Advertisement
Budi Daya Magot, Bank Sampah Sekarwangi 04 Mampu Serap Hingga 50 Kg Sisa Dapur Setiap Hari

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Salah satu bank sampah di kelurahan Tegalrejo, Bank Sampah Sekarwangi 04, tidak hanya mengelola sampah anorganik saja, tapi juga anorganik terutama sisa dapur. Dengan budi daya magot, bank sampah ini mampu menyerap hingga 50 kg sampah sisa dapur setiap hari.
Ketua Bank Sampah Sekarwangi, Sariman, membudi dayakan magot di teras rumahnya sendiri. Dengan satu kandang lalat Black Soldier Fly (BSF) dan beberapa bak plastik ia mengelola sekitar 20 kg magot. “Tadinya lebih banyak, ada tiga kandang. Tapi sebelum lebaran diangkut untuk pelatihan sekarang tinggal satu,” ujarnya, Rabu (16/4/2025).
Advertisement
Dengan 20 kg magot itu saja, ia mampu menyerap hingga maksimal 50 kg sampah sisa dapur. Magot-magot itu sangat cepat menghabisakan makanannya yakni sampah sisa dapur. “Misalnya untuk 1 kg magot, saya beri 1 kg makanan, ga ada satu jam sudah habis. Mereka sangat rakus,” katanya.
Dalam siklus hidupnya, BSF menjadi magot kurang-lebih pada usia 10 hari hingga 31 hari. Namun saat menjadi baby magot atau setelah menetas dari telur pun mereka sudah bisa makan, yakni kisaran di hari ke lima setelah menetas. Maka selama hampir sebulan itu lah para magot itu bisa menyerap sampah sisa dapur.
BACA JUGA: Emas Batangan di Kota Jogja Inden Satu Bulan
Untuk menyuplai makanan magot, ia mendapat setoran dari para anggota bank sampah yang jumlahnya 37 orang. Saking banyaknya kebutuhan makanan magot, Sariman kadang kekurangan sampah sisa dapur dan harus mencarinya ke luar wilayah, dari toko buah, warung makan dan sebagainya. “Karena dari anggota kadang sedikit, kadang banyak. Sedangkan kalau magotnya pas banyak harus makan terus,” katanya.
Jumlah magot yang dikelola ini juga menyesuaikan dengan lahan yang dimiliki. Karena teras rumahnya terbatas, maka magotnya pun tidak bisa lebih banyak lagi. Padahal, selain menyerap sampah sisa dapur, magot juga banyak dicari oleh pembudi daya ikan dan peternak ayam pedaging untuk dijadikan pakan.
“Kemarin ada permintaan saya disuruh menyetor setiap hari sampai 100 kg dari pembudi daya nila. Saya belum mampu. Kalau punya lahan 100 meter berani. Jadi persoalannya lahan. Di kota kan itu yang jadi masalah, lahannya enggak ada,” ungkapnya.
Ia biasanya menjual magot dengan harga Rp10.000 untuk takaran 700 gram. Kemudian untuk telur magot dijual Rp5.000 per gram. Ia menyisakan sebagian magot untuk dijadikan pupa yang kemudian akan menjadi BSF dan bertelur, sehingga dapat beregenerasi kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Dukung Pelestarian Sejarah dan Budaya, Kemenkum Hadiri Kirab Akbar Ritual Budaya dan Perayaan HUT YM Makco Thian Siang Sing Bo
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Dewan Dorong Ada Standarisasi Iuran Sampah Penggerobak di Jogja, Warga Miskin Dinolkan
- Dinas Peternakan Gunungkidul Gencarkan Vaksinasi dan Edukasi Massif Cegah Antraks
- Cegah Dokter PPDS Melakukan Kekerasan Seksual, Ini yang Dilakukan RSA UGM
- Polemik Bau Kandang, Warga Blokade Akses Rumah Peternak Babi di Bantul
- Pemkab Raih Opini WTP ke-10 Secara Beruntun, Begini Harapan Bupati Gunungkidul
Advertisement