," katanya.

Ia menyatakan sebanyak sebelas bahasa daerah yang mengalami kepunahan tersebut yaitu bahasa Tandia di Papua Barat, bahasa Mawes Papua, bahasa Kajeli atau kayeli Maluku, bahasa Piru Maluku, bahasa Moksela Maluku. Selanjutnya bahasa daerah Palumata Maluku, bahasa Ternateno Maluku Utara, bahasa HUKUmina Maluku, bahasa Hoti Maluku, bahasa Serua Maluku dan bahasa Nila di daerah Maluku.

BACA JUGA : Peringati Hari Bahasa Ibu Internasional, Mendikdasmen Abdul Mu'ti : Pelestarian Bahasa Daerah Penting

"Situasi di wilayah Timur Indonesia ini, jumlah bahasa daerah banyak, namun penduduknya sedikit, sementara wilayah Barat Indonesia, jumlah bahasa daerahnya sedikit tetapi jumlah penduduknya padat," katanya.

Ragam Alasan Bahasa Daerah Punah

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan beberapa alasan yang membuat bahasa daerah di Tanah Air bisa terancam punah. Kepala Pusat Riset (Kapusris) Preservasi Bahasa dan Sastra BRIN, Obing Katubi, mengatakan alasan tersebut yaitu gagalnya transmisi bahasa daerah dari orang tua kepada anak, adanya sikap negatif terhadap bahasa daerah, anggapan bahasa daerah tak bernilai ekonomi, kurangnya perhatian pemerintah daerah, serta masifnya kontak bahasa karena media digital.

"Kontak bahasa yang semakin masif karena media digital, sehingga memudahkan anggota komunitas bahasa menjelajahi bahasa lain di dunia maya juga jadi faktornya" kata Obing, beberapa waktu lalu, dikutip dari Antara.

Di samping itu, alasan lain bahasa daerah bisa terancam punah yakni adanya dominasi dan subordinasi penggunaan bahasa, lanjutnya, baik dalam skala nasional maupun regional. Obing mengatakan bahwa yang dimaksud dengan gagalnya transmisi bahasa daerah dari orang tua kepada anak, yaitu para orang tua enggan menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi di level keluarga sehingga sang anak yang berperan sebagai penutur muda tidak dapat mewarisi bahasa daerah dari kedua orang tuanya.

Ia menyampaikan, sedangkan sikap negatif terhadap bahasa daerah yakni, adanya pandangan bahwa bahasa daerah kurang bergengsi untuk dipelajari dibandingkan bahasa asing. Anggapan tak bernilai ekonomi atau kurang bisa memberikan kesejahteraan dari sisi ekonomi terhadap anak di kemudian hari juga, menjadi salah satu alasan kenapa bahasa daerah di Indonesia bisa terancam hilang.

BACA JUGA : Dosen Bahasa Indonesia UAD Membahas Ragam Serapan Bahasa Arab yang Kerap Salah Penulisan

Dia mengatakan jika melihat dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, kewajiban untuk merevitalisasi bahasa daerah ada pada pemerintah setempat. "Undang-undang mengatakan bahwa perlindungan atau revitalisasi bahasa daerah itu sebetulnya ada pada pemerintah daerahnya," katanya.

Revitalisasi Bahasa

Kementerian Kebudayaan menyatakan pentingnya revitalisasi bahasa daerah untuk mencegah kepunahan bahasa tersebut di Indonesia. "Merdeka Belajar episode ke-17, revitalisasi bahasa daerah adalah hal yang sangat penting karena dilandasi adanya kepunahan bahasa daerah yang terjadi di Indonesia," kata Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Kebudayaan, Hafidz Muksin.

Dikatakannya, bahasa daerah adalah salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia. Sebanyak 718 bahasa daerah telah teridentifikasi dan menjadi bukti kekayaan bangsa Indonesia yang bhinneka. Namun, di sisi lain, ancaman kepunahan terhadap bahasa-bahasa tersebut juga makin kuat terjadi.

"Dari 718 bahasa daerah, ada yang kondisinya rentan, ada yang kritis, dan ada yang hampir punah. Bahkan 11 bahasa sudah punah, di antaranya ada di Papua," kata Hafidz.

Karena itu, program revitalisasi bahasa daerah harus dilaksanakan untuk menyelamatkan bahasa daerah dari kepunahan. "Kondisi kepunahan bahasa daerah ini tidak boleh kita biarkan terus berlanjut. Bahkan UNESCO juga mengatakan dalam 30 tahun terakhir ada 200 bahasa daerah di dunia yang punah. Artinya ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di seluruh dunia," katanya.

Sidang di UNESCO Bisa Pakai Bahasa Indonesia

Kabar buruk memang seringkali datang ke bahasa daerah, namun ada secercah harapan di bahasa nasional. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi pada Konferensi Umum Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO. Penetapan ini berlangsung pada 20 November 2022 lalu, di Markas Besar UNESCO, Paris, Prancis.

Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis, Andorra, dan Monako, Mohamad Oemar, mengatakan bahwa penetapan tersebut menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 yang diakui Konferensi Umum UNESCO. Bahasa lainnya yaitu Bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis.

"Bahasa Indonesia telah menjadi kekuatan penyatu bangsa sejak masa pra-kemerdekaan, khususnya melalui Sumpah Pemuda di tahun 1928, sehingga mampu menghubungkan etnis yang beragam di Indonesia," kata Oemar, dikutip dari Antara, beberapa waktu lalu.

Adapun penetapan tersebut ditandai dengan diadopsinya Resolusi 42 C/28 secara konsensus dalam sesi pleno Konferensi Umum ke-42 UNESCO. Oemar mengatakan Bahasa Indonesia, dengan lebih dari 275 juta penutur, telah mendunia dengan masuknya kurikulum Bahasa Indonesia di 52 negara. Saat ini, setidaknya ada 150.000 penutur asing yang aktif berbahasa Indonesia.

"Kepemimpinan aktif Indonesia di tataran global telah dimulai sejak Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, yang menjadi bibit terbentuknya kelompok negara non-blok. Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melanjutkan kepemimpinan dan kontribusi positif untuk dunia internasional," katanya, dikutip dari Antara.

BACA JUGA : Tren Tagar Kabur saja Dulu Disebut Bisa Jadi Peluang, Kementerian Perlindungan PMI Sebut Jangan Lupa Skill

Kontribusi tersebut ditandai dengan kolaborasi bersama negara-negara lain dalam mengatasi tantangan global, melalui peran keketuaan Indonesia di forum G20 tahun 2022 dan ASEAN tahun 2023. Oemar menegaskan bahwa pengakuan ini dapat meningkatkan kesadaran terhadap Bahasa Indonesia, sekaligus bagian dari upaya global untuk mengembangkan konektivitas antarbangsa, memperkuat kerja sama dengan UNESCO, dan bagian dari komitmen Indonesia terhadap pengembangan budaya di tingkat internasional.

"Pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Konferensi Umum UNESCO akan berdampak positif terhadap perdamaian, keharmonisan, dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di seluruh dunia," kata Oemar.

Upaya pemerintah Indonesia untuk mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Konferensi Umum UNESCO merupakan salah satu implementasi amanat pasal 44 ayat (1) Undang-Undang nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang berbunyi, "Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan."

Usulan ini juga merupakan upaya de jure (berdasarkan hukum) agar Bahasa Indonesia mendapatkan status bahasa resmi pada sebuah lembaga internasional, setelah secara de facto (berdasarkan fakta), pemerintah Indonesia telah membangun kantong-kantong penutur asing bahasa Indonesia di 52 negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kejagung Buka Peluang Panggil Ahok Jadi Saksi Kasus Korupsi Pertamina

News
| Senin, 03 Maret 2025, 05:17 WIB

Advertisement

alt

Ramadan, The Phoenix Hotel, Grand Mercure & Ibis Yogyakarta Adisucipto Siapkan Menu Spesial

Wisata
| Jum'at, 28 Februari 2025, 11:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement